Sabtu, 23 Mei 2015

STRATEGI MARITIM“Pada Perang Laut Nusantara Dan Poros Maritim Dunia” Karya Herry Setianegara, S. Sos., S.H., M.M. Laksamana Muda TNI



STRATEGI MARITIM
“Pada Perang Laut Nusantara Dan Poros Maritim Dunia”
Karya Herry Setianegara, S. Sos., S.H., M.M. Laksamana Muda TNI

BAB II Ekspedisi Lintas Laut Pati Unus, Perang Fatahillah Melawan Kekuasaan Portugis, Dan Perang Banten Melawan VOC
Menjelang keruntuhan Majapahit sebagai kekuatan besar maritim di Nusantara telah menempatkan Kesultanan Demak menjadi salah satu kandidat pemangku hegemoni kekuasaan di Nusantara. Kesultanan Demak meluaskan wilayah kekuasaannya dengan cara melakukan aliansi serta pertahanan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara khususnya yang berideologi Islam seperti Kesultanan Cirebon dan kerajaan di wilayah Sumatera; mempersempit pengaruh dan kekuasaan Kerajaan Pajajaran sebagai salah satu kerajaan Hindu terbesar dan berpengaruh di Jawa Barat; dan berusaha menguasai jalur-jalur penghubung sertapusat perniagaan maritim seperti Malaka, Banten, dan Sunda Kelapa.
Dengan dikuasainya Malaka oleh Portugis dan sistem monopoli perdagangan yang diterapkan serta penyebaran agama Kristen secara paksa yang menghancurkan kapal-kapal dagang muslim, mendorong Kerajaan Demak untuk melakukan ekspedisi armadanya ke Malaka dengan tujuan mengambil alih Malaka dari tangan Portugis dan menghambat pengaruh agama yang dibawa oleh pihak Potugis ke Nusantara. Maka dari itu, dalam waktu setahun Pati Unus segera mempersiapkan armadanya untuk diberangkatkan ke Malaka.
Ekspedisi Pati Unus ke Malaka pada tahun 1512 memiliki kekuatan 10.000 orang prajurit yang diangkut menggunakan 100 buah kapal yang diperoleh dari kerajaan-kerajaan sekitar Demak. Strategi yang digunakan Pati Unus untuk menyerang Portugis tidak hanya mengandalkan serangan dari arah laut, namun juga dengan serangan dari dalam Malaka.
Bersama dengan Raden Kusen, Pati Unus membuat siasat untuk membawa armadanya melambung melalui pantai barat Sumatra sehingga tidak langsung mengarah ke Malaka, hal ini untuk mengecoh strategi penghadangan yang sudah diatur oleh pihak Portugis. Keberangkatan armada Pati Unus dari Jawa untuk menyerang Malaka sudah diketahui oleh pihak Portugis pada bulan Desember 1512. Sehingga Pemerintahan Portugis bernama de Adreade untuk segera mempersiapkan seluruh kekuatan menyongsong kehadiran musuh. Kekalahan armada Pati Unus membawa pengaruh terhadap kewibawaannya pada kerajaan-kerajaan yang berada di sekitarnya.
Sampai dengan dekade kedua abad ke-16, Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang memiliki nilai strategis secara ekonomi dan politik dari Kerajaan Hindu Pajajaran. Kawasan Jawa Barat yang sampai tahun 1526 di kuasai Pajajaran menjadi fokus politik ekspansi Kerajaan Demak dengan tujuan melakukan Islamisasi di wilayah itu dan memancapkan pengaruh secara politis dan mengontrol kegiatan perdagangan di pantai pulau Jawa bagian barat dan Selat Sunda. Politik ekspansi ini berarti berhadapan dengan Kerajaan Pajajaran yang sejak tahun 1522 menjalin kerja sama dengan Portugis. Kepentingan antara Portugis dan Pajajaran itu dituangkan dalam perjanjian persahabatan militer dan ekonomi, yaitu Perjanjian Padrao (Padrong).
Pada awal tahun 1527, Fatahillah menggerakkan armadanya ke Sunda Kelapa, sementara pasukan Banten secara bertahap menduduki wilayah demi wilayah Pajajaran bagian barat. Sedangkan pasukan Cirebon bergerak menguasai wilayah Pajajaran bagian timur Jawa Barat. Armada Demak dengan mudah melumpuhkan armada kapal perang Kerajaan Pajajaran kemudian segera merapat ke pelabuhan dibawah hujan peluru meriam dari pantai yang selalu meleset  karena kurangnya keterampilan prajurit pengawaknya. Dalam waktu sehari Sunda Kelapa dapat dikuasai oleh pasukan Fatahillah.
Pada bulan Juni 1527 kapal-kapal Potugis telah berada di Teluk Sunda Kelapa untuk merapat dan menurunkan pasukan bersenjata lengkap sebagai realisasi perjanjian pembangunan loji antara Portugis dan Pajajaran. Penguasan baru Sunda Kelapa menolak maksud Portugis itu dan berakhir dengan pertempuran di Kota Sunda Kelapa. Kemenangan pertempuran ini menunjukkan kehebatan pasukan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah. Atas kemenangannya kemudian Fatahillah diangkat sebagai gubernur di Sunda Kelapa. Pada tanggal 22 Juni 1527, Fatahillah mengubah nama pelabuhan Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan mutlak.
Sebelum zaman Islam, Banten sudah memiliki kemajuan di berbagai bidang termasuk pelayaran dan perdagangan. Munculnya Sultan Ageng Tirtayasa membawa Banten ke puncak kejayaan. Di bawah pemerintahannya Banten memiliki armada yang mengesankan, untuk mengamankan jalur pelayarannya Banten mengirim armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura, Banten juga berupaya untuk keluar dari tekanan VOC dengan melakukan blokade kapal-kapal dagangnya menuju Banten.
Karena letaknya berdekatan dengan Banten, VOC di Batavia sering terlibat konflik untuk berebut pengaruh pada jalur perdagangan. Tentara kesultanan, terus-menerus melakukan pengrusakan tanaman tebu milik Belanda, pencegatan pengawal-pengawal Kompeni dan penyerangan terhadap kapal-kapal Kompeni di perairan Banten. Setelah terlibat konflik yang berlarut-larut, pada akhir tahun 1657 keduanya menyetujui untuk melakukan perundingan damai disebabkan tingginya kerugian akibat peperangan dari kedua belah pihak.
Kesepakatan itu musnah ketika usul Sultan Ageng Tirtayasa yang menghendaki agar rakyat Banten diperbolehkan berkunjung ke Batavia untuk berbelanja dan melakukan pelayaran ke Ambon dan Perak dengan tujuan mengambil rempah-rempah dan hasil bumi lainnya tanpa dipungut biaya ditolak oleh Gubernur Jenderal Kompeni. Pada tanggal 11 Mei 1658, Sultan Ageng Tirtayasa menyatakan perjanjian damai tidak mungkin diterima oleh sebab itu tidak ada jalan lain kecuali melanjutkan perang.
Setelah perintah tempur dilayangkan, pertempuran terjadi beik di darat maupun di laut antara pasukan Banten melawan Kompeni. Di darat pasukan Banten mampu membakar perkampungan, perkebunan tebu, dan pabrik-pabrik yang menjadi sarang pertahanan Kompeni. Pertahanan yang berada di laut pun memperoleh kemenangan, beberapa sekoci kapal besar milik Belanda berhasil dihancurkan bersama penumpang dan awak kapalnya. Di sisi lain Surosowan sebagai pusat pertahanan ibu kota juga memperoleh hasil yang memuaskan. Duel itu membuktikan bahwa Banten memiliki armada laut yang kuat dan tak tertandingi.
Kerugian besar akibat perang dialami oleh Kompeni, akhirnya Belanda menawarkan perjanjian damai dengan Banten yang ditandatangani pada tanggal 10 Maret 1659. Akan tetapi, sejak tahun 1671 muncul lagi kategangan yang diakibatkan oleh adanya campur tangan Belanda dalam masalah intern Kesultanan Banten. Pada tahun 1676 Putra Mahkota Sultan mendapat gelar Sultan Haji berbalik memihak Kompeni dan melawan ayahnya karena iming-iming kekuasaan dan kesenangan dunia.
Atas tindakannya pada tahun 1682, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim pasukan untuk menyerang Surosowan sebagai bentuk hukuman kepada putranya. Siasat gerilya yang dilakukan Sultan cukup merepotkan Kompeni, namun karena Kompeni menjalankan tipu muslihat melalui Sultan Haji akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap oleh Belanda di keraton Sultan Haji dan membawanya ke Batavia hingga wafat dalam penjara pada tahun 1692.

BAB III Perlawanan Sultan Hasanuddin dan Pattimura Terhadap Kolonial Belanda
Kesultanan Gowa merupakan salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa mencapai puncak keemasan pada masa pemerintahan Raja Gowa XV yaitu Manuntungi Daeng Matolla yang bergelar Sultan Mahmud Said atau Malikussaid dari tahun 1639-1653. Pada masa itu, Sombaopu yang sekaligus sebagai Ibu Kota Kerajaan Gowa berkembang menjadi bandar dan pelabuhan yang paling ramai di Indonesia timur. Disamping berperan dalam perekonomian, Sombaopu juga mempunyai peranan penting dalam aspek politik, sosial, dan budaya.
Pada tahun 1655 puncak Kerajaan Gowa mangalami perubahan, Sultan Malikussaid wafat dan di gantikan putranya I Maalombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape yang bergelar Sultan Hasanuddin. VOC mengira Sultan Hasanuddin dapat diajak bekerja sama untuk meredakan ketegangan yang berjalan cukup lama. Pada bulan Oktober 1655, VOC mengirimkan utusannya kepada Sultan Hasanuddin untuk berdamai. Tetapi Willem van der Beek dan Chodji Sulaiman mengajukan usulan-usulan yang bersifat menuntut, usulan itu ditolak Sultan Hasanuddin sebab sangat merugikan rakyat Gowa dan mengurangi pengaruh Kerajaan Gowa atas jalur perdagangan internasional dari Maluku ke Malaka. Pada bulan Januari dan Febuari 1660, VOC mengirimkan armada besar yang dipimpin oleh Mr. Johan van Dam. Dalam serangan ini VOC menggunakan taktik mengalihkan perhatian dari sasaran pokok yang akan diserang.
Setelah terjadi pertempuran sengit selama dua hari dan menimbulkan korban dari kedua belah pihak, akhirnya perlawanan Laskar Gowa dapat dipatahkan dan Benteng Panakkukang diduduki VOC pada 12 Juni 1660. Untuk mencegah pertumpahan darah yang lebih banyak lagi, pada tanggal 19 Agustus 1660 kedua belah pihak mengadakan perundingan di Batavia untuk menghentikan pertempuran. Perundingan ini tidak diterima oleh Sultan Hasanuddin, karena dapat mengurangi kebesaran dan kekuasaan Gowa serta membawa Gowa menuju kehancuran. Ia juga tidak setuju bila mitra dagangnya, yaitu orang Portugis yang telah lama ada di Makassar diusir.
Untuk memperlemah VOC, Gowa menyerang sekutu VOC yaitu Kesultanan Buton pada tahun 1622. Pertengahan tahun 1666, Sultan Hasanuddin menggerakkan armadanya yang dipimpin Laksamana Karaeng Bontomarannu bersama Datu Luwu dan Sultan Bima untuk menyerang Button. Pada bulan November 1666, VOC menyerang jantung Gowa secara besar-besaran dan mengirimkan armadanya dibawah pimpinan Aru Pallaka Kapitan Jonker. Bulan Desember 1666, armada yang dipimpin oleh Cornelis Speelman tiba diperairan Sombaopu. Armada ini dibantu oleh VOC yang berada di benteng Panakkukang, jelas itu merupakan ancaman serius bagi benteng dan istana Sombaopu.
Pada tanggal 21 Desember 1666, armada VOC menaikkan bendera perang dan mulai menembak ke benteng Sombaopu dengan gencarnya dan bersiap-siap untuk mendaratkan pasukannya. Tembakan dari kapal ini dibalas dengan tembakan meriam yang lebih gencar dari benteng, bahkan jangkauan tembaknya lebih jauh. Pada tanggal 1 Januari 1667, armada Speelman mendarat dan langsung menyerang pertahanan Gowa di Button. Dari Button Speelman merencanakan akan menyerang Gowa dari selatan, kekuatan pasukan dipecah menjadi dua, yaitu kekuatan dilaut dipimpin oleh Speelman yang akan menyerang dari arah barat dan kekuatan didarat dipimpin Aru Pallaka yang bergerak ke benteng Galesong.
Pada tanggal 13 Juli 1667, armada Speelman telah berada di perairan depan Sombaopu dan mulai menyerang dengan tembakan-tembakan meriam ke arah benteng pertahanan Sombaopu. Karena mendapatkan perlawanan sengit, armada Speelman mundur dan bergerak ke selatan untuk membantu menyerang benteng Galesong. Kekalahan Gowa di Galesong menimbulkan efek negatif, sebab dengan kekalahan tersebut daerah-daerah taklukan mulai berani membangkang dan ingin melepaskan diri bahkan secara terang-terangan menyerang kerajaan yang menjadi sahabat Gowa.
Pada tanggal 18 November 1667 di Bongaya dekat Barombong, dibuatlah perjanjian Bongaya. Sejak perjanjian ini VOC mulai menancapkan kakinya dan memperkokoh kekuasaannya di Sulawesi Selatan dan Nusantara bagian timur. Namun terlepas dari perjanjian itu VOC tetap menekan Gowa, mereka menginginkan agara Gowa hancur dengan sebenar-benarnya dan Sultan Hasanuddin dapat diasingkan atau dihukum mati.
Pada tahun 1602 pedagang-pedagang Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC yang bertujuan untuk memperoleh barang dagangan berupa rempah-rempah dari sumbernya, terutama daerah Maluku. Selama berada di Maluku, VOC mengembangkan masyarakat negeri pantai Kepulauan Ambon-Uliase mendapatkan Hak Atas Tanah (Dati), Sistem Pemerintahan Desa (Negeri), dan Sistem Pendidikan Desa. Sistem-sistem tersebut merupakan unsur yang mengikat kehidupan penduduk Ambon-Lease yang serasi, selain memiliki dampak positif terasa pula kepincangan-kepincangan yang ditimbulkan sistem-sistem tersebut.
Sejak bagian kedua abad ke-18, korupsi mulai menjalar di kalangan-kalangan penjabat Belanda. Pelanggaran-pelanggaran atas peraturan lain yang dilakukan pejabat meliputi hampir seluruh segi kehidupan pedesaan. Rencana-rencana VOC banyak yang menggelisahkan rakyat Maluku. Setelah dilaksanakan perundingan di pihak Maluku, Pattimurah mulai melaksanakan serangan dengan melibatkan seluruh rakyat Maluku untuk merebut benteng Duurstede yang merupakan simbol kejayaan Belanda. Setelah menyerbu benteng Duurstede pada tanggal 16 Mei 1817 Pattimura sudah merencanakan penyerbuan ke arah benteng Zeelandia di Pulau Haruku.
Usaha Belanda untuk menangkap Kapitan Pattimura terus-menerus mengalami kegagalan dan akhirnya Kapitan Pattimura ditangkap disebuah rumah di daerah Siri-Sori. Pattimura dapat ditangkap karena penghianatan salah satu anak buahnya, Pattimura digiring dengan tangan berborgol dan dibawa ke kapal perang Evertzen. Pada tanggal 16 Desember 1817, para pemimpin perlawanan Maluku di hukum gantung di benteng Nieuw Victoria di tepi Pantai Ambon. Sebelum digantung Pattimura mengucapkan sebuah kata-kata “Pattimura-Pattimura tua boleh mati tetapi Pattimura-Pattimura muda akan bangkit kembali dan melawan”.

BAB IV Teori Strategi Maritim
Maritim mengandung arti gabungan beberapa komponen seperti dermaga dan fasilitas pelabuhan, armada kapal niaga, sumber daya kelautan, dan angkatan laut. Sedangkan strategi maritim suatu seni yang mengarahkan aset-aset maritim untuk mencapai tujuan atau sasaran politik yang diinginkan. Tempat bermain utama dari strategi maritim adalah lautan dan kemampuan yang dimiliki agar mudah tercapai sea power atau kekuatan laut (aspek kekuatan nasional yang relevan baik sipil dan militer). Beberapa teori strategi maritim yang mempengaruhi strategi maritim negara-negara didunia antara lain.
1.      Teori Alfred Thayer Mahan
Dalam membangun sebuah negara yang memiliki kekuatan angkatan laut besar, menurut Mahan diperlukan enam elemen pokok yang akan menjadi modal utama, yaitu:
a.       letak geografi (geographical position);
b.      bangun muka bumi (physical conformation);
c.       luas wilayah (extent of territory);
d.      karakter masyarakat (character of the people);
e.       jumlah penduduk (number of population); dan
f.       karakter pemerintahan (character of government).
2.      Teori Sir Julian Corbett
Ide-ide yang dikembangkan oleh Sir Julian Corbett antara lain berkaitan dengan azas tentang strategi maritim yang berkaitan dengan tujuan perang laut dan hasil yang diharapkan. Sir Julian Corbett menekankan bahwa teori perang diperlukan sebagai pemersatu kekuatan yang dimiliki oleh negara di darat maupun di laut. Sir Julian Corbett menyatakan bahwa tujuan dari perang laut adalah commad of the sea dalam bentuk pengendalian laut (sea control).
3.      Teori Ken Booth
Menurut Ken Booth angkatan laut secara universal mempunyai peran penting, yaitu peran militer pada hakikatnya adalah penggunaan kekuatan secara optimal; peran diplomasi dan peran polisional. Secara eksplisit Ken Booth mengemukakan tentang sea power dengan pendekatan terhadap pencapaian peran universal angkatan laut.
4.      Teori Sir Herbert Richmond
Sir Herbert Richmond berpendapat bahwa elemen-elemen kekuatan maritim yang penting ada tiga, yaitu armada niaga, armada tempur, dan pangkalan diseberang lautan.
5.      Teori Geoffery Till
Pada dasarnya Sir Herbert Richmond menganut teori yang dikemukakan Mahan. Kekuatan laut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu sumber kekuatan dan unsur-unsur kekuatan. Hubungan antara sumber-sumber kekuatan dan sumber-sumber kekuatan menentukan kekuatan laut dari suatu negara.
Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) merupakan strategi pertahanan negara yang dilaksanakan dilaut melalui operasi gabungan, operasi matra, dan operasi bantuan dengan mendudukan kekuatan nasional. Strategi maritim hendaknya disusun berdasarkan faktor-faktor determinasi, tujuan, tinjauan singkat dengan negara-negara yang berbatasan langsung, maritim domaian awareness, dan penggunaan kekuatan.
Stategi maritim akan terlaksana dalam suatu cara yang berkaitan dengan teori-teori intelijen secara umum. Intelijen memiliki tiga wujud (trinity) yaitu sebagai pengetahuan (knowledge), sebagai kegiatan (activity) mencari pengetahuan yang diinginkan, dan sebagai organisasi (organization) yang menyelenggarakan kegiatan untuk mencari pengetahuan yang diinginkan. Secara teoritis itulah pemahaman dasar mengenai intelijen dan dalam tahapan selanjutnya jajaran intelijen diberikan penugasan untuk meniadakan ancaman.

BAB V Analisa Strategi Maritim Perang Laut Nusantara
Ekspedisi Lintas Laut Pati Unus ke Malaka merupakan strategi maritim yang berbentuk proyeksi kekuatan atau maritim power projection. Melalui strategi penguasaan laut yang direncanakan oleh pihak Demak, diharapkan dapat mengontrol jalur perdagangan di Malaka sehingga diperoleh kebebasan penggunaan laut untuk kepentingan sendiri pada waktu dan wilayah tertentu dan mencegah lawan untuk menggunakannya. Kelemahan Pati Unus adalah kurang berperannya unsur intelijen sehingga pasukan Pati Unus mengalami kekalahan pada saat melakukan penyerangan ke benteng Portugis di Maluku. Strategi yang diterapkan oleh pihak Portugis adalah penguasaan kelautan, pengendalian laut, pencegahan penggunaan laut, dan penangkalan. Dalam rangka mencapai tujuan Portugis melakukan berbagai macam persiapan, pengadaan, dan pemanfaatan sumber daya, sarana, dan prasarana.
Dalam strategi pertempuran antara Pajajaran, Portugis, dan Demak digunakan strategi Jenderal Andrew Jackson Goodpaster. Portugis bertujuan menguasai perdagangan laut di pelabuhan-pelabuhan penting seperti Malaka dan Sunda Kelapa. Strategi Portugis dalam menguasai Malaka dilakukan dengan cara bertahap, sedangkan untuk Sunda Kelapa dilakukan dengan cara pertempuran politik. Portugis lebih mengedepankan strategi maritim daripada strategi kontinental mengingat mereka belum menguasai wilayah darat dari Kerajaan Pajajaran. Strategi kontinental Fatahillah bertujuan menutup semua pintu masuk Portugis ke Pulau Jawa dan aspek maritimnya dengan menguasai dan mengendalikan semua pelabuhan di Pajajaran. Fatahillah lebih bervisi strategi maritim daripada strategi kontinental karena kesadaran akan potensi diri, kesadaran akan bentuk ancaman nyata dari lawan, dan kesadaran akan kondisi lingkungannya.
Taktik dan strategi yang dibangun Sultan Ageng Tirtayasa adalah membangun benteng pertahanan di Surosowan baik laut maupun darat. Tujuan VOC dalam konsep pertahanan grand strategy­ nya menempatkan kepentingan perluasan wilayah koloninya. Sedangkan cara yang ditempuh VOC selain membangun benteng di Batavia juga pos-pos lain seperti Angke, Pesing, Grogol.
Kerajaan Gowa sangat memperhatikan terjaminnya keamanan jalur perdagangan lautnya. Mahan juga mengungkapkan kekuatan laut yang kurang diberdayakan secara baik dan maksimal akan sangat merugikan negara. Sedangkan strategi VOC adalah blokade laut, proyeksi kekuatan dari laut ke darat, pengelabuhan, dan mengadakan perundingan. VOC bukan hanya persekutuan dagang tetapi juga sebagai armada perang maritim untuk mematahkan kekuatan negara-negara di Eropa.
Rakyat Maluku menggunakan strategi maritim pertahanan pantai dalam rangka mempertahankan kekuasaan atas benteng. Menurut Liddel Hart, konsep pendekatan pasukan Pattimura yaitu konsep pertahanan menyebar, bukan memusat. Sedangkan strategi maritim yang diterapkan Belanda adalah menguasai Kepulauan Maluku yang berpusat di Ambon dan merupakan bentuk sea command dan sea control oleh Belanda.
BAB VI Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Strategi Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada. Laut harus dipandang sebagai kesatuan wilayah, sumber kehidupan, media perhubungan utama, wahana merebut pengaruh politik dan wilayah utama penyanggah pertahanan. Pembangunan kekuatan Angkatan Laut seharusnya lebih bersifat outward looking, pengelolahan sumber daya kelautan perlu fokus pada aktivitas memanfaatkan kekayaan sumber daya untuk menyejahterahkan rakyat yang diimbangi dengan upaya menjaga keberlanjutannya dengan mematuhi kaidah-kaidah ekologis.
Memanfaatkan posisi strategis Indonesia sebagai poros maritim dunia merupakan keharusan karena akan ikut meningkatkan kesejahteraan bangsa. Diperlukan kemampuan maritim yaitu kemampuan ekonomi, politik, dan militer dari suatu bangsa yang diwujudkan pada pegaruhnya dalam menggunakan laut untuk kepentingan sendiri dan mencegah penggunaan laut oleh pihak lain yang merugikan pihak sendiri. Pada masa Ir. Soekarno melalui PM Djuanda Kartawidjadja berhasil mengeluarkan deklarasi Djuanda tahun 1957 yang merupakan penegasan kepada dunia internasional tentang konsep jati diri NKRI sebagai wilayah laut.
Energi kebaharian ditemukan kembali pada masa Reformasi yang diawali oleh Abdurahman Wahid dengan mendirikan Departemen Eksplorasi Kelautan, mencanangkan Hari Nusantara setiap tanggal 13 Desember. Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, kita harus merelakan Pulau Sipadan dan Ligitan lepas akibat mengesampingkan sektor bahari termasuk pulau-pulau terdepan di Nusantara ini. Di tangan Presiden SBY tetap memmpertahankan kelembagaan yang menjadi ciri khas kemaritiman Indonesia. Pemerintahan Joko Widodo mempunyai visi tentang pembangunan Indonesia berwawasan maritim dapat diartikulasikan sebagai konstelasi geografis Indonesia, cara hidup, dan pembangunan berwawasan maritim. Penyusunan strategi maritim Indonesia sebagai poros dunia hendaknya mengandung hal-hal:
a.       sejarah kemaritiman yang up to date;
b.      menjelaskan tentang geopolitik dan konstelasi kawasan Indonesia;
c.       menjelaskan tentang perdagangan maritim dan security of energy;
d.      menjelaskan dan membahas tentang maritime domain awareness;
e.       menjelaskan tentang penggunaan strategi di masa damai;
f.       menjelaskan tentang penggunaan strategi kekuatan di masa konflik; dan
g.      menjelaskan tentang strategi pembangunan kekuatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar