Selasa, 28 Oktober 2014

Perkembangan Kapitalisme



PERKEMBANGAN KAPITALISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampuh Dr. Suranto M. Pd


Paper


Oleh:

NUR MA’RIFA        120210302087

KELAS B





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

1.    Konsep Dasar Kapitalisme
Kapitalisme secara etimologi (asal katanya) berasal dari bahasa latin Caput
yang artinya kepala, kehidupan, dan kesejahteraan
. Sedangkan kata Isme berarti paham atau ajaran. Makna modal dalam kapital kemudian diinterpretasikan sebagai titik kesejahteraan. Lalu kemudian makna kata Capital berkembang menjadi keuntungan dari setiap transaksi. Interpretasi awal dari kapitalisme adalah proses pengusahaan kesejahteraan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Kapitalisme dapat dipahami sebagai suatu ideologi yang mengagung-agungkan kapital milik perseorangan atau sekelompok kecil, dimana kepemilikan modal ini adalah di atas segala-galanya.
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran Kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya, kapitalisme juga merupakan suatu cara mengadakan produksi dengan dasar menghadang laba. Menurut kaum Marxis, kapitalisme adalah suatu sistem pergaulan hidup yang timbul karena cara produksinya memisahkan faktor tenaga dari faktor-faktor produksi lainnya. Beberapa pendapat tentang konsep Kapitalisme yaitu, antara lain:
1)    Ebenstein (1990), menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme.
2)    Hayek (1978), memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi.
3)    Ayn Rand (1970), kapitalisme adalah "a social system based on the recognition of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned". (Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik privat).
4)    Heilbroner (1991), secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah "formasi sosial" yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif, tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).
5)    Bagus (1996), kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam memproduksi barang lainnya. Karena kapitalisme merupakan suatu paham atau ideologi atau sistem ekonomi yang berbasis pada modal. Bagi kapitalis modal adalah segalanya.
6)    Dr. Syamsul Hadi, dosen Hubungan Internasional FISIP UI mengatakan bahwa kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan modal (kapital) yang berfungsi sebagai satu sentra dari seluruh kegiatan perekonomian.
Dari berbagai pengertian diatas dapat kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Kapitalisme merupakan sitem ekonomi politik yang cenderung kearah pengumpulan kekayaan secara individu (pemilik modal). Dengan kata lain kapitalisme adalah suatu paham atau ajaran mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan modal atau uang. Kapitalisme memiliki unsur-unsur penting yang saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu:
1)   Indivudualisme
Kapitalisme merupakan suatu paham yang bersifat invidualisme, di mana setiap individu diberi kebebasan untuk mengembangkan dirinya dan mengaplikasikan ide-idenya dalam bidang ekonomi. Diharapkan dengan adanya kebebasan ini setiap individu dapat mencukupi kebutuhan hidupnya masing-masing. Selain itu, paham kapitalisme ini juga beranggapan bahwa permasalahan ekonomi suatu Negara dapat diatasi dengan cara membiarkan setiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi dan memiliki semuanya, termasuk sumberdaya alam yang seharusnya dikelola oleh Negara. Dalam kapitalisme, seseorang menilai dirinya sebagai individu-individu, yang sendirian dan berjuang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
2)   Kompetisi atau persaingan
Dalam memperoleh keuntungan seorang individu harus bersaing dengan individu lainnya. Seperti halnya dalam pasar ekonomi, di mana penjual harus bersaing dengan penjual lainnya dalam menjual dagangannya. Para pemodal dapat bersaing dengan cara apa pun terhadap pesaingnya, bahkan dengan cara yang licik
sekalipun. Mereka tidak memperdulikan orang lain karena mereka memfokuskan diri
pada bagaimana caranya untuk memeperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Karena kompetisi ini, maka muncullah pasar bebas. Kompetisi merupakan kekuatan inheren dari kapitalisme yang juga membantu kapitalisme untuk bertahan sebagai suatu sistem dari berbagai permasalahan ekonomi yang timbul. Kompetisi meruapkan sifat naluriah seorang manusia, dimana ada pihak yang menang dan ada yang kalah. Setiap individu ingin selalu menang untuk mendapatkan hadiah (keuntungan yang besar). Kemudian pihak yang kalah akan berusaha untuk menjadi pemenang di lain kesempatan dengan melakukan perbaikan pada dirinya terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam persaingan ekonomi ini orang menjadi kreatif untuk menciptakan sesuatu. Namun dalam hal ini hanya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dengan modal atau usaha yang sekecil-kecilnya.
3)   Keuntungan
Keuntungan termasuk dalam salah satu unsur terpenting dalam kapitalisme karena keuntungan merupakan tujuan atau cita-cita utama dari penganut sistem
kapitalisme. Mereka berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk kehidupan
mereka. Hal ini juga sesuai dengan istilah dari kapitalisme itu sendiri, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, yaitu mencapai keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
Kapitalisme dapat di klasifikasikan dalam empat bentuk, yaitu:
1)   Kapitalisme Perdagangan yang muncul pada abad ke-16 setelah dihapusnya sistem feodal. Dalam sistem ini seorang pengusaha mengangkat hasil produksinya dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan kebutuhan pasar. Dengan demikian ia berfungsi sebagai perantara antara produsen dan konsumen.
2)   Kapitalisme Industri yang lahir karen ditopang oleh kemajuan industri dgn penemuan mesin uap oleh James Watt tahun 1765 dan mesin tenun tahun 1733. Semua itu telah membangkitkan revolusi industri di Inggris dan Eropa menjelang abad ke-19. Kapitalisme industri ini tegak di atas dasar pemisahan antara modal dan buruh yakni antara manusia dan mesin.
3)   Sistem Kartel yaitu kesepakatan perusahaan-perusahaan besar dalam membagi pasaran internasional. Sistem ini memberi kesempatan utk memonopoli pasar dan pemerasan seluas-luasnya. Aliran ini tersebvar di Jerman dan Jepang.
4)   Sistem Trust yaitu sebuah sistem yg membentuk satu perusahaan dari berbagai perusahaan yg bersaing agar perusahaan tersebut lebih mampu berproduksi dan lebih kuat untuk mengontrol dan menguasai pasar.
Dalam bukunya Drs. Dwi Suparno (1988;20) bentuk Kapitalisme dalam sistem kartel dan sistem truts dimasukkan kedalam Bentuk kapitalisme keuangan. Prinsip-prinsip dari sistem Kapitalisme adalah
1)      Mencari keuntungan dengan berbagai cara dan sarana kecuali yg terang-terangan dilarang negara karena merusak masyarakat seperti heroin dan semacamnya.
2)      Mendewakan hak milik pribadi dgn membuka jalan selebar-lebarnya agar tiap orang mengerahkan kemampuan dan potensi yg ada utk meningkatkan kekayaan dan memeliharanya serta tidak ada yg menjahatinya. Karena itu dibuatlah peraturan-peraturan yg cocok utk meningkatkan dan melancarkan usaha dan tidak ada campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi kecuali dalam batas-batas yg yg sangat diperlukan oleh peraturan umum dalam rangka mengokohkan keamanan.
3)      Perfect Competition.
4)      Price sistem sesuai dengan tuntutan permintaan dan kebutuhan dan bersandar pada peraturan harga yang diturunkan dalam rangka mengendalikan komoditas dan penjualannya.
2.    Perkembangan Kapitalisme
Kapitalisme muncul di Eropa pada abad ke-16. Kapitalisme muncul dari paham feodalisme di Eropa. Kapitalisme di Eropa muncul dari pemikiran kaum ilmiah yang pada awalnya berfikir untuk mensejahterakan kaum buruh. Sejarah kapitalisme melewati tiga fase sebagai berikut:
a.    Kapitalisme Awal (1500-1750). Kapitalisme pada fase ini masih mengacu pada kebutuhan pokok yang ditandai dengan hadirnya industri sandang di Inggris sejak abad XVI sampai abad XVIII. Dan berlanjut pada usaha perkapalan, pergudangan, bahan-bahan mentah, barang- barang jadi dan variasi bentuk kekayaan yang lain. Dan kemuadian berubah menjadi perluasan kapasitas produksi, dan talenta kapitalisme ini yang kemudian hari justru banyak menelan korban. Di perkotaan, para saudagar kapitalis menjual barang-barang produksi mereka dalam satu perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Mula-mula mereka menjual barang pada teman sesama saudagar seperjalanan, lalu berkembang menjadi perdagangan public. Sementara di wilayah pedesaan saat itu masih cenderung feodalistik. Dalam hal ini Russel mengemukakan adanya tiga faktor yang menghambat kapitalisme di pedesaan, yaitu:
1)      Tanah yang ada hanya digunakan untuk bercocok tanam, sehingga hasil produksinya sangat terbatas. Russel mengusulkan untuk mengubah tanah menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan (profitable). Atau dengan pengertian lain tanah bias diperjual belikan seperti barang lainnya.
2)      Para petani atau buruh tani yang masih terikat pada system ekonomi subsistensi. Komentar Russel untuk hal ini adalah mereka siap unutk dipekerjakan dengan upah tertentu.
3)      Hasil produksi yang diperoleh petani saat itu hanya sekedar digunakan untuk mencukupi kebutuhanpribadi. Menurutnya, produksi hasil petani harus ditawarkan ke pasar dan siap dikonsumsi oleh publik.
b.    Kapitalisme Klasik
Kapitalisme klasik berlangsung sekitar tahun 1750 sampai tahun 1914. Awal munculnya tahap ini diawali dengan munculnya revolusi industri di Inggris. Revolusi industri ini dipicu dengan ditemukannya mesin uap, sehingga mulai muncul mesin-mesin dengan skala besar untuk membantu memproduksi barang dalam jumlah banyak. Hal ini menimbulkan pergeseran dari perdagangan publik ke perdagangan industri. Pada fase ini jugalah muncul "bapak kapitalisme", Adam Smith, yang terkenal dengan bukunya yang berjudul The Wealth of Nation (1776). Ajaran kapitalisme Adam Smith yang terkenal dalam buku ini adalah laissez faire dan invisible hand. Laisez faire mengandung arti bahwa dalam kegiatan perekonomian pemerintah tidak boleh ikut campur. Sedangkan yang dimaksud dengan invisible hand (tangan gaib) adalah bahwa setiap individu dibimbing oleh "tangan tak terlihat" dalam merealisasikan kepentingan dirinya sendiri. Adam Smith mengemukakan 5 teori dasar kapitalisme, yaitu:
1)      Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas-batas tertentu.
2)      Pengakuan hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi.
3)      Pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin.
4)      Kebebasan melakukan kompetisi.
5)      Mengakui hukum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar.
c.    Kapitalisme lanjut (1914-sekarang)
Momentum utama fase ini adalah terjadinya Perang Dunia I, kapitalisme lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika, ditandai mata uang dolar yang mendominasi dunia. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa- bangsa di Asia dan Afrika sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga, revolusi Bolshevik Rusia yang ingin menghancurkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama.
Kapitalisme lanjut merupakan fase lanjutan dari kapitalisme industri. Kapitalisme industri memicu agregasi akumulasi modal bersama yang dikumpulkan melalui pembaruan perusahaan nasional dan multinasional. Dalam fase ini, kapitalisme bukan semata lagi hanya mengakumulasi modal tapi lebih dari itu, yaitu investasi. Dalam arti ini, kapitalisme tidak hanya bermakna konsumsidan produksi belaka, tapi menabung dan menanam modal sehingga mendapatkan keuntungan berlipat dari sebuah usaha adalah usaha yang terus ditumbuhkan. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya didasarkan pada soal faktor produksi tapi juga faktor jasa dan kestabilan sistem sosial masyarakat.
Oleh sebab itu, kapitalisme lanjut dengan refleksi sosialnya terus mengembangkan bagaimana mereka tetap berkembang mendapatkan keuntungan tapi tetap menyediakan lahan pendapatan yang cukup bagi para konsumen sebagai sekaligus faktor utama pasarnya. Kapitalisme tahap ini mencapai puncak aktualisasinya melalui proses kewirausahaan ekonomi yang mencoba mengkombinasikan kembali peran pasar bebas dalam bidang ekonomi dengan intervensi negara dalam bidang politik.
Faktor modernisasi dalam wacana kapitalisme lanjut ini tidak terjebak pada dikotomi kapitalis sebagai pemilik modal dan buruh sebagai faktor produksi melainkan berlanjut pada wacana bagaimana akhirnya pekerja dihadapkan pada masalah kepemilikan bersama (share holder) dalam sebuah proses kapitalisasi yang tetap saja memberikan ruang pada keuntungan dan proses akumulasi investasi. Debat pembangunan kapitalisme dalam konteks sistem dunia (E. Wallerstein) juga menambah kompleksitas proses kapitalisme sebagai raksasa ekonomi yang tak terelakkan. Debat lanjutan kapitalisme dalam konteks globalisme tidak cenderung menempatkan pada kekuatan sosialisme dan kapitalisme belaka melainkan relasi interdependen antar pelaku ekonomi yang justru meluas.
Bahkan Anthony Giddens pernah menyatakan bahwa dinamika kapitalisme sebagai resultante yang saling terhubung dan tersinergi dalam kapitalisme itu sendiri, industrialisasi, pengawasan dan kekuatan militer. Kapitalisme yang dijiwai oleh semangat mencari untung menjadi sumber dinamisme luar biasa, dan ketika bergandengan dengan industrialisme menghasilkan tahap global sekarang ini. Dunia yang kita huni sekarang juga dalam pengawasan yang terus-menerus, mulai di tempat kerja dan merambat pada masyarakat. Negara meniru pabrik. Gugus institusi ini masih ditambah dengan munculnya kekuatan militer sebagai penjamin stabilitas ekonomi sebagai syarat mutlak pasar yang bebas dan tenang. Kapitalisme lanjut semakin matang dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin merangsek kekuatan-kekuatan konvensional pasar tradisional yang ada.
Perang Dunia Kedua dan akibatnya, secara tepat mencerminkan kenyataan ini. Amerika Serikat yang bertambah kaya setelah perang ketika kekuatan imperialis lain rusak hebat, tanpa diragukan lagi menjadi pemimpin dunia kapitalis. Dekolonisasi non-revolusioner mengakibatkan timbulkan neo-kolonialisme dari bentuknya yang klasik, dan dalam perkembangannya di banyak wilayah di dunia dari empirium lama ke dalam emperium kolonial Amerika yang baru.
Pengendoran yang merata dari berbagai kekuatan imperialis lain ini, mengakibatkan kokohnya dan kemauan untuk menerima hegemoni Amerika Serikat atas keseluruhan sistem kapitalis. Secara militer, ini berarti bahwa Amerika Serikat harus memikul bagian yang lebih besar dari beban “melindungi dunia bebas”, suatu fungsi yang telah melibatkan dua perang besar (Korea dan Vietnam) dan banyak tindakan militer atau polisi yang tersebar luas di berbagai bagian dunia.
Keadaan tersebut tidak berarti tanpa keuntungan-keuntungan ekonomi yang penting bagi negara-negara maju di Eropa dan Jepang. Mereka dapat bersaing secara efektif dengan Amerika Serikat dalam pasar dunia yang sebagian besar ditopang pembiayaan militer Amerika Serikat, tanpa harus bertindak secara militer. Korporasi-korporasi raksasa mereka telah memberi indikasi yang makin kuat bahwa mereka mempunyai kekuatan untuk tetap bertahan dalam perlombaan dan bahkan untuk menembus Amerika Serikat sendiri.
Menurut Sweezy, tidak banyak diingkari, masa depan kapitalisme akan ditentukan di negara-negara maju. Karenanya, melalui tindakan yang tepat dari pemerintah dalam kebijakan fiskal dan moneter serta perencanaan industri, kapitalisme dapat bekerja dengan baik di Uni Sovyet, Eropa Timur dan Jepang. Jika kebijakan yang sesuai dalam perdagangan, penanaman modal dan bantuan-bantuan diterapkan bagi negara-negara terbelakang, maka kapitalisme bukan hanya bertahan di negara-negara maju, namun juga memungkinkan negara-negara terbelakang memperoleh status sebagai negara maju. Hanya saja, jika hal itu tidak terlaksana dengan baik, maka revolusi sosialis proletar yang diprediksi Marxis klasik akan terjadi di negara-negara maju.
Pada perkembangannya, sepuluh tahun antara 1958 dan 1968, terlihat kemajuan signifikan terhadap perbandingan konsentrasi jumlah sektor industri. Pada beberapa sektor, seperti koran dan film, konsentrasi telah terjadi sebelum tahun 1950-an. Seperti diungkapkan Kenneth George, pada masa tersebut, rata-rata rasio konsentrasi industri meningkat dari 56.6% ke 65.5%. Meski, betatapapun, penggambaran rata-rata tersebut terdapat variasi signifikan. Dalam sistem kapitalis kesempatan korporasi untuk bertahan dan tumbuh tergantung pada kemampuannya untuk mempertahankan dan meningkatkan keuntungan. Sejak awal 1960-an, telah tendensi yang konsisten terhadap penurunan keuntungan. Yang membuat perusahaan-perusahaan makin mengecil. Berhadapan dengan krisis keuntungan berkelanjutan, diversifikasi menawarkan satu strategi untuk mempertahankan keuntungan.
Developmentalisme
Globalisasi kegiatan ekonomi dan persoalan pengelolaannya sering dianggap baru muncul setelah Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1960-an. Masa sesudah tahun 1960-an adalah masa munculnya perusahaan multinasional (MNC) dan berkembangnya perdagangan internasional. Kemudian, setelah sistem nilai tukar setengah-tetap Bretton Woods ditinggalkan pada tahun 1971-1973, investasi dalam bentuk surat-surat berharga internasional dan pemberian kredit oleh bank mulai berkembang dengan cepat, seiring dengan meluasnya pasar modal ke seluruh dunia, yang menambah rumit hubungan ekonomi internasional dan membuka jalan bagi globalisasi ekonomi dunia yang terintegrasi dan saling tergantung.
Pada fase pasca PD II, strategi ekonomi politik yang dilancarkan oleh AS dan para sekutunya adalah strategi Developmentalisme yang arinya paham akan pembangunan, untuk mengamankan investasi modalnya, kapitalisme internasional memberikan dukungan bagi orang-orang kuat di sejumlah negara dunia ketiga yang berasal dari jajaran militernya. Di Amerika Latin kita jumpai sejumlah regime yang dipimpin oleh militer (otoriter), di Asia Tenggara dan Selatan juga dijumpai regime otoriter yang kebanyakan dipimpin oleh militer. Militer pada zaman ini adalah anak emas yang dibesarkan oleh kapitalisme dengan tujuan mengamankan investasi modal. Pada fase ini (1960-1970-an) dekolonialisasi ditawarkan pada sejumlah Negara-negara jajahan Eropa Barat dan Amerika Serikat di Asia, Afrika dan Pasifik serta sebagian Negara-negara Amerika Latin. Akhirnya, globalisasi adalah bentuk baru hegemoni ekonomi, legitimasi baru terhadap pasar, kompetisi dan profit. Setelah dekolonisasi dan runtuhnya blok sosialis, globalisasi menjadi bentuk baru hegemoni atas nama pasar bebas, revolusi informasi, dunia sebagai satu dunia dan lain sebagainya. Akhir sejarah juga merupakan legitimasi baru kapitalisme setelah runtuhnya komunisme, seolah-olah sejarah berhenti dan waktunya habis. Revolusi informasi merupakan dalih baru untuk menyatukan dunia atas nama tekhnologi komunikasi baru, dunia sebagai satu desa dan hukum pasar.
Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dalam saling keterhubungan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Paham yang demikian itu disebut globalisasi atau neo-liberalisme. Beberapa faktor pendorong globalisasi yaitu: Pertama, kekuatan kaum kapitalis internasional, yaitu Negara-negara imperialis pusat, Negara menjadi motor penggerak globalisasi karena ia memiliki kekuasaan dalam mengatur formulasi strategis globalisasi, alokasi sumber daya ekonomi pada aktor-aktor global termasuk MNC. MNC yang mampu beroperasi hampir di seluruh dunia, dan merupakan sumber kekuatan dari globalisasi itu sendiri dikemudian hari yang pada akhirnya peran MNC dalam dinamika globalisasi ini begitu kuatnya seolah-olah MNC telah menjadi parasit yang memakan induk semangnya dan menjadi lebih kuat dan lebih besar. Kekuatannya ini didukung oleh Bretton Woods Institution, yaitu: Bank Dunia (World Bank, Dana Moneter Internasional (IMF) dan GATT/WTO kemudian diaplikasikan pada tiga sistem yaitu liberalisasi perdagangan, keuangan, investasi. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, khususnya di bidang telekomunikasi. Ketiga, dukungan pemerintah Negara-negara sedang berkembang (NSB) terhadap ekspansi kaum kapitalis internasional di Negara mereka.
Dampak perkembangan konstelasi politik-ekonomi internasional adalah efek globalisasi yang telah masuk ke segala sendi kehidupan manusia di dunia internasional. Dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan telah timbul berbagai masalah. Ternyata perkembangan ilmu pengetahuan tidak mampu mengatasi, jurang yang besar antara Negara kaya dan miskin, masyarakat marginal, kelaparan, kemiskinan internasional, dan masalah perkembangan indigeneous technology di dunia ketiga. Jelaslah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, dinamik yang menguasai jurusan-jurusan pertumbuhannya serta pilihan-pilihan masalahnya seperti juga tekhnologi, tidak berdiri sendiri, merupakan bagian dari sistem sosial, lengkap dengan tujuan-tujuan, kepentingan, prioritas, serta sistem nilainya. Oleh karena itu pilihan tekhnologi tidak boleh diambil hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan mengenai implikasi sosialnya.
Dalam hal ini ilmu pengetahuan dalam bidang tekhnologi informasi memberikan pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan krisis di masyarakat kapitalisme. Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang masyarakat kapitalisme, penulis paparkan lebih mendetail perihal relasi Negara, globalisasi dan logika neo-liberalisme. Karena paham tersebut merupakan sebuah ideologi sebagai dampak dari krisis kapitalisme. Dan tentunya seluruh sistem sosial. Globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor-aktor globalisasi yakni perusahaan-perusahaan transnasional (TNC, Trans-National Corporations) dan Bank Dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat di World Trade Organization (WTO, Organisasi Perdagangan Dunia) sesungguhnya dilandaskan pada suatu ideologi yang dikenal dengan sebutan “neo-liberlisme”.
Neo-liberalisme pada dasarnya tidak ada bedanya dengan liberalisme. Para penganut neo-liberlisme percaya bahwa pertumbuhan ekonomi adalah hasil normal “kompetisi bebas”. Mereka percaya bahwa pasar bebas itu efisien, dan cara yang tepat untuk mengalokasikan sumberdaya alam yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Harga barang dan jasa menjadi indikator apakah sumberdaya telah habis atau masih banyak. Kalau harga murah, berarti persediaan memadai. Harga mahal artinya produksinya mulai langka. Harga tinggi maka orang akan menanam modal ke sana. Oleh sebab itu, harga menjadi tanda apa yang harus diproduksi. Itulah alasan mengapa neo-liberalisme tidak ingin pemerintah ikut campur tangan dalam ekonomi. “Serahkan saja pada mekanisme dan hukum pasar”, demikian keyakinan mereka. Keputusan individual atas interes pribadi diharapkan mendapat bimbingan dari invisible hand (tangan yang tidak tampak), sehingga masyarakat akan mendapat berkah dari ribuan keputusan individual tersebut.
Kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang tersebut pada akhirnya akan trickle down (menetes ke bawah) kepada anggota masyarakat yang lain. Oleh karena itu sedikit orang tersebut perlu difasilitasi dan dilindungi. Kalau perlu jangan dipajaki. Krisis berkepanjangan yang menimpa kapitalisme awal abad 19, yang berdampak depresi ekonomi 1930-an berakibat tenggelamnya paham liberalisme. Pendulum beralih memperbesar pemerintah sejak Roosevelt dengan “New Deal” tahun 1935. Tetapi dalam perjalanan kapitalisme, di akhir abad 20 pertumbuhan dan akumulasi kapital menjadi lambat. Kapitalisme memerlukan strategi baru untuk mempercepat pertumbuhan dan akumulasi kapital. Strategi yang ditempuh adalah menyingkirkan segenap rintangan investasi dan pasar bebas, dengan memberlakukan perlindungan hak milik intelektual, good governance (pemerintahan yang baik), penghapusan subsidi dan program proteksi rakyat, deregulasi, penguatan civil society, program anti-korupsi, dan lain sebagainya. Untuk itu diperlukan suatu tatanan perdagangan global, dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan.
Dengan demikian globalisasi pada dasarnya berpijak pada kebangkitan kembali paham liberalisme, suatu paham yang dikenal sebagai neo-liberalisme. Neo-liberalisme sesungguhnya ditandai dengan kebijakan pasar bebas, yang mendorong perusahaan swasta dan pilihan konsumen, penghargaan atas tanggungjawab personal dan inisiatif kewiraswastaan, serta menyingkirkan birokrat dan “parasit” pemerintah, yang tidak akan pernah mampu meskipun dikembangkan. Aturan dasar kaum neo-liberal adalah “Liberalisasikan perdagangan dan keuangan”, “Biarkan pasar menentukan harga”, “Akhiri inflasi, Stabilisasi ekonomi-makro, dan privatisasi”, “Pemerintah harus menyingkir dari menghalangi jalan”. Paham inilah yang saat ini mengglobal dengan mengembangkan “consensus” yang dipaksakan yang dikenal dengan “Globalisasi”, sehingga terciptalah suatu tata dunia. Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal “The Neo-Liberal Washington Consensus”, yang terdiri dari para pembela ekonomi swasta terutama wakil dari perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol dan menguasai ekonomi internasional dan memiliki kekuasaan untuk mendominasi informasi kebijakan dalam membentuk opini publik.
Pokok-pokok pendirian neo-liberal meliputi, pertama, bebaskan perusahaan swasta dari campur tangan pemerintah, misalnya jauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang perburuhan, investasi, harga serta biarkan perusahaan itu mangatur diri sendiri untuk tumbuh dengan menyediakan kawasan pertumbuhan. Kedua, hentikan subsidi Negara kepada rakyat karena bertentangan dengan prinsip pasar dan persaingan bebas. Negara harus melakukan swastanisasi semua perusahaan Negara, karena perusahaan Negara dibuat untuk melaksanakan subsidi Negara pada rakyat. Ini juga menghambat persaingan bebas. Ketiga, hapuskan ideologi “kesejahteraan bersama” dan pemilikan komunal seperti yang masih banyak dianut oleh masyarakat “tradisional” karena menghalangi pertumbuhan. Serahkan manajemen sumberdaya alam kepada ahlinya, bukan kepada masyarakat “tradisional” (sebutan bagi masyarakat adaptif) yang tidak mampu mengelola sumberdaya alam secara efisien dan efektif.

3.    Perkembangan Kapitalisme Di Indonesia
Indonesia yang saat ini menganut Demokrasi Pancasila, tak urung dari sistem kapitalisme yang terus berkembang. Kapitalisme erat hubungannya dengan proses-proses ekonomi dan pengindustrian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kapitalisme berarti sistem dan paham ekonomi yang modalnya bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta, dengan ciri persaingan dalam pasar bebas. Sistem kapitalisme di Indonesia tidak tumbuh begitu saja, melainkan melalui perjalanan sejarah yang panjang. Seiring dengan perkembangan kapitalisme, rakyat Indonesia pun dapat menilai bagaimana kapitalisme menguntungkan maupun merugikan bangsa ini. Dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan bagaimana susunan kapital Indonesia berkembang pada awalnya, perkembangan kapitalisme setelah Indonesia merdeka, serta bagiamana perkembangan kolonial memengaruhi struktur kapital pasca Indonesia merdeka.
Kapitalisme awalnya tumbuh dan berasal dari Amerika Utara dan Eropa. Menurut Tan Malaka (2008:45), sistem kapitalisme di Indonesia masih muda atau masih prematur karena negara Indonesia baru menggunakan mesin untuk proses industri seperempat abad belakangan ini. Susunan kapital Indonesia yang prematur ini dikarenakan penjajah yang terlalu lama mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia, sehingga orang Indonesia belum dapat menggunakan sumber daya alamnya dengan maksimal. Terdapat beberapa faktor internal yang juga memengaruhi prematurnya sistem kapitalisme di Indonesia. Faktor perbedaan bentang alam Indonesia, misalnya. Pulau Jawa memiliki lebih banyak lahan pertanian dan Pulau Sumatera memiliki lebih banyak lahan yang mengandung sumber daya alam, seperti besi dan minyak tanah. Dengan demikian, mesin perindustrian modern yang kini lebih berkembang di Pulau Jawa, sesungguhnya lebih tepat jika digunakan untuk mengembangkan Pulau Sumatera.
Selain itu, sistem kapitalis menyebabkan perpindahan penduduk. Penduduk yang tadinya berada di desa berpindah ke kota karena tingginya tingkat kebutuhan tenaga kerja di kota-kota besar. Hal ini menyebabkan pertumbuhan kapitalisme di Indonesia tidak merata. Susunan kapitalisme Indonesia selanjutnya terus berkembang, namun tidak secara alami (Malaka, 2008:48). Berbeda dengan Amerika Utara dan Eropa yang kapitalismenya muncul dan berkembang secara alami, perkembangan kapitalisme di Indonesia disebabkan oleh pengaruh penjajah asing yang mengeksploitasi kekayaan Indonesia untuk memuaskan kepentingan pihak asing tersebut. Hal ini menghasilkan kemajuan ekonomi Indonesia yang tidak teratur seperti semestinya. Sampai saat ini, Indonesia belum dapat menghasilkan barang-barang untuk penduduknya sendiri maupun untuk perdagangan luar negeri. Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah tangga, serta bahan-bahan produksi yang dipakai oleh rakyat Indonesia mayoritas tidak dibuat oleh tangan sendiri (Malaka, 2008:49).
Kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tak lantas membuat kapitalisme di Indonesia hilang. Pada masa kemerdekaan dan pada masa Orde Lama, ekonomi Indonesia lemah. Oleh sebab itu, pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto dengan rezimnya menerapkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk pembangunan nasional dan kesejahteraan ekonomi. Dalam praktiknya, rezim Soeharto membuat kapitalisme di Indonesia semakin kuat. Pembangunan besar-besaran membuat para investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Tatanan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto mencerminkan suatu bentuk pemerintahan oligarki yang menempatkan golongan-golongan dengan power yang kuat atau penguasa sebagai pengambil keuntungan untuk memenuhi kepentingannya (Robinson & Hadiz, 2004:42-3). Dalam KTT APEC di Bogor tahun 1994, Presiden Soeharto menyatakan bahwa siap atau tidak siap, Indonesia akan memasuki perdagangan bebas. Momentum inilah yang menjadi cikal bakal perdagangan bebas di Indonesia hingga kini. Para investor asing yang membanjiri pasar usaha Indonesia semakin mendesak para investor pribumi. Persaingan serta sistem pemerintahan oligarki menjadi sebab terjadinya krisis ekonomi dan inflasi di tahun 1997-1998, hingga akhirnya Presiden Soeharto mundur dari jabatannya (Pusat Penelitian Politik, 2009), meninggalkan jejak-jejak kapitalisme di Indonesia.
Kapitalisme yang terus bertumbuh di Indonesia ini, tidak lepas dari pengaruh kolonialisme Belanda. Kedatangan VOC sampai pada masa diberlakukannya sistem tanam paksa merupakan akar dari kapitalisme di Indonesia. Kekejaman sistem tanam paksa yang dilakukan Belanda merupakan bentuk dari praktik kapitalisme, yakni Belanda yang memeras kekayaan pribumi demi memenuhi kepentingan pemeritahannya pada saat itu. Keadaan yang demikian disebut sebagai politik perampok bangsa Belanda. Politik tersebut pula yang kemudian memusnahkan benih-benih industri bumiputera modern (Malaka, 2008:49). Setelah sistem tanam paksa dihapuskan dan setelah kemerdekaan, kapitalisme di Indonesia berkembang dengan bentuk imperialisme baru.
Modal-modal asing mulai masuk ke Indonesia pada masa Orde Baru, yang setelah beberapa waktu menimbulkan kesenjangan antara masyarakat yang memiliki modal dengan yang tidak memiliki modal. Meskipun perkembangan pembangunan dan ekonomi Indonesia semakin maju, banyak dampak negatif yang bahkan dapat dirasakan sampai sekarang. Di antaranya kesenjangan kelas-kelas sosial dan efek penyelewengan yang dilakukan oleh Soeharto. Banyaknya modal yang masuk membuat Soeharto memakai uang tersebut bukan lagi untuk rakyat melainkan untuk kepentingannya sendiri. Pemikiran kolonialisme yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan memiskinkan pihak-pihak yang lain mencerminkan dipengaruhinya kapitalisme Indonesia oleh kolonialisme Belanda.
Sampai saat ini, kapitalisme masih terus berkembang di Indonesia. Kekayaan sumber daya Indonesia masih dieksploitasi oleh negara-negara lain. Selain itu, terdapat banyak fenomena yang menggambarkan bahwa kapitalisme masih eksis di Indonesia, di antaranya banyak pemilik modal yang mengeruk kekayaan untuk kepentingannya sendiri sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin besar antara kelas-kelas sosial yang ada. Penulis menyimpulkan bahwa pada awalnya, struktur kapital di Indonesia masih prematur atau rentan. Seiring berjalannya waktu, serta dengan pengaruh yang datang dari luar maupun dalam Indonesia, kapitalisme terus berkembang, bahkan sampai saat ini. Salah satu faktor yang memengaruhi berkembangnya pemikiran dan praktik kapitalisme adalah “contoh” yang dapat kita lihat pada masa penjajahan Belanda. Menurut penulis, perkembangan kapitalisme pada zaman modern ini juga terjadi karena pengaruh neoliberalisme yang semakin kuat. Gencarnya pasar bebas dan masalah Freeport adalah beberapa contoh semakin berkuasanya modal asing di Indonesia

4.    Pengaruh Kapitalisme Terhadap Peradaban Manusia Internasional Maupun Nasional Atau Lokal
Pada masanya, Kapitalisme awal dimunculkan oleh penemuan mesin uap di Inggris yang mendorong proses industrialisasi secara besar-besaran. Ketika mesin-mesin industri di Eropa Barat berkembang dengan sangat cepat, terjadilah sebuah proses eksploitasi besar-besaran dalam sejarah peradaban manusia melalui proses kolonisai. Trilogi 3G yaitu: Gold, Glory dan Gospel adalah trilogi kapitalisme yang dimungkinkan oleh meledaknya proses industrialisasi di Inggris. Trilogi ini muncul, bukan karena kebaikan hati orang barat untuk menyebarkan kebiakan (Injil) kepada manusia dibelahan dunia lain, tetapi hanya dipicu oleh tiga kebutuhan pokok: yaitu: pertama; eksploitasi sumber daya alam di wilayah-wilayah lain yang lebih kaya, kedua; penyerapan tenaga kerja yang lebih murah (ingat perbudakan modern) dan ketiaga; penciptaan pasar untuk mengambil keuntungan dari proses industrialisasi yang maju pesat di Eropa Barat.
Pada masa sekarang, metodologi penjajahan atau penghisapan sudah tidak dilakukan dengan menggunakan model fisik seperti pada jaman kolonialisme. Dalam perkembangannya, kapitalisme menggunakan model yang lebih halus dengan didukung oleh institusi atau instrumen eksploitasi yang lebih rapi, tersistem dengan menggunakan aturan hukum yang fleksibel berdasarkan kemauan para.kapitalis. Bank Dunia, WTO dan IMF, sekedar untuk menunjukkan contoh, adalah alat-alat legal yang dimiliki oleh negara-negara industri maju untuk mendikte negara berkembang dan miskin untuk mengamini pola konsumtif mereka yang tidak terkontrol. Proses eksploitasi sumber daya alam yang tak terkontrol dibekingi oleh industrialisasi modern di negara-negara maju menghasilkan fatamorgana kemanusiaan yang paling suram: kemiskinan bagi pemilik sumber daya alam (negara berkembang dan maju) dan kerusakan bumi akibat sikap serakah eksploitasi pemilik modal besar  yang dimiliki negara-negara industri maju.
Masalahnya dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam era revolusi industri, kapitalisme didefinisikan sebagai paham yang mau melihat serta memahami proses pengambilan dan pengumpulan modal balik (tentu saja yang sudah dikumpulkan secara akumulatif) yang diperoleh dari setiap transaksi komoditas ekonomi. Pada saat itu pula, kapitalisme tidak hanya dilihat sebagai ideologi teoritis tapi berkembang menjadi paham yang mempengaruhi perilaku ekonomi manusia.
Pengaruh Paham Kapitalisme di Indonesia
Masuknya Sistem Ekonomi Kapitalis di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan Belanda, dimana para penduduk pribumi (Indonesia) dijadikan buruh di negerinya sendiri. Saat itu, para penjajah menggunakan sistem tanam paksa dimana para penduduk dipaksa untuk bekerja diperkebunan-perkebunan yang memililki nilai jual tinggi. Para penjajah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeruk kekayaan alam bangsa Indonesia dengan modal yang sedikit, yaitu dengan menggunakan tenaga kerja dari Indonesia untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sistem Tanam Paksa, dimana pemerintah kolonial mengorganisasi sebuah sistem produksi hasil bumi (cash-crop) untuk ekspor, membawa evolusi industri perkebunan yang membentuk sejarah Indonesia sebagai sebuah negara eksportir bahan mentah untuk abad selanjutnya. Dari menjadi sumber bahan mentah untuk kapitalisme perdagangan, Hindia Timur perlahan-lahan menjadi sumber bahan mentah untuk kapitalisme industrial.
Sistem Tanam Paksa, sebuah sistem dimana Belanda memaksa petani Indonesia untuk menanam hasil bumi untuk eskpor  adalah sebuah sistem yang memberikan basis untuk kemajuan ekonomi di Belanda. Sistem ini adalah sebuah eksploitasi kolonial yang klasik. Tujuan utamanya untuk meningkatkan kapasitas produksi pertanian (terutama di pulau Jawa) guna kepentingan penbendaharaan Belanda. Sistem ini adalah satu kesuksesan yang besar dari sudut pandang kapitalisme Belanda, menghasilkan produk ekspor tropikal yang sangat besar jumlahnya, dimana penjualannya di Eropa memajukan Belanda. Dengan kopi dan gula sebagai hasil bumi utama, seluruh periode Sistem Tanam Paksa menghasilkan keuntungan sebesar kira-kira 300 juta guilder dari tahun 1840-1859.
Sistem kapitalisme sempat menghilang sejenak ketika masa penjajahan Jepang dan ketika masa pemerintahan Soekarno. Namun, keika Soeharto menjadi presiden yaitu ketika masa Orde Baru, sistem kapitalisme ini mulai kembali muncul di Indonesia. Hal ini ditandai dengan mulai banyaknya pemodal asing yang masuk dan menanamkan modalnya di Indonesia dan mulai bermunculannya bank. Pada masa ini sistem kapitalisme muncul dengan cara halus, tidak seperti pada zaman penjajahan Belanda.
Sistem kapitalisme ini semakin berkembang meskipun Indonesia sempat mengalami krisis yang sangat dahsyat sekitar tahun 1998. Dalam perkembangan sitem kapitalisme ini, telah banyak perusahhaan BUMN yang seharusnya mengelola hajat hidup orang banyak mulai dimiliki oleh swasta. Selain itu, dengan masuknya para pemodal asing, maka hutang luar negeri bangsa Indonesia pun mulai meningkat. Hingga sekarang pun hutang luar negeri bangsa Indonesia masih tinggi. Bahkan ketiak seorang bayi lahir pun sudah menanggung hutang sebesar Rp. 7 juta. Masuknya kapitalisme ke Indonesia ini dapat kita lihat dari beberapa indikator, yaitu:
1.        Dihapuskannya berbagai subsidi untuk masyarakat secara bertahap. Sehingga harga dari barang-barang strategis ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar.
2.        Nilai kurs rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap. Sehingga besar kecilnya kurs rupiah akan ditentukan oleh mekanisme pasar.
3.        Perusahaan BUMN mulai beralih ke tangan swasta. Sehingga peran pemerintah semakin berkurang.
4.        Keikutserataan bangsa Indonesia dalam kancah WTO dan perjanjian GATT semakin menunjukkan komitmen bangsa Indonesia dalam tata liberalisme dunia.
Alasan saya setuju dengan pelaksanaan sistem kapitalisme di Indonesia karena dengan pelaksanaan sistem tersebut tujuan utamanya untuk meningkatkan kapasitas produksi pertanian (terutama di pulau Jawa) guna kepentingan penbendaharaan Belanda. Sistem ini adalah satu kesuksesan yang besar dari sudut pandang kapitalisme Belanda, menghasilkan produk ekspor tropikal yang sangat besar jumlahnya, dimana penjualannya di Eropa memajukan Belanda. Dengan kopi dan gula sebagai hasil bumi utama, seluruh periode Sistem Tanam Paksa menghasilkan keuntungan sebesar kira-kira 300 juta guilder dari tahun 1840-1859.
Sistem kapitalisme sempat menghilang sejenak ketika masa penjajahan Jepang dan ketika masa pemerintahan Soekarno. Namun, keika Soeharto menjadi presiden yaitu ketika masa Orde Baru, sistem kapitalisme ini mulai kembali muncul di Indonesia. Hal ini ditandai dengan mulai banyaknya pemodal asing yang masuk dan menanamkan modalnya di Indonesia dan mulai bermunculannya bank.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. Runtuhnya Kapitalisme Neo Liberalisme. [serial online] 
Anonim. 2010. Sejarah Singkat Kapitalisme. [serial online]
http://narsismoergosum.blogspot.com/2010/04/sejarah-singkat-kapitalisme.html. [diakses pada tanggal 5 Oktober]
Hendriono. 2011. Sejarah Dan Perkembangan Ekonomi. [serial online]
http://www.hendriono.web.id/2011/04/sejarah-dan-perkembangan-ekonomi.html. [diakses pada tanggal 5 Oktober]