PERKEMBANGAN
BERFIKIR KRITIS DALAM PROSES PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Kependidikan
Dosen Pengampuh Dr.
Suranto, M. Pd
Makalah
Oleh:
NUR MA’RIFA 120210302087
KELAS B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran, nampaknya belum
banyak guru yang menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa untuk
melakukan proses berpikir kritis. Hal ini terlihat dari kegiatan guru dan siswa
pada saat kegiatan belajar-mengajar. Guru menjelaskan apa-apa yang telah
disiapkan dan memberikan soal latihan yang bersifat rutin dan prosedural. Siswa
hanya mencatat atau menyalin dan cenderung menghafal tanpa makna dan
pengertian. Strategi yang paling sering dilakukan guru untuk mengaktifkan
siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas, yaitu dari
guru ke siswa dan dari siswa ke guru.
Pott (1994) menyatakan ada tiga strategi
spesifik untuk pembelajaran kemampuan berpikir kritis, yakni membangun kategori,
menentukan masalah, dan menciptakan lingkungan yang mendukung (fisik dan
intelektual). Metode pembelajaran yang mempunyai karakteristik tersebut
diantaranya pembelajaran penemuan. Hal ini didasarkan pada proses pembelajaran
penemuan yang digambarkan Veermans (Lakkala, Ilomakki, dan Veermans, 2003)
yaitu orientasi, menyusun hipotesis, menguji hipotesis, membuat kesimpulan dan
mengevaluasi (mengontrol). Rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran
penemuan merupakan aktivitas dalam berpikir kritis. Dengan demikian proses
belajar matematika dengan penemuan dapat merangsang siswa untuk berpikir
kritis.
Upaya pembenahan dalam rangka meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dengan pembelajaran penemuan difokuskan pada
pemberian kesempatan siswa untuk membangun pengetahuan secara aktif artinya
pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa baik secara
individu maupun kelompok dengan menggunakan belajar kooperatif. Hal ini
dikarenakan pendidikan merupakan proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa adanya
interaksi antar siswa (Lie, 2004). Aktivitas belajar dan bekerja secara
kooperatif dalam kelompok kecil dapat mengakomodasi perkembangan kemampuan
berpikir kritis matematis.
Kemampuan dalam berpikir kritis
memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam
menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh
sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah
atau pencarian solusi, dan pengelolaan proyek.Pengembangan kemampuan berpikir
kritis merupakan integrasi beberapa bagian pengembangan kemampuan, seperti
pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian, pengambilan keputusan,
dan persuasi. Semakin baik pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan
semakin dapat mengatasi masalah-masalah atau proyek komplek dan dengan hasil
yang memuaskan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas saya
dapat mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apakah
hakekat dari berfikir kritis?
2) Faktor-faktor
apa sajakah yang mempengaruhi berfikir kritis?
3) Bagaimanakah
cara mengembangkan berfikir kritis?
4) Bagaimanakah
cara menerapkan berfikir kritis dalam proses pembelajaran sejarah?
1.3 Tujuan
Dari latar belakang dan rumusan
masalah diatas saya dapat menyimpulkan tujuan dari pembuatan makalah ini
sebagai berikut:
1) Dapat
mengetahui apakah hakekat dari berfikir kritis.
2) Dapat
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi cara berfikir kritis.
3) Dapat
mengetahui dan memahami bagaimana cara mengembangkan berfikir kritis.
4) Dapat
mengetahui dan memahami bagaimana cara menerapkan berfikir kritis dalam proses
pembelajaran sejarah.
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1 Hakekat
Berfikir Kritis
Berpikir kritis (critical thinking) adalah proses
mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa
didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Arthur
L. Costa (1985:310) menggambarkan bahwa berpikir kritis adalah: "using basic thinking processes to analyze
arguments and generate insight into particular meanings and interpretation;
also known as directed thinking". R. Matindas (1996:71) menyatakan
bahwa "Berpikir kritis adalah aktivitas mental yang dilakukan untuk
mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya evaluasi berakhir dengan
putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan kebenaran pernyataan yang
bersangkutan".
Steven
(1991) memberikan pengertian berpikir kritis yaitu berpikir dengan benar dalam
memperoleh pengetahuan yang relevan dan reliable. Berpikir kritis adalah
berpikir nalar, reflektif, bertanggung jawab, dan mahir berpikir. Dari
pengertian Steven tersebut, seseorang yang berpikir dengan kritis dapat
menentukan informasi yang relevan. Berpikir kritis merupakan kegiatan memproses
informasi yang akurat sehingga dapat dipercaya, logis, dan kesimpulannya
meyakinkan, dan dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab. Seseorang yang
berpikir kritis dapat bernalar logis dan membuat kesimpulan yang tepat.
Memang banyak cara kita dalam
mendefinisikan berpikir kritis, misalnya Dewey mengartikan berpikir kritis
sebagai "... essentially problem
solving"; Ennis (dalam L.Costa,1985): "the process of reasonably deciding what to believe"; atau juga
dapat didefinisikan sebagai :"... a
search for meaning, not the acquisition of knowledge" (Arendt,1977).
Ennis (dalam L.Costa,1985) dalam bentuk working definition menggambarkan bahwa
: "critical thinking is reasonable,
reflective thinking that is focused on deciding what to believe". Gega
(1977:78) Orang yang berpikir kritis adalah ".... who base sugesstion and conclusions on evidence ..." yang
ditandai dengan menggunakan bukti untuk mengukur kebenaran kesimpulan,
menunjukkan pendapat yang kadang kontradiktif dan mau mengubah pendapat jika
ternyata ada bukti kuat yang bertentangan dengan pendapatnya. Senada dengan apa
yang dikemukakan Gega, The Statewide History-social science Assesment Advisory
commitee (USA) mendefinisikan berpikir kritis sebagai " ... those behaviors associated with deciding
what to believe and do".
Proses
berpikir kritis dapat digambarkan seperti metode ilmiah. Steven (1991)
mengutarakan bahwa berpikir kritis adalah metode penyelidikan ilmiah, yaitu
mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, mencari dan mengumpulkan
data-data yang relevan, menguji hipotesis secara logis dan evaluasi serta
membuat kesimpulan yang reliable. Krulik dan Rudnick (1993)
mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji, menghubungkan, dan
mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir
kritis adalah mengelompokan, mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis
informasi. Berpikir kritis memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan
mengidentifikasi materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan. Hal ini
juga berarti dapat menggambarkan kesimpulan dengan sempurna dari data yang
diberikan, dapat menentukan ketidakkonsistenan dan kontradiksi di dalam
kelompok data. Berpikir kritis adalah analitis dan reflektif.
Menurut
Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk
membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini
atau melakukan sesuatu. Dari definisi Ennis tersebut dapat diungkapkan beberapa
hal penting. Berpikir kritis difokuskan ke dalam pengertian sesuatu yang penuh
kesadaran dan mengarah pada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis akhirnya
memungkinkan kita untuk membuat keputusan.
R. Matindas Juga mengungkapkan bahwa
banyak orang yang tidak terlalu membedakan antara berpikir kritis dan berpikir
logis padahal ada perbedaan besar antara keduanya yakni bahwa berpikir kritis
dilakukan untuk membuat keputusan sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan
untuk membuat kesimpulan. Pada dasarnya pemikiran kritis menyangkut pula
pemikiran logis yang diteruskan dengan pengambilan keputusan.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat
dikatakan bahwa berpikir kritis itu meliputi dua langkah besar yakni melakukan
proses berpikir nalar (reasoning) dan
diikuti dengan pengambilan keputusan atau pemecahan masalah (deciding atau problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa
kemampuan yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan
reflektif), seseorang tidak dapat melakukan proses berpikir kritis secara
benar. Berpikir kritis berfokus pada
apakah meyakini atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa yang
berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru.
Siswa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk
memperoleh kebenaran.
Berpikir kritis mengandung aktivitas
mental dalam hal memecahkan masalah, menganalisis asumsi, memberi rasional,
mengevaluasi, melakukan penyelidikan, dan mengambil keputusan. Dalam proses
pengambilan keputusan, kemampuan mencari, menganalisis
dan mengevaluasi informasi sangatlah penting. Orang yang
berpikir kritis akan mencari, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat
kesimpulan berdasarkan fakta kemudian melakukan pengambilan keputusan. Ciri
orang yang berpikir kritis akan selalu mencari dan memaparkan hubungan antara
masalah yang didiskusikan dengan masalah atau pengalaman lain yang
relevan. Berpikir kritis juga merupakan proses terorganisasi dalam
memecahkan masalah yang melibatkan aktivitas mental yang mencakup kemampuan: merumuskan masalah, memberikan argumen,
melakukan deduksi dan induksi, melakukan evaluasi, dan mengambil keputusan.
Menurut Ruland (2003:1-3) berpikir
kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada suatu standar yang disebut
universal intelektual standar. Universal intelektual standar adalah
standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk
mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau
situasi-situasi tertentu. Universal intelektual standar meliputi: kejelasan (clarity),
keakuratan, ketelitian, kesaksamaan (accuracy), ketepatan (precision),
relevansi, keterkaitan (relevance), kedalaman (depth).
Ciri-Ciri
Berfikir Kritis
Ciri-ciri
berpikir kritis menurut Cece Wijaya (1996: 72) adalah (1) Pandai
mendeteksi masalah; (2) Mampu
membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan; (3) Mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat; (4) Mampu
mengidentifikasi perbedaan-perbedaan atau kesenjangan-kesenjangan
informasi; (5) Dapat membedakan
argumentasi logis dan tidak logis; (6) Dapat
membedakan di antara kritik membangun dan merusak; (7) Mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah
tersedia dengan data yang diperoleh dari lapangan; (8) Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi.
Dari penjelasan di atas terkait
ciri-ciri kemampuan berpikir kritis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
ciri-ciri berpikir kritis meliputi:
1. Kemampuan mengidentifikasi. Pada
tahapan ini terdiri atas mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan,
mampu menentukan pikiran utama dari suatu teks atau script, dan dapat
menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu pernyataan.
2. Kemampuan mengevaluasi. Hal
ini terdiri atas dapat membedakan informasi relevan dan tidak relevan,
mendeteksi penyimpangan, dan mampu mengevaluasi pernyataan-pernyataan.
3. Kemampuan menyimpulkan. Hal
ini terdiri atas mampu menunjukkan pernyataan yang benar dan salah, mampu
membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat atau pernyataan, dan
mampu merancang solusi sederhana berdasarkan naskah.
4. Kemampuan mengemukakan pendapat. Hal
ini terdiri atas dapat memberikan alasan yang logis, mampu menunjukkan fakta-fakta
yang mendukung pendapatnya, dan mampu memberikan ide-ide atau gagasan yang
baik.
Ennis (Arief Achmad, 2007)
menyebutkan beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis, yaitu:
1. Clarity
(Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan:
"Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?";
"Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?";
"Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!". Kejelasan merupakan
pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan
apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang
demikian, maka kita tidak akan dapat
berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak
jelas: "Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di
Indonesia?" Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami
betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu
harus diubah menjadi, "Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk
memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan
dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam
pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?".
2. Accuracy (keakuratan, ketelitian,
kesaksamaan).
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah
pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: "Apakah pernyataan itu
kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan?"; "Bagaimana cara mengecek
kebenarannya?"; "Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?"
Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan
berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon".
3. Precision
(ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data
pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk
mengecek ketepatan sebuah pernyataan. "Apakah pernyataan yang diungkapkan
sudah sangat terurai?"; "Apakah pernyataan itu telah cukup
spesifik?". Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan
ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya "Aming sangat berat" (kita
tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!).
4. Relevance
(relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan
atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan.
Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut:
"Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?";
"Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?".
Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan
permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan
dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat
mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak
relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
- Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai
jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan
dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan
faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan
dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi,
tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat
ungkapan, "Katakan tidak". Ungkapan tersebut biasa digunakan para
remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba).
Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal,
sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
- Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat
ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau
dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam
merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah
pernyataan tersebut menurut... Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi
tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen
menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam
pertanyaan yang diajukan.
- Logic (logika)
Logika
bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep
yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya?
Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya,
bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan
dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir
dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung
perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir
dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau
bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Berfikir Kritis
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis, diantaranya:
1. Kondisi fisik, menurut Maslow dalam Siti Mariyam
(2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi
manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik terganggu, sementara ia dihadapkan pada
situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka
kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk
bereaksi terhadap respon yanga ada.
2. Motivasi, Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan
hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan
rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat
sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang
sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi
yang tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam
belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak
mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan
belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, memperlihatkan tekad
diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta
kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
3. Kecemasan, keadaan emosional yang ditandai dengan
kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam
Riasmini (2000) kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima
stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal).
Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu
untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan tidak
nyaman, serta terfokus pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah
laku maladaptif dan disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta
dapat membatasi seseorang dalam berpikir.
4. Perkembangan intelektual, intelektual atau
kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon dan
menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan
dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang
berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget
dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas
kecenderungan dalam kematangan proses.
Rath et al (1966) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir
kritis adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa memerlukan suasana
akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk
mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan
pembelajaran.
2.3 Cara Mengembangkan Berfikir Kritis
Menurut Ennis dalam Hadi
(2007) ciri-ciri penting siswa yang telah memiliki watak untuk berpikir kritis
adalah mencari pernyataan atau pertanyaan yang jelas artinya atau maksudnya,
mencari alasan atas suatu pernyataan, menggunakan dan menyebutkan sumber yang
dapat dipercaya, mempertimbangkan situasi secara menyeluruh, berusaha relevan
dengan pokok pembicaraan, berusaha mengingat pertimbangan awal atau dasar,
mencari alternatif-alternatif, bersifat terbuka, mengambil posisi (atau
mengubah posisi) apabila bukti-bukti dan alasan-alasan sudah cukup baginya
untuk menentukan posisinya, mencari ketepatan seteliti-telitinya, berurusan
dengan bagian-bagian secara berurutan hingga mencapai seluruh keseluruhan yang
kompleks, menggunakan kemampuan atau keterampilan kritisnya sendiri, peka
terhadap perasaan, tingkat pengetahuan dan tingkat kerumitan berpikir orang
lain, menggunakan kemampuan berpikir kritis orang lain.
Kemampuan berpikir
kritis yang dikembangkan pada tulisan ini mengacu pada kemampuan berpikir
kritis yang dikembangkan oleh Linn & Gronlund dalam Hadi (2007) yaitu membandingkan,
menghubungkan sebab-akibat, memberikan alasan, meringkas, menyimpulkan,
berpendapat, mengelompokkan, menciptakan, menerapkan, menganalisis,
mensintesis, dan mengevaluasi. Keterampilan berpikir kritis tersebut dapat
dikembangkan pada pembelajaran biologi melalui model cooperative script.
Karena pada model cooperative script, siswa akan melakukan
aktivitas-aktivitas yang mengasah keterampilan berpikir kritis siswa.
Kemampuan berpikir
kritis dapat ditingkatkan melalui latihan. Berikut ini diberikan delapan
langkah yang dapat membantu siswa atau orang yang ingin meningkatkan
kemampuannya dalam berpikir kritis, yaitu (a) menentukan masalah atau isu
nyata, proyek, atau keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi;
(b) menentukan poin-poin yang menjadi pandangan; (c) memberikan alasan mengapa
poin-poin itu dipertimbangkan untuk dikritisi; (d) membuat asumsi-asumsi yang
diperlukan; (e) bahasa yang digunakan harus jelas; (f) membuat alasan yang
mendasari dalam fakta-fakta yang meyakinkan; (g) mengajukan kesimpulan; dan (h)
menentukan implikasi dari kesimpulan tersebut.
Lebih lanjut dijelaskan
karakteristik dari berpikir kritis menurut Wade dalam Setiawan (2005) adalah
menjawab pertanyaan, merumuskan masalah, meneliti fakta-fakta, menganalisis
asumsi dan kesalahan, menghindari alasan-alasan yang emasional, menghindari
penyederhanaan yang berlebihan, memikirkan intepretasi lain, dan mentoleransi
arti ganda. Kemampuan berpikir terutama kemampuan berpikir kritis dan kreatif
sangat diperlukan dalam mengajarkan pemecahan masalah pada siswa, karena salah
satu indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan menggunakan informasi
dan ketrampilan dalam memecahkan masalah. Melalui pemecahan masalah-masalah itu
siswa dilatih berpikir kritis melalui latihan. Kesulitan yang umumnya ditemukan
pada siswa dalam memecahkan masalah adalah dalam hal memperjelas masalah atau
merumuskan masalah yang akan dipecahkan (Slavin, 1997).
2.4 Cara Menerapkan Berfikir Kritis
1) Ketrampilan Intelektual dan Perkembangan Kognitif
Pendekatan belajar yang diperlukan
dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari dipengaruhi oleh
perkembangan proses mental yang digunakan dalam berpikir (perkembangan
kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan merupakan
proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi
perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi
dan dievaluasi pada diri mahasiswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan
termasuk kemampuan berpikir kritis. Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis
adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Mahasiswa memerlukan suasana
akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk
mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan
pembelajaran.
Bloom mengelompokkan ketrampilan
intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang kompleks antara lain
pengetahuan atau pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada
taksonomi Bloom merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher
Order Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil
lokakarya American Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen
ketrampilan intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation,
analysis, evaluation, inference, explanation, dan self regulation (Duldt-Battey
BW, 1997).
Masing-masing komponen tersebut
merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh para dosen tentang
perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh mahasiswa pada
tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan. Salah satu komponen berpikir kritis
yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan intelektual. Ketrampilan intelektual
merupakan seperangkat ketrampilan yang mengatur proses yang terjadi dalam benak
seseorang. Berbagai jenis ketrampilan dapat dimasukkan sebagai ketrampilan
intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada pogram pengajaran.
Ketrampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan baik sebagai
kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam menentukan
proses pengajaran.
2) Strategi pembelajaran berpikir kritis
Kember (1997) menyatakan bahwa
kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis menyebabkan adanya
kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian ketrampilan
berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai
problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari
kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan dari 56
literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan berpikir pada berbagai bidang
studi pada siswa sekolah dasar dan menengah menyimpulkan bahwa beberapa
strategi pengajaran seperti strategi pengajaran kelas dengan diskusi yang
menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan pertanyaan
yang memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, memberikan
waktu siswa berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi tersebut, yang paling
baik adalah mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang menentukan
keberhasilan program pengajaran ketrampilan berpikir adalah pelatihan untuk
para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan
ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang
diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program
yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Penulis menilai strategi belajar
kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar dan menengah seperti
hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada artikel tersebut. Pada pendidikan
tingkat lanjut mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih mandiri sebagai
modal yang diperlukan pada saat bekerja. Artikel tersebut juga melaporkan bahwa
strategi pengajaran yang diarahkan melalui komputer (CAI) mempunyai hubungan
positif terhadap perkembangan intelektual dan pencapaian prestasi. Strategi
tersebut dapat menjadi pilihan dalam pendidikan tinggi, sehingga mahasiswa
dapat mengatur cara belajarnya secara mandiri.
Strategi pengajaran berpikir kritis
padamahasiswa dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian menggunakan
pertanyaan yang memerlukan ketrampilan berpikir pada level yang lebih tinggi
dan belajar ilmu dasar menggunakan kasus yang ada pada lingkungan pada pokok
bahasan mata kuliah. Setelah kuliah pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus
serta sejumlah pertanyaan yang harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan.
Jawaban didiskusikan pada pertemuan berikutnya untuk meluruskan adanya kesalahan
konsep dan memperjelas materi yang belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya
menunjukkan bahwa mahasiswa pada program tersebut menunjukkan prestasi yang
lebih baik dalam mengerjakan soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut
jawaban yang memerlukan telaah yang lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi
untuk belajar. Strategi
pengajaran yang seperti itu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
yaitu:
- Dengan menggunakan konteks yang relevan seperti masalah yang ada pada
materi perkuliahan yang dipahami oleh mahasiswa dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
- Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong
siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk
menghafal.
Tulisan di atas menyatakan bahwa
pertanyaan diberikan setelah memperoleh kuliah pendahuluan konsep dasar dari
ilmu dasar yang dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan
telah disusun oleh dosen dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan
pengalaman bagi mahasiswa untuk menentukan informasi yang diperlukan untuk
membangun konsep sendiri. Sedangkan salah satu karakter seorang yang berpikir
kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat
dikombinasikan dengan strategi lain agar mahasiswa dapat menentukan informasi
secara mandiri. Hal tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana proses diskusi
yang dilakukan pada kelas besar, sehingga setiap mahasiswa memperoleh
kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang
diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide
sebagai salah satu sumber belajar ketika mahasiswa dalam belajar mandiri pada
strategi Problem Based Learning.
Pembelajaran kolaboratif melalui
diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002;
Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk
mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain,
mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan,
membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan
motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
3. Evaluasi kemampuan berpikir kritis
Evaluasi merupakan proses pengukuran
pencapaian tujuan yang diinginkan dengan menggunakan metode yang teruji
validitas dan reliabilitasnya. Beberapa penelitian mengevaluasi kemampuan
berpikir kritis dari aspek ketrampilan intelektual seperti ketrampilan
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang berbasis taxonomi Bloom. Sedangkan tujuan pengajaran
berpikir kritis meliputi ketrampilan dan strategi kognitif, serta sikap.
Colucciello menggabungkan berbagai
elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen pemecahan masalah
keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen ketrampilan dan sikap
berpikir kritis. Elemen tersebut antara lain menentukan tujuan, menyusun
pertanyaan atau membuat kerangka masalah, menunjukkan bukti, menganalisis
konsep, interpretasi, asumsi, perspektif yang digunakan, keterlibatan, dan
kesesuaian. Dengan kriteria antara lain: kejelasan, ketepatan, ketelitian,
keterkaitan, keluasan, kedalaman, dan logikal. Dia juga membandingkan dengan
inventory yang sudah ada seperti California Critical Thinking Test (CCTT) untuk
mengevaluasi ketrampilan berpikir kritis dan Critical Thinking Disposition
Inventory (CTDI) untuk mengevaluasi sikap berpikir kritis.
Evaluasi juga menilai kesesuaian
rencana dengan penerapan di lapangan (evaluasi proses) yang termasuk di
dalamnya adalah mengevaluasi budaya akademik dalam kelas dan budaya akademik
dalam fakultas yang dilakukan secara sistematis baik oleh dosen maupun administrator
yang dinyatakan oleh Orr and Klein, 1991. Penilaian mahasiswa terhadap dosen
dapat menggunakan berbagai karakteristik sikap yang menghambat atau mendorong kemampuan
berpikir kritis yang telah dibahas sebelumnya.
Strategi pengajaran yang mendorong
mahasiswa berpikir kritis terhadap pokok bahasan pada perkuliahan dapat
menggunakan berbagai strategi pengajaran yang menggunakan pendekatan di bawah
ini:
- Pembelajaran Aktif
- Pembelajaran Kolaboratif
- Pembelajaran Kontekstual
- Menggunakan pendekatan higher order thinking
- Self directed learning
Kombinasi dari berbagai strategi di
lebih dianjurkan oleh karena dapat mencapai berbagai aspek dari komponen
berpikir kritis. Teknologi pengajaran yang menerapkan kombinasi dari berbagai
strategi yang ada saat ini misalnya Problem Based Learning (PBL).
BAB 3. SIMPULAN
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Berfikir
Kritis Dalam Pembelajaran Sejarah. [serial online]
http://jurnaldiakronikafisunp.blogspot.com/2012/05/berpikir-kritis- pembelajaran-sejarah.html.[diakses
pada tanggal 7 Oktober 2014]
Anonim. 2013. Kemampuan Berfikir Kritis. [serial
online]
http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/02/kemampuan-berpikir- kritis/.[diakses pada
tanggal 7 Oktober 2014]
Mulyani Asri. 2013. Konsep Berfikir Kritis.[serial online]
http://asrimulyani90.blogspot.com/2013/04/konsep-berpikir- kritis.html.[diakses pada tanggal 7
Oktober 2014]
Anonim. 2012. Teori
Belajar Berfikir Kritis. [serial online]
http://ediconnect.blogspot.com/2012/03/teori-belajar-berpikir- kritis.html.[diakses pada tanggal 7 Oktober
2014]
Ralingson J.G. 1997. Berfikir Kreatif dan Brain Storming. Jakarta:Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar