BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang
disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan
searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan
perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Jika kita bicara dengan arah pembangunan masyarakat, maka disini
sudah melibatkan sisi politis pendidikan. Karena kurikulum adalah alat untuk
mencapai tujuan politis tertentu, maka sangat wajar jika ada istilah ganti
menteri ganti kurikulum, ganti rezim ganti kurikulum, bahkan Bush Jr.
mengucurkan dana miliyaran dollar untuk membujuk pesantrren-pesantren di
Indonesia agar tidak berpresepsi buruk terhadap orang Kafir dan mengkerdilkan
Jihad, lewat perubahan kurikulum pesantren atau yang disebut moderenisasi
kurikulum pesantren.
Melalui paparan berikut ini, kita akan membuktikan bahwa
pengembangan kurikulum sebagai alat pendidikan sangat dipengaruhi kebutuhan dan
tuntutan masyarakat dan rezim yang berkuasa. Dan melalui makalah ini pula kami
pemakalah yakin bahwa keadaan kurikulum sudah dapat mewakili perkembangan
pendidikan yang ada pada saat itu.
Dalam
meningkatkan mutu pendidian pastinya juga berkaitan dengan konsep kurikulum
yang ditentukan oleh pemerintah.Telah kita ketahui kurikulum di Indonesia sudah
dibentuk sejak tahun 1947.Namun dalam pembahasan ini kami mengambil kurikulum
SMP pada tahun 1975, maka hal tersebut menjadi latar belakang kami untuk
menelaah kurikulum yang sesui dengan tugas yang telah kami terima.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
rumusan masalah yang telah kami tulis, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1)
apa pengertian
kurikulum ?
2)
apa latar belakang
lahirnya kurikulum 1975?
3)
apa saja tujuan
kurikulum 1975 ?
4)
bagaimana karakteristik
kurikulum 1975?
5)
apa saja ruang lingkup
kurikulum 1975?
6)
apa saja isi dari
kurikulum tahun 1975?
7)
bagaimana struktur
kurikulum 1975?
8)
bagaimana metode
pembelajaran kurikulum 1975?
9)
bagaimana posisi mata
pelajaran sejarah dalam kurikulum 1975?
10) bagaimana
alokasi waktunya kurikukum 1975?
11) bagaimana
evaluasi yang di lakukan dalam kurikulum 1975?
12) Apa
kelebihan dan kekurangan kurikulum 1975?
13) Apa
dampak kurikulum 1975?
1.3
Manfaat
dan Tujuan
Manfaat
dan tujuan makalah ini dibuat adalah:
1)
Manfaat
Manfaat makalah ini dibuat adalah:
a)
Sebagai
tugas kelompok mata kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks Sekolah.
b)
Menambah
pengetahuan bagi pesertamata kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks Sekolah tentang
kurikulum SMP tahun 1975.
2)
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini berdasarkan
rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1) pembaca
dapat memahami tentang pengertian kurikulum.
2) pembaca
dapat memahami tentang latar belakang lahirnya kurikulum 1975.
3) pembaca
dapat memahami tentang tujuan kurikulum 1975.
4) pembaca
dapat memahami tentang karakteristik kurikulum 1975.
5) pembaca
dapat memahami tentang ruang lingkup kurikulum 1975.
6) pembaca
dapat memahami tentang isi dari kurikulum tahun 1975.
7) pembaca
dapat memahami tentang struktur kurikulum 1975.
8) pembaca
dapat memahami tentang metode pembelajaran kurikulum 1975.
9) pembaca
dapat memahami tentang posisi mata pelajaran sejarah dalam kurikulum 1975.
10) pembaca
dapat memahami tentang alokasi waktunya kurikukum 1975.
11) pembaca
dapat memahami tentang evaluasi yang di lakukan dalam kurikulum 1975.
12) pembaca
dapat memahami tentang kelebihan dan kekurangan kurikulum 1975.
13) pembaca
dapat memahami tentang dampak kurikulum 1975.
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kurukulum
Rumusan
tentang pengertian kurikulum para ahli mengemukakan pandangan yang beragam.
Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana
pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus
ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.
Hamid
Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat
dimensi, yaitu:
1)
Kurikulum
sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,
khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2)
Kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu
ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan
waktu.
3)
Kurikulum
sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4)
Kurikulum
sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu
kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya
perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara
itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1)
kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan
sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut
persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau
dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni
kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh
dari penerapan kurikulum.
Dalam
perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
2.2
Latar Belakang Lahirnya Kurikulum 1975
Kurikulum SMP
1975 berlaku pada keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 008-D/U/1975 tertanggal 17 Januari 1975 tentang pembakuan
Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama (Depdikbud,1978). Adapun latar
belakang munculnya Kurikulum 1975 adalah sebagaui berikut.
Setelah Kurikulum SMP Tahun 1968 berjalan
selama kurang lebih 6 tahun, hurikulum tersebut perlu disesuaikan dengan
tuntutan perkembangan dan perubahan zaman dan masyarakat. Program-program,
kebijakan-kebijakan, dan fenomena yang telah mempengaruhi dan melahirkan perubahan-perubahan tersebut
antara lain:
1)
Kegiatan
pembaharuan pendidikan selama Pembangunan Lima Tahun (PELITA)
I yang dimulai pada tahun 1969telah melahirkan dan menghasilkan gagasan-gagasan
baru yang sudah mulai memasuki
pelaksanaan sistem pendidikan nasional
2)
Kebijaksanaan
pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN)
3)
Hasil
analisis dan penilaian pendidikan nasional telah mendorong Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk meninjau kembali kebijakan pelaksanaan
pendidikan nasional,
4)
Inovasi dalam sistem
belajar mengajar yang dirasakan dan
dinilai lebih efisien dan efektif telah memasuki dunia pendidikan di Indonesia,
5)
Keluhan-keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan mendorong petugas-petugas pendidikan untuk meninjau
kembali sistem yang sedang
berlaku.
Hal-hal tersebut merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi
perlunya peninjauan kembali kurikulum SMP/ SMA agar lebih sesuai dengan tuntutan perubahan, dan lebih efisien dan efektif dalam menunjang tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan. Pada
saat itu pemerintah menganggap bahwa kenyataan-kenyataan, kebijakan baru, dan inovasi baru di bidang pendidikan belum dipertimbangkan pada saat
mengembangkan kurikulum 1968.
2.3
Tujuan Kurikulum 1975
Dalam sidang
pada tahun 1973 MPR menghasilkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1973. Tujuan pendidikan
dirumuskan menjadi ”membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk
Manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggungjawab, dapat
menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaksud
dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan
pendidikan ini mengubah tujuan pendidikan sebelumnya secara mendasar. TAP MPRS
XXVI/MPRS/66 merumuskan tujuan pendidikan berkenaan dengan ketiga aspek manusia
yaitu mental-moral-agama, kecerdasan dan ketrampilan, serta kebugaran fisik
sementara tujuan pendidikan yang baru telah diarahkan kepada untuk kepentingan pembangunan.
Seharusnya dengan tujuan yang demikian, kurikulum haruslah dikembangkan
berdasarkan pandangan tersebut dimana manusia yang dihasilkan pendidikan adalah
manusia pembangunan. Manusia pembangunan yang dimaksudkan adalah manusia
Pancasilais yang memiliki berbagai kualitas sehat jasmani dan rohani, kreatif,
bertanggungjawab, demokratis, cerdas, berbudi pekerti luhur, cinta bangsa dan
ummat manusia. Tujuan pendidikan yang demikian menunjukkan orientasi filosofis
pendidikan yang bersifat rekonstruksi sosial.
Kurikulum baru
yang dikembangkan pada tahun 1975 tidak menggunakan pendekatan yang tersirat
dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1973. Kurikulum 1975 adalah kurikulum pertama di
Indonesia yang dikembangkan berdasarkan proses dan prosedur yang didasarkan
pada teori pengembangan kurikulum. Meski pun demikian, kurikulum 1975 masih dikembangkan
berdasarkan pemikiran orientasi filosofis pendidikan keilmuan yang dominan dan
tidak berorientasi kepada pembangunan. Walaupun demikian tidaklah berarti
kurikulum 1975 telah melepaskan dirinya dari pengaruh politik.
Adapun
tujuan-tujuan Institusional yang akan dicapai adalah:
1)
Tujuan
–Tujuan SMP
a)
Umum
Setelah
menyelesaikan di SMP Sisea diharapkan:
·
Menjadi
warga Negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat kuat lahir dan batin.
·
menguasai
hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari Pendidikan di Sekolah
dasar.
·
memiliki
bekal untuk melanjutkan studinya ke Sekolah Lanjutan Atas dan untuk terjun ke
masyarakat dengan menempuh:
·
program
umum yang bagi semua siswa.
·
program-program
akademis yang sama bagi semua siswa.
·
program-program
keterampilan pra-vokasionil yang wajib di pilih oleh siswa sesuai dengan minat
dan bakatnya serta kebutuhan masyarakat.
b)
Khusus
Setelah
menempuh pendidikan di SMP, para siswa diharapkan :
Di Bidang Pengetahuan:
·
Memiliki
pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·
Memiliki
pengetahuan yang fungsionil tentang fakta-fakta dan kejadian-kejadian penting
yang aktuil terutama yang bersifat lokal, regional, dan nasional.
·
Memiliki
pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan pemerintah sesuai dengan UUD
1945.
·
Menguasai
pengetahuan dasar di bidang Metematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan
Sosial, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
·
Memiliki
pengetahuan berbagai bidang pekerjaan tingkat menengah yang ada di masyarakat.
·
Memiliki
pengetahuan elementer tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi nasional.
·
Memiliki
pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan keluarga, dan kesehatan.
Di
Bidang Keterampilan :
·
Menguasai cara-cara
belajar dengan baik.
·
Memiliki keterampilan
memecahkan masalah sederhana dengan sistimatis.
·
Memiliki keterampilan
membaca/memahami isi bacaan sederhana yang berguna baginya dalam Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris.
·
Memiliki keterampilan
mengadakan komunikasi sosial secara lisan dan tulisan.
·
Memiliki keterampilan
dan kebiasaan berolahraga.
·
Memiliki keterampilan
dalam sekurang-kurangnya satu cabang kesenian.
·
Memiliki keterampilan
dalam segi kesejahteraan keluarga dan usaha kesehatan.
·
Memiliki keterampilan
sederhana dalam bidang kepemimpinan.Memiliki kemampuan sekurang-kurangnya satu
jenis keterampilan pra-vokasionil sesuai dengan minat dan bakatnya serta kebutuhan
lingkungannya.
Bidang
nilai dan Sikap:
·
Menerima dan
melaksanakan ajaran-ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
yang dianutnya, serta menghormati ajaran-ajaran agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain.
·
Memiliki rasa tanggng
jawab dalam pekerjaan dan masyarakat.
·
Percaya pada diri
sendiri dan bersikap makarya.
·
Mencintai sesama
manusia, bangsa dan lingkungan sekitarnya.
·
Memiliki minat dan
sikap positip terhadap ilmu pengetahuan
·
Memiliki sikap
demokratis dan tenggang rasa.
·
Berdisiplin dan patuh
pada peraturan yang berlaku.
·
Memiliki inisiatif,
daya kreatip, sikap kritis, rasionil dan obyektip dalam memecahkan persoalan.
·
Memiliki sikap hemat
tetapi produktip.
·
Memiliki minat dan sikap
yang positip dan konstruktip terhadap olah raga dan hidup sehat.
·
Dapat mengapresiasi
kebudayaan dan tradisi nasional.
·
Menghargai setiap jenis
pekerjaan dan prestasi kerja masyarakat tanpa memandang tinggi dan rendahnya
nilai sosial/ekonomis masing-masing
·
jenis pekerjaan.
2.4 Karakteristik Kurikulum 1975
Karakteristik
Kurikulum 1975 adalah (Depdikbud, 1978):
1)
Menganut pendekatan
berorientasi tujuan-tujuan, ini berarti bahwa setiap guru harus mengetahui secara jelas tujuan yang
harus dicapai oleh para murid di dalam menyusun rencana kegiatan
belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
2)
Menganut pendekatan
integratif dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang tercapainya tujuan-tujuan yang lebih akhir.
3)
Pendidikan Moral
Pancasila dalam kurikulum ini tidak hanya dibebankan kepada bidang pelajaran
Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya melainkan juga kepada bidang
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Sejarah, Geografi. Ekonomi) dan Pendidikan
Agama.
4)
Menekankan kepada
efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, daya dan waktu yang tersedia pada
jam-jam sekolah hendaknya dimanfaatkan begi kegiatan-kegiatan belajar untuk
mencapai tujuan-tujuan yang tidak mungkin dilakukan di luar situasi sekolah
(guru-murid, serta fasilitas dan media pendidikan).
2.5 Ruang
Lingkup Kurikulum 1975
Ruang lingkup kurikulum 1975 meliputi guru dan Murid.
1)
Guru
Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus
mengetahui tujuan-tujuan pendidikan sesuai tujuan kurikulum yang telah
disebutkan, karena pendidikan mengutamakan pada tujuan-tujuan. Selain itu guru
harus menguasai pembuatan butir-butir soal yang harus objektif.
2)
Siswa
Siswa atau peserta didik adalah mereka yang
secara khusus
diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang
diselenggarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang
berilmu pengetahuan, berketerampilan, berpengalaman, berkepribadian,
berakhlak mulia, dan mandiri. Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masingmasing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang
diselenggarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang
berilmu pengetahuan, berketerampilan, berpengalaman, berkepribadian,
berakhlak mulia, dan mandiri. Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masingmasing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
2.6 Isi
Kurikulum 1975
Dalam menyusun dan
membakukan kurikulum 1975 digunakan beberapa prinsip yang memungkinkan
sistem pendidikan di sekolah
benar-benar lebih efisien dan efektif. Prinsip-prinsip
itu adalah : (1) Prinsip Fleksibilitas Program, (2) Prinsip Efektifitas dan
Efisiensi, (3) Prinsip Berorientasi pada Tujuan, (4) Prinsip Kontuinitas, dan
(5) Prinsip Pendidikan Seumur Hidup.
Kurikulum SMP 1975 tersusun atas 3 (tiga)
macam program pendidikan: (1) Program Pendidikan Umum; (2) Program
Pendidikan Akademis; dan (3) Program Pendidikan Keterampilan.
Program pendidikan umum wajib diikuti
oleh semua siswa dan meliputi:
1)
Pendidikan Agama;
2)
Pendidikan Moral Pancasila;
3)
Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan;
4)
Pendidikan Kesenian.
Program pendidikan
akademis wajib diikuti oleh semua
siswa dan meliputi:
1)
Bahasa Indonesia;
2)
Bahasa Daerah;
3)
Bahasa Inggris;
4)
Ilmu Pengatahuan Sosial;
5)
Matematika;
6)
Ilmu Pengetahuan Alam.
Program pendidikan keterampilan terdiri atas:
1)
Pendidikan Keterampilan
Pilihan Terikat, yang dapat
dipilih di antara:
a)
Praktik Pendidikan
Kesejahteraan Keluarga;
b)
Teknik;
c)
Jasa;
d)
Agraria;
e)
Maritim;
f)
Industri;
g)
Kerajinan.
2)
Pendidikan Keterampilan Pilihan Bebas, yang dapat dipilih di antara:
a)
Praktikum Ilmu Alam;
b)
Praktikum Ilmu Hayat;
c)
Konversasi-diskusi;
d)
Olahraga Prestasi;
e)
Kesenian;
f)
Usaha Kesehatan Sekolah
Dalam Kurikulum SMP 1975
dinyatakan bahwa
pendidikan kependudukan diintegrasikan ke dalam bidang
studi yang relevan. Jam pelajaran untuk
setiap minggu untuk setiap kelas berjumlah 37 dengan ketentuan bagi kelas yang memberikan pelajaran bahasa daerah, jam pelajaran setiap minggu
berjumlah 39.
2.7
Struktur Kurikulum 1975
Kurikulum SMP
tahun 1975 mengenal adanya struktur kurikulum yang terdiri atas kelompok mata
pelajaran Pendidikan Umum, Pendidikan Akademis, dan Pendidikan Ketrampilan.
Dalam kurikulum SMP tahun 1968 terdapat 18 mata pelajaran berkurang menjadi 12
mata pelajaran dalam kurikulum SMP tahun 1975. Jumlah jam pelajaran berkurang
dari 41 jam per minggu menjadi 37-39 jam per minggu (karena pelajaran bahasa
daerah tidak wajib bagi seluruh wilayah Indonesia).
Struktur Program Kurikulum yang
digunakan untuk menentukan perbandingan bobot antar Bidang Studi, Puskur
menggunakan model “ Value Contribution Technique” yaitu memperbandingkan fungsi
dan perbandingan sumbangan yang diberikan oleh mempelajari suatu bidang studi
dalam mencapai tujuan pendidikan yang harus dicapai. Dalam pada itu bidang
studi dikelompokkan sesuai dengan fungsinya yaitu Pendidikan Umum, Akademik, dan
Keterampilan. Selanjutnya rentang penyajiannya diterapkan dari tahun pertama
sampai tahun akhir suatu jenjang.
Struktur program kurikulum SMP sebagai
berikut
Program
Pendidikan
|
No.
|
Bidang
Studi
|
Kelas
|
|||||
I
|
II
|
III
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|||
Pendidikan
Umum
|
1.
2.
3.
|
Pendidikan
Agama
Olah
Raga Kesehatan
Pendidikan
Kesenian
|
2
3
2
|
2
3
2
|
2
3
2
|
2
3
2
|
2
3
2
|
2
3
2
|
Pendidikan
Akademis
|
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Bahasa
Indonesia
Bahasa
Daerah
Bahasa
Inggris
Ilmu Penget. Sosial
Matematika
Ilmu
Penget. Alam
|
5
(2)
4
6
5
4
|
5
(2)
4
6
5
4
|
5
(2)
4
6
5
4
|
5
(2)
4
6
5
4
|
5
-
4
6
5
4
|
5
-
4
6
5
4
|
Pendidikan
Keterampilan
|
10.
11.
|
Pilihan
terikat
Pilihan
Bebas
|
6
-
|
-
6
|
6
-
|
-
6
|
6
-
|
-
6
|
Jumlah
jam pelajaran per-minggu
|
37
(39)
|
37
(39)
|
37
(39)
|
37
(39)
|
37
(39)
|
37
(39)
|
2.8 Metode Pembelajaran
Kurikulum 1975
Pendekatan baru
yang digunakan dalam pengembangan kurikulum 1975 adalah proses pembelajaran
yang menggunakan pendekatan siswa belajar aktif, penerapan instructional
technology, dan penerapan butir soal objektif untuk asesmen hasil belajar.
Pendekatan baru yang digunakan dalam proses pembelajaran menempatkan peserta
didik dalam posisi aktif dalam belajar dan dinamakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Pemikiran yang ada dalam model ini adalah peserta harus aktif mencari,
menemukan, dan mengkomunikasikan hasil belajarnya sedangkan guru bertugas
memberikan fasilitasi untuk belajar. Sayangnya, model kurikulum yang digunakan
dan definisi konten kurikulum yang digunakan tidak disesuaikan dengan
pendekatan ini. Model kurikulum yang berorientasi pada proses (process
curriculum model) yang menghendaki adanya penguatan (reinforcement) tidak
digunakan, model kurikulum yang digunakan adalah “content-based curriculum”.
Definisi konten kurikulum juga terbatas pada konten substantif sehingga proses
tidak dikembangkan dan diajarkan sebagai konten.
Penerapan
pendekatan “instructional technology” dalam kurikulum 1975 ditandai dengan
penggunaan model Sistem Pengembangan Sistem Instruksional (SPSI). Melalui model
ini maka guru harus mengembangkan rencana pelajaran. Model ini memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengembangkan pemikiran kependidikannya dalam
suatu bidang studi atau mata pelajaran tertentu. Sayangnya, kenyataan lapangan
menunjukkan bahwa penerapan model SPSI didegradasi menjadi model bersama yang dikembangkan
oleh musyawarah guru (Hasan, 1984).
2.9 Posisi Mata
Pelajaran Sejarah dalam 1975
Kurikulum
1975 mengemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah,
geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan
dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila
(PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis
sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum.
Dalam kurikulum tahun 1975
dinyatakan bahwa IPS adalah paduan sejumlah mata pelajaran Ilmu sosial. Untuk
IPS pada jenjang pendidikan dasar disebutkan bahwa materi pelajaran IPS
ditunjang geografi dan kependudukan, sejarah dan ekonomi koperasi, sedangkan
untuk menengah IPS mencakup geografi dan kependudukan, sejarah, antropologi
budaya, ekonomi dan koperasi serta tata buku dan hitung dagang. Jadi orientasi
pendidikan intinya mata pelajaran IPS masuk ke kurikulum 1975 masuk ke dalam
SD/MI SMP/MTS, namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi
menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat pancasila dan UUD 1945. Dengan
demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan
PMP. Kurikulum 1975 adalah kurikulum
pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan proses dan prosedur yang
didasarkan pada teori pengembangan kurikulum. Meskipun demikian kurikulum 1975
masih dikembangkan berdasarkan pemikiran orientasi filosofis pendidikan
keilmuan yang dominan dan tidak berorientasi kepada pembangunan, walaupun
demikian tidaklah berarti kurikulum 1975 telah melepaskan diri dari npengaruh
politik . (S. Hamid Hasan : 2006) dimana situasi pemerintahan saat
itu awal pemerintahan Orde Baru.
Pada tahun 1972 – 1973 sudah pernah dilakukan
uji coba pertama konsep IPS masuk dipersekolahan Indonesia diterapkan pada
kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Kemudian
secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang masalah sosial
dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran sejarah dan geografi saja,
sehingga dilakukan reduksi mata pelajaran mulai tingkat Sekolah Dasar hingga
Sekolah Menengah Atas saat itu dimasukan mata pelajaran ilmu sosial serumpun
atau sejenis digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu pemberlakuan
istilah IPS (social studies) dalam
kurikulum 1975 dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia.
Upaya memasukan materi ilmu-ilmu sosial dan
humaniora ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia disajikan mata pelajaran dan
bidang studi atau jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada
kurikulum 1975. Kurikulum tahun 1975 merupakan perwujudan dari perubahan sosial
pada pelaksanaan UUD 1945 secara mnurni dan konsekuen, bertujuan bahwa
pendidikan ditekankan pada upaya membentuk manusia Pancasila sejati, kuat,
sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi
pekerti, dan keyakinan beragama.
Konsep Pendidikan IPS yang menginspirasi
kurikulum 1975 yang menampilkan 4 (empat) profil, pertama; Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) menggantikan Kewarganegaraan sebagai bentuk pendidikan
IPS khusus; Kedua, Pendidikan
IPS terpadu untuk SD; Ketiga,
Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP
yang menempatkan IPS sebagai konsep Payung sejarah, geografi dan ekonomi
koperasi; dan keempat ,
Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan
geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan
sejarah) untuk SMEA / SMK.
2.10 Alokasi Waktu
Kurikulum 1975
Atas dasar prinsip efisiensi dan
efektivitas kurikulum 1975 memilih jumlah jam pelajaran selama seminggu 36 jam
dan 42 jam, karena pertimbangan bahwa para murid dapat dituntut untuk bekerja
lebih keras pada setiap jam yang tersedia, dengan tetap memberikan kesempatan
untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih santai pada saat-saat tertentu.
Oleh karena itu kegiatan-kegiatan belajar yang sifatnya wajib dan akademis
ditekankan pada hari Senin sampai dengan Jumat sedangkan kegiatan-kegiatan pada
hari Sabtu sifatnya pilihan wajib, ekspresif dan rekreatif. Atas dasar prinsip
ini juga disarankan agar setiap pelajaran hendaknya tidak diberikan dalam 1 jam
pelajaran saja untuk satu minggu, melainkan antara 2
jam
dan sebanyak-banyaknya 3 jam pada setiap pertemuan. Sistem catur wulan masih
tetap digunakan tetapi dengan suatu pengertian yang akan menuntut guru secara
sistematis dan berencana mengatur kegiatan-kegiatan mengajar dalam
satuan-satuan catur wulan secara bulat. Bentuk usaha yang dilaksanakan adalah
agar waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal oleh murid dan guru
bagi kegiatan belajar mengajar yang efisien dan efektif. Prinsip ini juga akan
mempengaruhi penyusunan jadwal pelajaran setiap minggunya.
2.11 Evaluasi Kurikulum
1975
Evaluasi
kurikulum1975 terbagi menjadi dua macam, yaitu evaluasi kurikulum dan evaluasi
pembelajaran.
1)
Evaluasi Pembelajaran
Penilaian dalam Kurikulum 1975 dilakukan dalam ulangan harian, ulangan semester, dan ujian sekolah. Ulangan harian dan ulangan semester dilakukan oleh guru dan dijadikan sebagai
dasar untuk pemberian nilai
dalam rapor dan kenaikan kelas, sedangkan ujian sekolah dikoordinasikan dalam rayon (tingkat kabupaten atau provinsi) untuk menentukan kelulusan. Bentuk soal yang digunakan adalah soal uraian dan pilihan ganda. Penentuan kenaikan kelas dan kelulusan dilakukan sekolah.
Adapun cara penentuan nilai
rapor dilakukan dengan penggabungan hasil
penilaian formatif dan sumatif. Langkah-langkahnya adalah
(a) mengubah hasil penilaian formatif ke dalam nilai berskala 1- 10, dan (b) menghitung nilai rata-rata hasil penilaian sumatif dengan hasil penilaian formatif. Pedoman kenaikan kelas dalam Kurikulum 1975 dinyatakan bahwa seorang siswa naik kelas bila pada semester II jika (a) tidak ada nilai 3 (tiga), (b) nilai
rata-rata bidang studi adalah 6 (enam), dan (c) apabila terjadi hal-hal yang meragukan berkenaan dengan kriteria yang berlaku, keputusan diserahkan kepada wali kelas dan kepala sekolah.
2.12
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN KURIKULUM
TAHUN 1975
Dalam
kurikulum ini fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan ilmu
pengetahuan, teknologi dan nilai-nilai budaya masa lalu kepada generasi muda.
1)
Kelebihan
Kurikulum 1975
a)
Menekankan pada pendidikan yang
lebih efektif dan efisien dalam hal daya dan waktu mengusahakan agar dalam
pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber
lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai dan
mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun
kuantitas.
b)
Beroreantasi pada tujuan. Pemerintah
merumuskan tujuan-tujan yang harus dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal
dengan hirarki tujuan pendidikan.
c)
Menganut pendekatan integrative
dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang
kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integretif.
d) Dipengaruhi
psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (Rangsang-
jawab) dan latihan drill.
e)
Relevansi secara internal bahwa
kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan,
bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa
komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan
dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik
(relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat
(relevansi sosilogis).
f)
Fleksibilitas; dalam pengembangan
kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan
fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta
kemampuan dan latar bekang peserta didik.
g)
Kontinuitas; yakni adanya
kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal.
Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan,
maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan
h)
Materi pelajaran dikemas dengan
menngunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam
pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi
pelajaran yang diberikan.
i)
Menanamkan pengertian terlebih dahulu
sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan
kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk
menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa
memahami konsep yang dipelajari.
j)
Belajar adalah berusaha menguasai
isi atau materi pelajaran sebanyak-banyaknya. Kurikulum subjek akademik tidak berarti terus
tetap hanya menekankan materi yang disampaikan. Dalam sejarah perkembanganya
secara berangsur-angsur memperhatikan juga proses belajar peserta didik.
2)
Kelemahan
Kurikulum 1975
a)
Terdapat ketidak serasian antara
materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
b)
Terdapat kesenjangan antara program
kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
c)
Terlalu padatnya isi kurikulum yang
harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
d) Guru dibuat
sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
e)
Pada kurikulum ini menekankan pada
pencapaian tujuan pendidikan secara sentralistik, sehingga kurang memberi
peluang untuk berkembangnya potensi daerah.
f)
Kurikulum ini berorientasi pada guru
hal ini membentuk persepsi bahwa guru yang mendominasi proses pembelajaran,
metode-metode ceramah dan metode dikte menonjol digunakan oleh para guru.
g)
Kreativitas murid kurang berkembang
karena didukung oleh konsep kurikulum yang menempatkan guru sebagai subjek
dalam melakukan pembelajaran di kelas.
2.13 DAMPAK KURIKULUM TAHUN 1975
Penerapan kurikulum 1975 disekolah
melalui peranan yang dilakukan guru yaitu dengan mengembangkan satuan pelajaran
(satpel). Satuan pelajaran pada dasarnya adalah rencana guru dalam
mengembangkan garis-garis besar program pengajaran (GBPP) menjadi kurikulum
guru dalam bentuk rencana tertulis guru. Satuan pelajaran yang harus
dikembangkan guru masih terbatas pada pengembangan satu pokok bahasan yang
terdapat pada GBPP dan belum menjadi rencana pembelajaran guru untuk satu
semester. Pemikiran bahwa implementasi atau penerapan kurikulum di lakukan
melalui perencanaan guru dalam bidang studi secara terpisah masih mendominasi
pemikiran para pengembang kurikulum. Oleh karena itu satuan pelajaran dibuat
oleh guru bidang studi tersebut baik yang dilakukan guru secara individual
maupun dalam kelompok musyawarah kerja guru bidang studi. Guru bidang studi IPS
mengembangkan satuan pelajaran untuk kelas yang diajarnya demikian pula guru
bidang studi IPA, matematika, bahasa Inggris dan seterusnya.
Pada waktu dipertemuan di musyawarah
kerja guru bidang studi mereka berkelompok pada kelas yang diajar oleh guru
dari berbagai sekolah dan menghasilkan satuan pelajaran untuk bidang studi
kelas yang menjadi tanggung jawab mereka. Sebagaimana kurikulum sebelumnya,
pemikiran bahwa kurikulum adalah kurikulum sekolah dan bidang studi ataupun
mata pelajaran adalah bagian dari kurikulum sekolah belum menjadi fokus
perhatian para pengembang kurikulum. Konsekuensi dari pemikiran bahwa kurikulum
adalah sekolah menghendaki perencanaan dokumen kurikulum yang menggambarkan
adanya keutuhan tersebut. Oleh karena itu materi kurikulum yang masuk kategori
keterampilan (ketrampilan kognitif, ketrampilan
sosial, ketrampilan kinestetik, dan sebagainya), dan materi kurikulum yang
masuk dalam kategori nilai dan sikap harus diorganisasikan sebagai materi
kurikulum yang dikembangkan melalui materi pengetahuan yang diorganisasikan
dalam label mata pelajaran atau bidang studi. Pemikiransemacam itu pernah
dimunculkan dalam rancangan kurikulum berbasis kompetensi dengan label
kompetensi lintas kurikulumsosial, ketrampilan kinestetik, dan sebagainya), dan
materi kurikulum yang masuk dalam kategori nilai dan sikap harus
diorganisasikan sebagai materi kurikulum yang dikembangkan melalui materi
pengetahuan yang diorganisasikan dalam label mata pelajaran atau bidang studi.
Pemikiransemacam itu pernah dimunculkan dalam rancangan kurikulum berbasis
kompetensi dengan label kompetensi lintas kurikulum.
BAB
3. KESIMPULAN
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum 1975 dibentuk
agar agar lebih sesuai dengan tuntutan perubahan, dan
lebih efisien dan efektif dalam
menunjang tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
Tujuan-tujuan
Institusional kurikulum 1975 meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
khusus terdiri dari bidang pengetahuan, bidang keterampilan , dan budang nilai
dan Sikap. Pengetahuan
Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah,
geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS. Evaluasi dilakukan dengan ulangan harian,
ulangan semester, dan ujian sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan,
S. Hamid. Perkembangan Kurikulum: Perkembangan Ideologis Dan Teoritik
Pedagogis (1950 – 2005).
Soedijarto, dkk. 2010. Sejarah Pusat Kurikulum. Jakarta:
Depdiknas.
Mukaramah, R. 2013. Kurikulum IPS dalam Kurikulum Tahun 1975. Dalam
http://raudhatulmukaramah.blogspot.co.id/2013/01/kurikulum-ips-dalam-kurikulum-tahun-1975.html.
Diakses [11 April 2016].
Arifah, N. 2014. Sejarah kurikulum 1975. Dalam http://arifahnurul2.blogspot.co.id/2014/12/serarah-kurikulum-1975.html. [11 April 2016].
Qulub, S. 2015. Makalah kurikulum 1975. Dalam http://dokumen.tips/documents/makalah-kurikulum-1975-2.html#.[11 April 2016].
Wahyuni, dkk. 2014. Perkembangan kurikulum indonesia. Dalam http://pendidikanekonomia.blogspot.co.id/2014/05/perkembangan-kurikulum-di-indonesia_862.html. [11 April 2016].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar