PERKEMBANGAN KAPITALISME
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampuh Dr. Suranto
M. Pd
Paper
Oleh:
NUR
MA’RIFA 120210302087
KELAS
B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1.
Konsep Dasar
Kapitalisme
Kapitalisme
secara etimologi (asal katanya) berasal dari bahasa latin Caput
yang artinya kepala, kehidupan, dan kesejahteraan. Sedangkan kata Isme berarti paham atau ajaran. Makna modal dalam kapital kemudian diinterpretasikan sebagai titik kesejahteraan. Lalu kemudian makna kata Capital berkembang menjadi keuntungan dari setiap transaksi. Interpretasi awal dari kapitalisme adalah proses pengusahaan kesejahteraan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Kapitalisme dapat dipahami sebagai suatu ideologi yang mengagung-agungkan kapital milik perseorangan atau sekelompok kecil, dimana kepemilikan modal ini adalah di atas segala-galanya.
yang artinya kepala, kehidupan, dan kesejahteraan. Sedangkan kata Isme berarti paham atau ajaran. Makna modal dalam kapital kemudian diinterpretasikan sebagai titik kesejahteraan. Lalu kemudian makna kata Capital berkembang menjadi keuntungan dari setiap transaksi. Interpretasi awal dari kapitalisme adalah proses pengusahaan kesejahteraan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Kapitalisme dapat dipahami sebagai suatu ideologi yang mengagung-agungkan kapital milik perseorangan atau sekelompok kecil, dimana kepemilikan modal ini adalah di atas segala-galanya.
Kapitalisme
adalah sistem perekonomian yang menekankan peran Kapital (modal), yakni kekayaan dalam
segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang
lainnya, kapitalisme juga merupakan suatu cara mengadakan produksi dengan dasar
menghadang laba. Menurut
kaum Marxis, kapitalisme adalah suatu sistem pergaulan hidup yang timbul karena
cara produksinya memisahkan
faktor tenaga dari faktor-faktor produksi
lainnya. Beberapa pendapat tentang konsep
Kapitalisme yaitu, antara lain:
1)
Ebenstein (1990), menyebut kapitalisme
sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian.
Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan
individualisme.
2)
Hayek (1978), memandang kapitalisme
sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi.
3)
Ayn Rand (1970),
kapitalisme adalah "a social system
based on the recognition of individual rights, including property rights, in
which all property is privately owned". (Suatu sistem sosial yang
berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana
semua pemilikan adalah milik privat).
4)
Heilbroner (1991), secara dinamis
menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan
logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada
gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan
konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah
"formasi sosial" yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai
oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut
kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif, tradisional,
kapitalisme, post-kapitalisme).
5)
Bagus (1996),
kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal),
yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan
dalam memproduksi barang lainnya. Karena kapitalisme merupakan suatu paham atau
ideologi atau sistem ekonomi yang berbasis pada modal. Bagi kapitalis modal
adalah segalanya.
6)
Dr. Syamsul Hadi, dosen
Hubungan Internasional FISIP UI mengatakan bahwa kapitalisme adalah
suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan modal (kapital) yang
berfungsi sebagai satu sentra dari seluruh kegiatan perekonomian.
Dari berbagai
pengertian diatas dapat kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Kapitalisme
merupakan sitem ekonomi politik yang cenderung kearah pengumpulan kekayaan
secara individu (pemilik modal). Dengan kata lain kapitalisme adalah suatu
paham atau ajaran mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan modal atau
uang. Kapitalisme
memiliki unsur-unsur penting yang saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu:
1) Indivudualisme
Kapitalisme
merupakan suatu paham yang bersifat invidualisme, di mana setiap individu diberi
kebebasan untuk mengembangkan dirinya dan mengaplikasikan ide-idenya dalam bidang
ekonomi. Diharapkan dengan adanya kebebasan ini setiap individu dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya masing-masing. Selain itu, paham
kapitalisme ini juga beranggapan bahwa permasalahan ekonomi suatu Negara dapat
diatasi dengan cara membiarkan setiap individu untuk melakukan kegiatan
ekonomi dan memiliki semuanya, termasuk sumberdaya alam yang seharusnya dikelola
oleh Negara. Dalam kapitalisme, seseorang
menilai dirinya sebagai
individu-individu, yang sendirian dan berjuang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
2) Kompetisi
atau persaingan
Dalam memperoleh
keuntungan seorang individu harus bersaing dengan individu lainnya. Seperti halnya
dalam pasar ekonomi, di mana penjual harus bersaing dengan penjual lainnya
dalam menjual dagangannya. Para pemodal dapat bersaing dengan cara apa pun
terhadap pesaingnya, bahkan dengan cara yang licik
sekalipun. Mereka tidak memperdulikan orang lain karena mereka memfokuskan diri pada bagaimana caranya untuk memeperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Karena kompetisi ini, maka muncullah pasar bebas. Kompetisi merupakan kekuatan inheren dari kapitalisme yang juga membantu kapitalisme untuk bertahan sebagai suatu sistem dari berbagai permasalahan ekonomi yang timbul. Kompetisi meruapkan sifat naluriah seorang manusia, dimana ada pihak yang menang dan ada yang kalah. Setiap individu ingin selalu menang untuk mendapatkan hadiah (keuntungan yang besar). Kemudian pihak yang kalah akan berusaha untuk menjadi pemenang di lain kesempatan dengan melakukan perbaikan pada dirinya terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam persaingan ekonomi ini orang menjadi kreatif untuk menciptakan sesuatu. Namun dalam hal ini hanya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dengan modal atau usaha yang sekecil-kecilnya.
sekalipun. Mereka tidak memperdulikan orang lain karena mereka memfokuskan diri pada bagaimana caranya untuk memeperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Karena kompetisi ini, maka muncullah pasar bebas. Kompetisi merupakan kekuatan inheren dari kapitalisme yang juga membantu kapitalisme untuk bertahan sebagai suatu sistem dari berbagai permasalahan ekonomi yang timbul. Kompetisi meruapkan sifat naluriah seorang manusia, dimana ada pihak yang menang dan ada yang kalah. Setiap individu ingin selalu menang untuk mendapatkan hadiah (keuntungan yang besar). Kemudian pihak yang kalah akan berusaha untuk menjadi pemenang di lain kesempatan dengan melakukan perbaikan pada dirinya terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam persaingan ekonomi ini orang menjadi kreatif untuk menciptakan sesuatu. Namun dalam hal ini hanya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dengan modal atau usaha yang sekecil-kecilnya.
3) Keuntungan
Keuntungan
termasuk dalam salah satu unsur terpenting dalam kapitalisme karena keuntungan merupakan
tujuan atau cita-cita utama dari penganut sistem
kapitalisme. Mereka berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk kehidupan mereka. Hal ini juga sesuai dengan istilah dari kapitalisme itu sendiri, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, yaitu mencapai keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
kapitalisme. Mereka berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk kehidupan mereka. Hal ini juga sesuai dengan istilah dari kapitalisme itu sendiri, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, yaitu mencapai keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
Kapitalisme
dapat di klasifikasikan dalam empat bentuk, yaitu:
1)
Kapitalisme Perdagangan yang muncul pada abad ke-16 setelah dihapusnya sistem
feodal. Dalam sistem ini seorang pengusaha mengangkat hasil produksinya dari
satu tempat ke tempat lain sesuai dengan kebutuhan pasar. Dengan demikian ia berfungsi
sebagai perantara antara produsen dan konsumen.
2)
Kapitalisme
Industri yang lahir karen ditopang oleh kemajuan industri dgn penemuan mesin
uap oleh James Watt tahun 1765 dan mesin tenun tahun 1733. Semua itu telah
membangkitkan revolusi industri di Inggris dan Eropa menjelang abad ke-19.
Kapitalisme industri ini tegak di atas dasar pemisahan antara modal dan buruh
yakni antara manusia dan mesin.
3)
Sistem
Kartel yaitu kesepakatan perusahaan-perusahaan besar dalam
membagi pasaran internasional. Sistem ini memberi kesempatan utk memonopoli
pasar dan pemerasan seluas-luasnya. Aliran ini tersebvar di Jerman dan Jepang.
4)
Sistem
Trust yaitu sebuah sistem yg membentuk satu perusahaan dari
berbagai perusahaan yg bersaing agar perusahaan tersebut lebih mampu berproduksi
dan lebih kuat untuk mengontrol dan menguasai pasar.
Dalam bukunya
Drs. Dwi Suparno (1988;20)
bentuk Kapitalisme dalam sistem kartel dan sistem truts dimasukkan kedalam
Bentuk kapitalisme keuangan. Prinsip-prinsip
dari sistem Kapitalisme adalah
1)
Mencari keuntungan dengan berbagai
cara dan sarana kecuali yg terang-terangan dilarang negara karena merusak masyarakat seperti heroin dan semacamnya.
2)
Mendewakan hak milik pribadi dgn
membuka jalan selebar-lebarnya agar tiap orang mengerahkan kemampuan dan
potensi yg ada utk meningkatkan kekayaan dan memeliharanya serta tidak ada yg
menjahatinya. Karena itu dibuatlah peraturan-peraturan yg cocok utk
meningkatkan dan melancarkan usaha dan tidak ada campur tangan negara dalam
kehidupan ekonomi kecuali dalam batas-batas yg yg sangat diperlukan oleh
peraturan umum dalam rangka mengokohkan keamanan.
3)
Perfect Competition.
4)
Price sistem sesuai dengan tuntutan permintaan dan kebutuhan dan bersandar pada
peraturan harga yang diturunkan
dalam rangka mengendalikan komoditas dan penjualannya.
2.
Perkembangan Kapitalisme
Kapitalisme
muncul di Eropa pada abad ke-16. Kapitalisme muncul dari paham feodalisme di
Eropa. Kapitalisme di Eropa muncul dari pemikiran kaum ilmiah yang pada awalnya
berfikir untuk mensejahterakan kaum buruh. Sejarah kapitalisme
melewati tiga fase sebagai berikut:
a.
Kapitalisme Awal (1500-1750). Kapitalisme pada
fase ini masih mengacu pada kebutuhan pokok yang ditandai dengan hadirnya
industri sandang di Inggris sejak abad XVI sampai abad XVIII. Dan berlanjut
pada usaha perkapalan, pergudangan, bahan-bahan mentah, barang- barang jadi dan
variasi bentuk kekayaan yang lain. Dan kemuadian berubah menjadi perluasan
kapasitas produksi, dan talenta kapitalisme ini yang kemudian hari justru
banyak menelan korban. Di perkotaan, para saudagar kapitalis menjual
barang-barang produksi mereka dalam satu perjalanan dari satu tempat ke tempat
lainnya. Mula-mula mereka menjual barang pada teman sesama saudagar
seperjalanan, lalu berkembang menjadi perdagangan public. Sementara di wilayah
pedesaan saat itu masih cenderung feodalistik. Dalam hal ini Russel
mengemukakan adanya tiga faktor yang menghambat kapitalisme di pedesaan, yaitu:
1)
Tanah yang ada hanya
digunakan untuk bercocok tanam, sehingga hasil produksinya sangat terbatas.
Russel mengusulkan untuk mengubah tanah menjadi sesuatu yang lebih
menguntungkan (profitable). Atau
dengan pengertian lain tanah bias diperjual belikan seperti barang lainnya.
2)
Para petani atau buruh
tani yang masih terikat pada system ekonomi subsistensi. Komentar Russel untuk
hal ini adalah mereka siap unutk dipekerjakan dengan upah tertentu.
3)
Hasil produksi yang
diperoleh petani saat itu hanya sekedar digunakan untuk mencukupi
kebutuhanpribadi. Menurutnya, produksi hasil petani harus ditawarkan ke pasar
dan siap dikonsumsi oleh publik.
b.
Kapitalisme Klasik
Kapitalisme
klasik berlangsung sekitar tahun 1750 sampai tahun 1914. Awal munculnya tahap
ini diawali dengan munculnya revolusi industri di Inggris. Revolusi industri
ini dipicu dengan ditemukannya mesin uap, sehingga mulai muncul mesin-mesin
dengan skala besar untuk membantu memproduksi barang dalam jumlah banyak. Hal
ini menimbulkan
pergeseran dari perdagangan publik ke
perdagangan industri. Pada
fase ini jugalah muncul "bapak kapitalisme", Adam Smith, yang
terkenal dengan
bukunya yang berjudul The Wealth of Nation (1776). Ajaran kapitalisme Adam Smith yang
terkenal dalam buku ini adalah laissez faire dan invisible hand. Laisez faire mengandung
arti bahwa dalam kegiatan perekonomian pemerintah tidak boleh ikut campur.
Sedangkan yang dimaksud dengan invisible hand (tangan gaib) adalah bahwa setiap
individu dibimbing oleh "tangan tak terlihat" dalam merealisasikan
kepentingan dirinya sendiri. Adam Smith mengemukakan 5 teori dasar kapitalisme,
yaitu:
1)
Pengakuan hak milik
pribadi tanpa batas-batas
tertentu.
2)
Pengakuan hak pribadi
untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi.
3)
Pengakuan adanya
motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin.
4)
Kebebasan melakukan
kompetisi.
5)
Mengakui hukum ekonomi
pasar bebas/mekanisme pasar.
c.
Kapitalisme lanjut
(1914-sekarang)
Momentum utama
fase ini adalah terjadinya Perang Dunia I, kapitalisme lanjut sebagai peristiwa
penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran
dominasi modal dari Eropa ke Amerika, ditandai mata uang dolar yang mendominasi
dunia. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa- bangsa di Asia dan Afrika sebagai
ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu
dengan perlawanan. Ketiga, revolusi Bolshevik Rusia yang ingin menghancurkan
institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas
penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan
kemapanan agama.
Kapitalisme
lanjut merupakan fase lanjutan dari kapitalisme industri. Kapitalisme industri
memicu agregasi akumulasi modal bersama yang dikumpulkan melalui pembaruan
perusahaan nasional dan multinasional. Dalam fase ini, kapitalisme bukan semata
lagi hanya mengakumulasi modal tapi lebih dari itu, yaitu investasi. Dalam arti
ini, kapitalisme tidak hanya bermakna konsumsidan produksi belaka, tapi
menabung dan menanam modal sehingga mendapatkan keuntungan berlipat dari sebuah
usaha adalah usaha yang terus ditumbuhkan. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya
didasarkan pada soal faktor produksi tapi juga faktor jasa dan kestabilan
sistem sosial masyarakat.
Oleh sebab itu,
kapitalisme lanjut dengan refleksi sosialnya terus mengembangkan bagaimana
mereka tetap berkembang mendapatkan keuntungan tapi tetap menyediakan lahan
pendapatan yang cukup bagi para konsumen sebagai sekaligus faktor utama
pasarnya. Kapitalisme tahap ini mencapai puncak aktualisasinya melalui proses kewirausahaan
ekonomi yang mencoba mengkombinasikan kembali peran pasar bebas dalam bidang
ekonomi dengan intervensi negara dalam bidang politik.
Faktor
modernisasi dalam wacana kapitalisme lanjut ini tidak terjebak pada dikotomi
kapitalis sebagai pemilik modal dan buruh sebagai faktor produksi melainkan
berlanjut pada wacana bagaimana akhirnya pekerja dihadapkan pada masalah
kepemilikan bersama (share holder) dalam sebuah proses kapitalisasi yang tetap
saja memberikan ruang pada keuntungan dan proses akumulasi investasi. Debat
pembangunan kapitalisme dalam konteks sistem dunia (E. Wallerstein) juga
menambah kompleksitas proses kapitalisme sebagai raksasa ekonomi yang tak
terelakkan. Debat lanjutan kapitalisme dalam konteks globalisme tidak cenderung
menempatkan pada kekuatan sosialisme dan kapitalisme belaka melainkan relasi
interdependen antar pelaku ekonomi yang justru meluas.
Bahkan Anthony
Giddens pernah menyatakan bahwa dinamika kapitalisme sebagai resultante yang
saling terhubung dan tersinergi dalam kapitalisme itu sendiri, industrialisasi,
pengawasan dan kekuatan militer. Kapitalisme
yang dijiwai oleh semangat mencari untung menjadi sumber dinamisme luar biasa,
dan ketika bergandengan dengan industrialisme menghasilkan tahap global
sekarang ini. Dunia yang kita huni sekarang juga dalam pengawasan yang
terus-menerus, mulai di tempat kerja dan merambat pada masyarakat. Negara
meniru pabrik. Gugus institusi ini masih ditambah dengan munculnya kekuatan
militer sebagai penjamin stabilitas ekonomi sebagai syarat mutlak pasar yang
bebas dan tenang. Kapitalisme lanjut semakin matang dengan kemajuan teknologi
informasi yang semakin merangsek kekuatan-kekuatan konvensional pasar
tradisional yang ada.
Perang Dunia
Kedua dan akibatnya, secara tepat mencerminkan kenyataan ini. Amerika Serikat
yang bertambah kaya setelah perang ketika kekuatan imperialis lain rusak hebat,
tanpa diragukan lagi menjadi pemimpin dunia kapitalis. Dekolonisasi
non-revolusioner mengakibatkan timbulkan
neo-kolonialisme dari bentuknya yang klasik, dan dalam perkembangannya di
banyak wilayah di dunia dari empirium lama ke dalam emperium kolonial Amerika
yang baru.
Pengendoran yang
merata dari berbagai kekuatan imperialis lain ini, mengakibatkan kokohnya dan
kemauan untuk menerima hegemoni Amerika
Serikat
atas keseluruhan sistem kapitalis. Secara militer, ini berarti bahwa Amerika Serikat harus memikul
bagian yang lebih besar dari beban “melindungi dunia bebas”, suatu fungsi yang
telah melibatkan dua perang besar (Korea dan Vietnam) dan banyak tindakan
militer atau polisi yang tersebar luas di berbagai bagian dunia.
Keadaan tersebut
tidak berarti tanpa keuntungan-keuntungan ekonomi yang penting bagi
negara-negara maju di Eropa dan Jepang. Mereka dapat bersaing secara efektif
dengan Amerika Serikat dalam pasar dunia
yang sebagian besar ditopang pembiayaan militer Amerika Serikat, tanpa harus bertindak
secara militer. Korporasi-korporasi raksasa mereka telah memberi indikasi yang
makin kuat bahwa mereka mempunyai kekuatan untuk tetap bertahan dalam perlombaan
dan bahkan untuk menembus Amerika Serikat sendiri.
Menurut Sweezy,
tidak banyak diingkari, masa depan kapitalisme akan ditentukan di negara-negara
maju. Karenanya, melalui tindakan yang tepat dari pemerintah dalam kebijakan
fiskal dan moneter serta perencanaan industri, kapitalisme dapat bekerja dengan
baik di Uni Sovyet, Eropa Timur dan Jepang. Jika kebijakan yang sesuai dalam
perdagangan, penanaman modal dan bantuan-bantuan diterapkan bagi negara-negara
terbelakang, maka kapitalisme bukan hanya bertahan di negara-negara maju, namun
juga memungkinkan negara-negara terbelakang memperoleh status sebagai negara
maju. Hanya saja, jika hal itu tidak terlaksana dengan baik, maka revolusi
sosialis proletar yang diprediksi Marxis klasik akan terjadi di negara-negara
maju.
Pada
perkembangannya, sepuluh tahun antara 1958 dan 1968, terlihat kemajuan
signifikan terhadap perbandingan konsentrasi jumlah sektor industri. Pada
beberapa sektor, seperti koran dan film, konsentrasi telah terjadi sebelum
tahun 1950-an. Seperti diungkapkan Kenneth George, pada masa tersebut,
rata-rata rasio konsentrasi industri meningkat dari 56.6% ke 65.5%. Meski,
betatapapun, penggambaran rata-rata tersebut terdapat variasi signifikan. Dalam sistem kapitalis
kesempatan korporasi untuk bertahan dan tumbuh tergantung pada kemampuannya
untuk mempertahankan dan meningkatkan keuntungan. Sejak awal 1960-an, telah
tendensi yang konsisten terhadap penurunan keuntungan. Yang membuat perusahaan-perusahaan
makin mengecil. Berhadapan dengan krisis keuntungan berkelanjutan,
diversifikasi menawarkan satu strategi untuk mempertahankan keuntungan.
Developmentalisme
Globalisasi
kegiatan ekonomi dan persoalan pengelolaannya sering dianggap baru muncul
setelah Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1960-an. Masa sesudah tahun
1960-an adalah masa munculnya perusahaan multinasional (MNC) dan berkembangnya
perdagangan internasional. Kemudian, setelah sistem nilai tukar setengah-tetap
Bretton Woods ditinggalkan pada tahun 1971-1973, investasi dalam bentuk
surat-surat berharga internasional dan pemberian kredit oleh bank mulai
berkembang dengan cepat, seiring dengan meluasnya pasar modal ke seluruh dunia,
yang menambah rumit hubungan ekonomi internasional dan membuka jalan bagi
globalisasi ekonomi dunia yang terintegrasi dan saling tergantung.
Pada fase pasca
PD II, strategi ekonomi politik yang dilancarkan oleh AS dan para sekutunya
adalah strategi Developmentalisme yang arinya paham akan pembangunan, untuk mengamankan
investasi modalnya, kapitalisme internasional memberikan dukungan bagi
orang-orang kuat di sejumlah negara dunia ketiga yang berasal dari jajaran
militernya. Di Amerika Latin kita jumpai sejumlah regime yang dipimpin oleh
militer (otoriter), di Asia Tenggara dan Selatan juga dijumpai regime otoriter
yang kebanyakan dipimpin oleh militer. Militer pada zaman ini adalah anak emas
yang dibesarkan oleh kapitalisme dengan tujuan mengamankan investasi modal.
Pada fase ini (1960-1970-an) dekolonialisasi ditawarkan pada sejumlah
Negara-negara jajahan Eropa Barat dan Amerika Serikat di Asia, Afrika dan
Pasifik serta sebagian Negara-negara Amerika Latin. Akhirnya, globalisasi
adalah bentuk baru hegemoni ekonomi, legitimasi baru terhadap pasar, kompetisi
dan profit. Setelah dekolonisasi dan runtuhnya blok sosialis, globalisasi
menjadi bentuk baru hegemoni atas nama pasar bebas, revolusi informasi, dunia
sebagai satu dunia dan lain sebagainya. Akhir sejarah juga merupakan legitimasi
baru kapitalisme setelah runtuhnya komunisme, seolah-olah sejarah berhenti dan
waktunya habis. Revolusi informasi merupakan dalih baru untuk menyatukan dunia
atas nama tekhnologi komunikasi baru, dunia sebagai satu desa dan hukum pasar.
Globalisasi
Globalisasi
adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dalam saling keterhubungan
dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Paham yang demikian itu
disebut globalisasi atau neo-liberalisme. Beberapa faktor pendorong globalisasi
yaitu: Pertama, kekuatan kaum kapitalis internasional, yaitu Negara-negara
imperialis pusat, Negara menjadi motor penggerak globalisasi karena ia memiliki
kekuasaan dalam mengatur formulasi strategis globalisasi, alokasi sumber daya
ekonomi pada aktor-aktor global termasuk MNC. MNC yang mampu beroperasi hampir
di seluruh dunia, dan merupakan sumber kekuatan dari globalisasi itu sendiri
dikemudian hari yang pada akhirnya peran MNC dalam dinamika globalisasi ini
begitu kuatnya seolah-olah MNC telah menjadi parasit yang memakan induk
semangnya dan menjadi lebih kuat dan lebih besar. Kekuatannya ini didukung oleh
Bretton Woods Institution, yaitu: Bank Dunia (World Bank, Dana Moneter
Internasional (IMF) dan GATT/WTO kemudian diaplikasikan pada tiga sistem yaitu
liberalisasi perdagangan, keuangan, investasi. Kedua, perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, khususnya di bidang telekomunikasi. Ketiga,
dukungan pemerintah Negara-negara sedang berkembang (NSB) terhadap ekspansi
kaum kapitalis internasional di Negara mereka.
Dampak
perkembangan konstelasi politik-ekonomi internasional adalah efek globalisasi
yang telah masuk ke segala sendi kehidupan manusia di dunia internasional.
Dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan telah timbul berbagai masalah.
Ternyata perkembangan ilmu pengetahuan tidak mampu mengatasi, jurang yang besar
antara Negara kaya dan miskin, masyarakat marginal, kelaparan, kemiskinan
internasional, dan masalah perkembangan indigeneous technology di dunia ketiga. Jelaslah bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan, dinamik yang menguasai jurusan-jurusan
pertumbuhannya serta pilihan-pilihan masalahnya seperti juga tekhnologi, tidak
berdiri sendiri, merupakan bagian dari sistem sosial, lengkap dengan
tujuan-tujuan, kepentingan, prioritas, serta sistem nilainya. Oleh karena itu
pilihan tekhnologi tidak boleh diambil hanya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan mengenai implikasi sosialnya.
Dalam hal ini
ilmu pengetahuan dalam bidang tekhnologi informasi memberikan pengaruh yang
sangat besar dalam perkembangan globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan
krisis di masyarakat kapitalisme. Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang
masyarakat kapitalisme, penulis paparkan lebih mendetail perihal relasi Negara,
globalisasi dan logika neo-liberalisme. Karena paham tersebut merupakan sebuah
ideologi sebagai dampak dari krisis kapitalisme. Dan tentunya seluruh sistem
sosial. Globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor-aktor globalisasi yakni
perusahaan-perusahaan transnasional (TNC, Trans-National Corporations) dan Bank
Dunia/IMF melalui kesepakatan yang dibuat di World Trade Organization (WTO,
Organisasi Perdagangan Dunia) sesungguhnya dilandaskan pada suatu ideologi yang
dikenal dengan sebutan “neo-liberlisme”.
Neo-liberalisme
pada dasarnya tidak ada bedanya dengan liberalisme. Para penganut
neo-liberlisme percaya bahwa pertumbuhan ekonomi adalah hasil normal “kompetisi
bebas”. Mereka percaya bahwa “pasar
bebas” itu efisien, dan cara
yang tepat untuk mengalokasikan sumberdaya alam yang langka untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Harga barang dan jasa menjadi indikator apakah sumberdaya
telah habis atau masih banyak. Kalau harga murah, berarti persediaan memadai.
Harga mahal artinya produksinya mulai langka. Harga tinggi maka orang akan
menanam modal ke sana. Oleh sebab itu, harga menjadi tanda apa yang harus
diproduksi. Itulah alasan mengapa neo-liberalisme tidak ingin pemerintah ikut
campur tangan dalam ekonomi. “Serahkan saja pada mekanisme dan hukum pasar”,
demikian keyakinan mereka. Keputusan individual atas interes pribadi diharapkan
mendapat bimbingan dari invisible hand (tangan yang tidak tampak), sehingga
masyarakat akan mendapat berkah dari ribuan keputusan individual tersebut.
Kekayaan yang
dikuasai oleh segelintir orang tersebut pada akhirnya akan trickle down
(menetes ke bawah) kepada anggota masyarakat yang lain. Oleh karena itu sedikit
orang tersebut perlu difasilitasi dan dilindungi. Kalau perlu jangan dipajaki.
Krisis berkepanjangan yang menimpa kapitalisme awal abad 19, yang berdampak
depresi ekonomi 1930-an berakibat tenggelamnya paham liberalisme. Pendulum
beralih memperbesar pemerintah sejak Roosevelt dengan “New Deal” tahun 1935.
Tetapi dalam perjalanan kapitalisme, di akhir abad 20 pertumbuhan dan akumulasi
kapital menjadi lambat. Kapitalisme memerlukan strategi baru untuk mempercepat
pertumbuhan dan akumulasi kapital. Strategi yang ditempuh adalah menyingkirkan
segenap rintangan investasi dan pasar bebas, dengan memberlakukan perlindungan
hak milik intelektual, good governance (pemerintahan yang baik), penghapusan
subsidi dan program proteksi rakyat, deregulasi, penguatan civil society,
program anti-korupsi, dan lain sebagainya. Untuk itu diperlukan suatu tatanan
perdagangan global, dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan.
Dengan demikian
globalisasi pada dasarnya berpijak pada kebangkitan kembali paham liberalisme,
suatu paham yang dikenal sebagai neo-liberalisme. Neo-liberalisme sesungguhnya
ditandai dengan kebijakan pasar bebas, yang mendorong perusahaan swasta dan
pilihan konsumen, penghargaan atas tanggungjawab personal dan inisiatif
kewiraswastaan, serta menyingkirkan birokrat dan “parasit” pemerintah, yang
tidak akan pernah mampu meskipun dikembangkan. Aturan dasar kaum neo-liberal
adalah “Liberalisasikan perdagangan dan keuangan”, “Biarkan pasar menentukan harga”,
“Akhiri inflasi, Stabilisasi ekonomi-makro, dan privatisasi”, “Pemerintah harus
menyingkir dari menghalangi jalan”. Paham inilah yang saat ini mengglobal
dengan mengembangkan “consensus”
yang dipaksakan yang dikenal dengan “Globalisasi”, sehingga terciptalah suatu
tata dunia. Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal “The Neo-Liberal Washington Consensus”, yang
terdiri dari para pembela ekonomi swasta terutama wakil dari
perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol dan menguasai ekonomi internasional
dan memiliki kekuasaan untuk mendominasi informasi kebijakan dalam membentuk
opini publik.
Pokok-pokok
pendirian neo-liberal meliputi, pertama, bebaskan perusahaan swasta dari campur
tangan pemerintah, misalnya jauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang
perburuhan, investasi, harga serta biarkan perusahaan itu mangatur diri sendiri
untuk tumbuh dengan menyediakan kawasan pertumbuhan. Kedua, hentikan subsidi
Negara kepada rakyat karena bertentangan dengan prinsip pasar dan persaingan bebas.
Negara harus melakukan swastanisasi semua perusahaan Negara, karena perusahaan
Negara dibuat untuk melaksanakan subsidi Negara pada rakyat. Ini juga
menghambat persaingan bebas. Ketiga, hapuskan ideologi “kesejahteraan bersama”
dan pemilikan komunal seperti yang masih banyak dianut oleh masyarakat
“tradisional” karena menghalangi pertumbuhan. Serahkan manajemen sumberdaya
alam kepada ahlinya, bukan kepada masyarakat “tradisional” (sebutan bagi
masyarakat adaptif) yang tidak mampu mengelola sumberdaya alam secara efisien
dan efektif.
3.
Perkembangan
Kapitalisme Di Indonesia
Indonesia
yang saat ini menganut Demokrasi Pancasila, tak urung dari sistem kapitalisme
yang terus berkembang. Kapitalisme erat hubungannya dengan proses-proses
ekonomi dan pengindustrian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kapitalisme
berarti sistem dan paham ekonomi yang modalnya bersumber pada modal pribadi
atau modal perusahaan swasta, dengan ciri persaingan dalam pasar bebas. Sistem
kapitalisme di Indonesia tidak tumbuh begitu saja, melainkan melalui perjalanan
sejarah yang panjang. Seiring dengan perkembangan kapitalisme, rakyat Indonesia
pun dapat menilai bagaimana kapitalisme menguntungkan maupun merugikan bangsa
ini. Dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan bagaimana susunan kapital
Indonesia berkembang pada awalnya, perkembangan kapitalisme setelah Indonesia
merdeka, serta bagiamana perkembangan kolonial memengaruhi struktur kapital
pasca Indonesia merdeka.
Kapitalisme
awalnya tumbuh dan berasal dari Amerika Utara dan Eropa. Menurut Tan Malaka
(2008:45), sistem kapitalisme di Indonesia masih muda atau masih prematur
karena negara Indonesia baru menggunakan mesin untuk proses industri seperempat
abad belakangan ini. Susunan kapital Indonesia yang prematur ini dikarenakan
penjajah yang terlalu lama mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia, sehingga
orang Indonesia belum dapat menggunakan sumber daya alamnya dengan maksimal.
Terdapat beberapa faktor internal yang juga memengaruhi prematurnya sistem
kapitalisme di Indonesia. Faktor perbedaan bentang alam Indonesia, misalnya.
Pulau Jawa memiliki lebih banyak lahan pertanian dan Pulau Sumatera memiliki
lebih banyak lahan yang mengandung sumber daya alam, seperti besi dan minyak
tanah. Dengan demikian, mesin perindustrian modern yang kini lebih berkembang
di Pulau Jawa, sesungguhnya lebih tepat jika digunakan untuk mengembangkan
Pulau Sumatera.
Selain
itu, sistem kapitalis menyebabkan perpindahan penduduk. Penduduk yang tadinya
berada di desa berpindah ke kota karena tingginya tingkat kebutuhan tenaga
kerja di kota-kota besar. Hal ini menyebabkan pertumbuhan kapitalisme di
Indonesia tidak merata. Susunan kapitalisme Indonesia selanjutnya terus
berkembang, namun tidak secara alami (Malaka, 2008:48). Berbeda dengan Amerika
Utara dan Eropa yang kapitalismenya muncul dan berkembang secara alami,
perkembangan kapitalisme di Indonesia disebabkan oleh pengaruh penjajah asing
yang mengeksploitasi kekayaan Indonesia untuk memuaskan kepentingan pihak asing
tersebut. Hal ini menghasilkan kemajuan ekonomi Indonesia yang tidak teratur
seperti semestinya. Sampai saat ini, Indonesia belum dapat menghasilkan
barang-barang untuk penduduknya sendiri maupun untuk perdagangan luar negeri.
Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah tangga, serta bahan-bahan produksi yang
dipakai oleh rakyat Indonesia mayoritas tidak dibuat oleh tangan sendiri
(Malaka, 2008:49).
Kemerdekaan
yang diperoleh bangsa Indonesia tak lantas membuat kapitalisme di Indonesia
hilang. Pada masa kemerdekaan dan pada masa Orde Lama, ekonomi Indonesia lemah.
Oleh sebab itu, pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto dengan rezimnya
menerapkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk pembangunan nasional dan
kesejahteraan ekonomi. Dalam praktiknya, rezim Soeharto membuat kapitalisme di
Indonesia semakin kuat. Pembangunan besar-besaran membuat para investor asing
tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Tatanan
Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto mencerminkan suatu bentuk
pemerintahan oligarki yang menempatkan golongan-golongan dengan power yang kuat
atau penguasa sebagai pengambil keuntungan untuk memenuhi kepentingannya
(Robinson & Hadiz, 2004:42-3). Dalam KTT APEC di Bogor tahun 1994, Presiden
Soeharto menyatakan bahwa siap atau tidak siap, Indonesia akan memasuki
perdagangan bebas. Momentum inilah yang menjadi cikal bakal perdagangan bebas
di Indonesia hingga kini. Para investor asing yang membanjiri pasar usaha
Indonesia semakin mendesak para investor pribumi. Persaingan serta sistem
pemerintahan oligarki menjadi sebab terjadinya krisis ekonomi dan inflasi di
tahun 1997-1998, hingga akhirnya Presiden Soeharto mundur dari jabatannya
(Pusat Penelitian Politik, 2009), meninggalkan jejak-jejak kapitalisme di
Indonesia.
Kapitalisme
yang terus bertumbuh di Indonesia ini, tidak lepas dari pengaruh kolonialisme
Belanda. Kedatangan VOC sampai pada masa diberlakukannya sistem tanam paksa
merupakan akar dari kapitalisme di Indonesia. Kekejaman sistem tanam paksa yang
dilakukan Belanda merupakan bentuk dari praktik kapitalisme, yakni Belanda yang
memeras kekayaan pribumi demi memenuhi kepentingan pemeritahannya pada saat
itu. Keadaan yang demikian disebut sebagai politik perampok bangsa Belanda.
Politik tersebut pula yang kemudian memusnahkan benih-benih industri bumiputera
modern (Malaka, 2008:49). Setelah sistem tanam paksa dihapuskan dan setelah
kemerdekaan, kapitalisme di Indonesia berkembang dengan bentuk imperialisme
baru.
Modal-modal
asing mulai masuk ke Indonesia pada masa Orde Baru, yang setelah beberapa waktu
menimbulkan kesenjangan antara masyarakat yang memiliki modal dengan yang tidak
memiliki modal. Meskipun perkembangan pembangunan dan ekonomi Indonesia semakin
maju, banyak dampak negatif yang bahkan dapat dirasakan sampai sekarang. Di
antaranya kesenjangan kelas-kelas sosial dan efek penyelewengan yang dilakukan
oleh Soeharto. Banyaknya modal yang masuk membuat Soeharto memakai uang
tersebut bukan lagi untuk rakyat melainkan untuk kepentingannya sendiri.
Pemikiran kolonialisme yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan
memiskinkan pihak-pihak yang lain mencerminkan dipengaruhinya kapitalisme
Indonesia oleh kolonialisme Belanda.
Sampai
saat ini, kapitalisme masih terus berkembang di Indonesia. Kekayaan sumber daya
Indonesia masih dieksploitasi oleh negara-negara lain. Selain itu, terdapat
banyak fenomena yang menggambarkan bahwa kapitalisme masih eksis di Indonesia,
di antaranya banyak pemilik modal yang mengeruk kekayaan untuk kepentingannya
sendiri sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin besar antara kelas-kelas
sosial yang ada. Penulis menyimpulkan bahwa pada awalnya, struktur kapital di
Indonesia masih prematur atau rentan. Seiring berjalannya waktu, serta dengan
pengaruh yang datang dari luar maupun dalam Indonesia, kapitalisme terus
berkembang, bahkan sampai saat ini. Salah satu faktor yang memengaruhi
berkembangnya pemikiran dan praktik kapitalisme adalah “contoh” yang dapat kita
lihat pada masa penjajahan Belanda. Menurut penulis, perkembangan kapitalisme
pada zaman modern ini juga terjadi karena pengaruh neoliberalisme yang semakin
kuat. Gencarnya pasar bebas dan masalah Freeport adalah beberapa contoh semakin
berkuasanya modal asing di Indonesia
4.
Pengaruh Kapitalisme Terhadap Peradaban Manusia Internasional
Maupun Nasional Atau Lokal
Pada
masanya, Kapitalisme awal dimunculkan oleh penemuan mesin uap di Inggris yang
mendorong proses industrialisasi secara besar-besaran. Ketika mesin-mesin
industri di Eropa Barat berkembang dengan sangat cepat, terjadilah sebuah
proses eksploitasi besar-besaran dalam sejarah peradaban manusia melalui proses
kolonisai. Trilogi 3G yaitu: Gold, Glory dan Gospel adalah trilogi
kapitalisme yang dimungkinkan oleh meledaknya proses industrialisasi di
Inggris. Trilogi ini muncul, bukan karena kebaikan hati orang barat untuk
menyebarkan kebiakan (Injil) kepada manusia dibelahan dunia lain, tetapi hanya
dipicu oleh tiga kebutuhan pokok: yaitu: pertama; eksploitasi sumber daya alam
di wilayah-wilayah lain yang lebih kaya, kedua; penyerapan tenaga kerja yang
lebih murah (ingat perbudakan modern) dan ketiaga; penciptaan pasar untuk
mengambil keuntungan dari proses industrialisasi yang maju pesat di Eropa
Barat.
Pada
masa sekarang, metodologi penjajahan atau penghisapan sudah tidak dilakukan
dengan menggunakan model fisik seperti pada jaman kolonialisme. Dalam
perkembangannya, kapitalisme menggunakan model yang lebih halus dengan didukung
oleh institusi atau instrumen eksploitasi yang lebih rapi, tersistem dengan
menggunakan aturan hukum yang fleksibel berdasarkan kemauan para.kapitalis. Bank Dunia, WTO dan IMF,
sekedar untuk menunjukkan contoh, adalah alat-alat legal yang dimiliki oleh
negara-negara industri maju untuk mendikte negara berkembang dan miskin untuk
mengamini pola konsumtif mereka yang tidak terkontrol. Proses eksploitasi
sumber daya alam yang tak terkontrol dibekingi oleh industrialisasi modern di
negara-negara maju menghasilkan fatamorgana kemanusiaan yang paling suram:
kemiskinan bagi pemilik sumber daya alam (negara berkembang dan maju) dan
kerusakan bumi akibat sikap serakah eksploitasi pemilik modal besar yang dimiliki negara-negara industri maju.
Masalahnya
dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam era revolusi industri,
kapitalisme didefinisikan sebagai paham yang mau melihat serta memahami proses
pengambilan dan pengumpulan modal balik (tentu saja yang sudah dikumpulkan
secara akumulatif) yang diperoleh dari setiap transaksi komoditas ekonomi. Pada
saat itu pula, kapitalisme tidak hanya dilihat sebagai ideologi teoritis tapi
berkembang menjadi paham yang mempengaruhi perilaku ekonomi manusia.
Pengaruh Paham Kapitalisme di Indonesia
Masuknya
Sistem Ekonomi Kapitalis di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan Belanda,
dimana para penduduk pribumi (Indonesia) dijadikan buruh di negerinya sendiri.
Saat itu, para penjajah menggunakan sistem tanam paksa dimana para penduduk
dipaksa untuk bekerja diperkebunan-perkebunan yang memililki nilai jual tinggi.
Para penjajah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeruk kekayaan alam
bangsa Indonesia dengan modal yang sedikit, yaitu dengan menggunakan tenaga
kerja dari Indonesia untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sistem Tanam Paksa,
dimana pemerintah kolonial mengorganisasi sebuah sistem produksi hasil bumi (cash-crop)
untuk ekspor, membawa evolusi industri perkebunan yang membentuk sejarah
Indonesia sebagai sebuah negara eksportir bahan mentah untuk abad selanjutnya.
Dari menjadi sumber bahan mentah untuk kapitalisme perdagangan, Hindia Timur
perlahan-lahan menjadi sumber bahan mentah untuk kapitalisme industrial.
Sistem Tanam Paksa, sebuah sistem dimana Belanda
memaksa petani Indonesia untuk menanam hasil bumi untuk eskpor adalah sebuah sistem yang memberikan basis
untuk kemajuan ekonomi di Belanda. Sistem ini adalah sebuah eksploitasi
kolonial yang klasik. Tujuan utamanya untuk meningkatkan kapasitas produksi
pertanian (terutama di pulau Jawa) guna kepentingan penbendaharaan Belanda.
Sistem ini adalah satu kesuksesan yang besar dari sudut pandang kapitalisme
Belanda, menghasilkan produk ekspor tropikal yang sangat besar jumlahnya,
dimana penjualannya di Eropa memajukan Belanda. Dengan kopi dan gula sebagai
hasil bumi utama, seluruh periode Sistem Tanam Paksa menghasilkan keuntungan
sebesar kira-kira 300 juta guilder dari tahun 1840-1859.
Sistem
kapitalisme sempat menghilang sejenak ketika masa penjajahan Jepang dan ketika
masa pemerintahan Soekarno. Namun, keika Soeharto menjadi presiden yaitu ketika
masa Orde Baru,
sistem kapitalisme ini mulai kembali muncul di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan mulai banyaknya pemodal asing yang masuk dan menanamkan modalnya di
Indonesia dan mulai bermunculannya bank. Pada masa ini sistem kapitalisme
muncul dengan cara halus, tidak seperti pada zaman penjajahan Belanda.
Sistem
kapitalisme ini semakin berkembang meskipun Indonesia sempat mengalami krisis
yang sangat dahsyat sekitar tahun 1998. Dalam perkembangan sitem kapitalisme
ini, telah banyak perusahhaan BUMN yang seharusnya mengelola hajat hidup orang
banyak mulai dimiliki oleh swasta. Selain itu, dengan masuknya para pemodal
asing, maka hutang luar negeri bangsa Indonesia pun mulai meningkat. Hingga
sekarang pun hutang luar negeri bangsa Indonesia masih tinggi. Bahkan ketiak
seorang bayi lahir pun sudah menanggung hutang sebesar Rp. 7 juta. Masuknya kapitalisme ke
Indonesia ini dapat kita lihat dari beberapa indikator, yaitu:
1.
Dihapuskannya
berbagai subsidi untuk masyarakat secara bertahap. Sehingga harga
dari barang-barang strategis ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar.
2.
Nilai kurs
rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap. Sehingga besar kecilnya
kurs rupiah akan ditentukan oleh mekanisme pasar.
3.
Perusahaan
BUMN mulai beralih ke tangan swasta. Sehingga peran pemerintah semakin
berkurang.
4.
Keikutserataan
bangsa Indonesia dalam kancah WTO dan perjanjian GATT semakin menunjukkan
komitmen bangsa Indonesia dalam tata liberalisme dunia.
Alasan saya setuju dengan pelaksanaan sistem kapitalisme di Indonesia
karena dengan pelaksanaan sistem tersebut tujuan utamanya untuk
meningkatkan kapasitas produksi pertanian (terutama di pulau Jawa) guna
kepentingan penbendaharaan Belanda. Sistem ini adalah satu kesuksesan yang
besar dari sudut pandang kapitalisme Belanda, menghasilkan produk ekspor
tropikal yang sangat besar jumlahnya, dimana penjualannya di Eropa memajukan
Belanda. Dengan kopi dan gula sebagai hasil bumi utama, seluruh periode Sistem
Tanam Paksa menghasilkan keuntungan sebesar kira-kira 300 juta guilder dari
tahun 1840-1859.
Sistem
kapitalisme sempat menghilang sejenak ketika masa penjajahan Jepang dan ketika
masa pemerintahan Soekarno. Namun, keika Soeharto menjadi presiden yaitu ketika
masa Orde Baru,
sistem kapitalisme ini mulai kembali muncul di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan mulai banyaknya pemodal asing yang masuk dan menanamkan modalnya di
Indonesia dan mulai bermunculannya bank.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. Runtuhnya Kapitalisme Neo Liberalisme.
[serial online]
http://www.eramuslim.com/berita/analisa/runtuhnya-kapitalisme-neo-liberal.htm. [diakses pada tanggal 5 Oktober 2014]
Anonim. 2010. Sejarah Singkat Kapitalisme. [serial
online]
http://narsismoergosum.blogspot.com/2010/04/sejarah-singkat-kapitalisme.html. [diakses
pada tanggal 5 Oktober]
Hendriono. 2011. Sejarah Dan Perkembangan Ekonomi.
[serial online]
http://www.hendriono.web.id/2011/04/sejarah-dan-perkembangan-ekonomi.html. [diakses pada tanggal 5 Oktober]