Selasa, 26 April 2016

Telaah Kurikulum SMP/MTs Tahun 1975



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Jika kita bicara dengan arah pembangunan masyarakat, maka disini sudah melibatkan sisi politis pendidikan. Karena kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan politis tertentu, maka sangat wajar jika ada istilah ganti menteri ganti kurikulum, ganti rezim ganti kurikulum, bahkan Bush Jr. mengucurkan dana miliyaran dollar untuk membujuk pesantrren-pesantren di Indonesia agar tidak berpresepsi buruk terhadap orang Kafir dan mengkerdilkan Jihad, lewat perubahan kurikulum pesantren atau yang disebut moderenisasi kurikulum pesantren.
Melalui paparan berikut ini, kita akan membuktikan bahwa pengembangan kurikulum sebagai alat pendidikan sangat dipengaruhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan rezim yang berkuasa. Dan melalui makalah ini pula kami pemakalah yakin bahwa keadaan kurikulum sudah dapat mewakili perkembangan pendidikan yang ada pada saat itu.
Dalam meningkatkan mutu pendidian pastinya juga berkaitan dengan konsep kurikulum yang ditentukan oleh pemerintah.Telah kita ketahui kurikulum di Indonesia sudah dibentuk sejak tahun 1947.Namun dalam pembahasan ini kami mengambil kurikulum SMP pada tahun 1975, maka hal tersebut menjadi latar belakang kami untuk menelaah kurikulum yang sesui dengan tugas yang telah kami terima.

1.2  Rumusan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah kami tulis, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1)        apa pengertian kurikulum ?
2)        apa latar belakang lahirnya kurikulum 1975?
3)        apa saja tujuan kurikulum 1975 ?
4)        bagaimana karakteristik kurikulum 1975?
5)        apa saja ruang lingkup kurikulum 1975?
6)        apa saja isi dari kurikulum tahun 1975?
7)        bagaimana struktur kurikulum 1975?
8)        bagaimana metode pembelajaran kurikulum 1975?
9)        bagaimana posisi mata pelajaran sejarah dalam kurikulum 1975?
10)    bagaimana alokasi waktunya kurikukum 1975?
11)    bagaimana evaluasi yang di lakukan dalam kurikulum 1975?
12)    Apa kelebihan dan kekurangan kurikulum 1975?
13)    Apa dampak kurikulum 1975?

1.3  Manfaat dan Tujuan
Manfaat dan tujuan makalah ini dibuat adalah:
1)        Manfaat
      Manfaat makalah ini dibuat adalah:
a)      Sebagai tugas kelompok mata kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks Sekolah.
b)      Menambah pengetahuan bagi pesertamata kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks Sekolah tentang kurikulum SMP tahun 1975.

2)        Tujuan
      Tujuan pembuatan makalah ini berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1)      pembaca dapat memahami tentang pengertian kurikulum.
2)      pembaca dapat memahami tentang latar belakang lahirnya kurikulum 1975.
3)      pembaca dapat memahami tentang tujuan kurikulum 1975.
4)      pembaca dapat memahami tentang karakteristik kurikulum 1975.
5)      pembaca dapat memahami tentang ruang lingkup kurikulum 1975.
6)      pembaca dapat memahami tentang isi dari kurikulum tahun 1975.
7)      pembaca dapat memahami tentang struktur kurikulum 1975.
8)      pembaca dapat memahami tentang metode pembelajaran kurikulum 1975.
9)      pembaca dapat memahami tentang posisi mata pelajaran sejarah dalam kurikulum 1975.
10)  pembaca dapat memahami tentang alokasi waktunya kurikukum 1975.
11)  pembaca dapat memahami tentang evaluasi yang di lakukan dalam kurikulum 1975.
12)  pembaca dapat memahami tentang kelebihan dan kekurangan kurikulum 1975.
13)  pembaca dapat memahami tentang dampak kurikulum 1975.



BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurukulum
Rumusan tentang pengertian kurikulum para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.
Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1)        Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2)        Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3)        Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4)        Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

2.2 Latar Belakang Lahirnya Kurikulum 1975
Kurikulum SMP 1975 berlaku pada keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 008-D/U/1975 tertanggal 17 Januari 1975 tentang pembakuan Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama (Depdikbud,1978). Adapun latar belakang munculnya Kurikulum 1975 adalah sebagaui berikut.
      Setelah Kurikulum SMP Tahun 1968 berjalan selama kurang lebih 6 tahun, hurikulum tersebut perlu disesuaikan dengan tuntutan perkembangan dan perubahan zaman dan masyarakat. Program-program, kebijakan-kebijakan, dan fenomena yang telah mempengaruhi  dan melahirkan perubahan-perubahan tersebut antara lain:    
1)        Kegiatan pembaharuan pendidikan selama Pembangunan Lima Tahun (PELITA) I yang dimulai pada tahun 1969telah melahirkan dan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang sudah mulai memasuki pelaksanaan sistem pendidikan nasional
2)        Kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
3)        Hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional telah mendorong Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk meninjau kembali kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional, 
4)        Inovasi dalam sistem belajar mengajar yang dirasakan dan dinilai lebih efisien dan efektif telah memasuki dunia pendidikan di Indonesia, 
5)        Keluhan-keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan mendorong petugas-petugas pendidikan untuk meninjau kembali sistem yang sedang berlaku.
Hal-hal tersebut merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi perlunya peninjauan kembali kurikulum SMP/ SMA agar lebih sesuai dengan tuntutan perubahan, dan lebih efisien dan efektif dalam menunjang tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Pada saat itu pemerintah menganggap bahwa kenyataan-kenyataan, kebijakan baru, dan inovasi baru di bidang pendidikan belum dipertimbangkan pada saat mengembangkan kurikulum 1968.

2.3 Tujuan Kurikulum 1975
Dalam sidang pada tahun 1973 MPR menghasilkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1973. Tujuan pendidikan dirumuskan menjadi ”membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk Manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggungjawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan pendidikan ini mengubah tujuan pendidikan sebelumnya secara mendasar. TAP MPRS XXVI/MPRS/66 merumuskan tujuan pendidikan berkenaan dengan ketiga aspek manusia yaitu mental-moral-agama, kecerdasan dan ketrampilan, serta kebugaran fisik sementara tujuan pendidikan yang baru telah diarahkan kepada untuk kepentingan pembangunan. Seharusnya dengan tujuan yang demikian, kurikulum haruslah dikembangkan berdasarkan pandangan tersebut dimana manusia yang dihasilkan pendidikan adalah manusia pembangunan. Manusia pembangunan yang dimaksudkan adalah manusia Pancasilais yang memiliki berbagai kualitas sehat jasmani dan rohani, kreatif, bertanggungjawab, demokratis, cerdas, berbudi pekerti luhur, cinta bangsa dan ummat manusia. Tujuan pendidikan yang demikian menunjukkan orientasi filosofis pendidikan yang bersifat rekonstruksi sosial.
Kurikulum baru yang dikembangkan pada tahun 1975 tidak menggunakan pendekatan yang tersirat dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1973. Kurikulum 1975 adalah kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan proses dan prosedur yang didasarkan pada teori pengembangan kurikulum. Meski pun demikian, kurikulum 1975 masih dikembangkan berdasarkan pemikiran orientasi filosofis pendidikan keilmuan yang dominan dan tidak berorientasi kepada pembangunan. Walaupun demikian tidaklah berarti kurikulum 1975 telah melepaskan dirinya dari pengaruh politik.
Adapun tujuan-tujuan Institusional yang akan dicapai adalah:
1)   Tujuan –Tujuan SMP
a)    Umum
Setelah menyelesaikan di SMP Sisea diharapkan:
·         Menjadi warga Negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat kuat lahir dan batin.
·         menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari Pendidikan di Sekolah dasar.
·         memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke Sekolah Lanjutan Atas dan untuk terjun ke masyarakat dengan menempuh:
·         program umum yang bagi semua siswa.
·         program-program akademis yang sama bagi semua siswa.
·         program-program keterampilan pra-vokasionil yang wajib di pilih oleh siswa sesuai dengan minat dan bakatnya serta kebutuhan masyarakat.

b)   Khusus
Setelah menempuh pendidikan di SMP, para siswa diharapkan :
Di Bidang Pengetahuan:
·         Memiliki pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
·         Memiliki pengetahuan yang fungsionil tentang fakta-fakta dan kejadian-kejadian penting yang aktuil terutama yang bersifat lokal, regional, dan nasional.
·         Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan pemerintah sesuai dengan UUD 1945.
·         Menguasai pengetahuan dasar di bidang Metematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.
·         Memiliki pengetahuan berbagai bidang pekerjaan tingkat menengah yang ada di masyarakat.
·         Memiliki pengetahuan elementer tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi nasional.
·         Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan keluarga, dan kesehatan.

Di Bidang Keterampilan :
·         Menguasai cara-cara belajar dengan baik.
·         Memiliki keterampilan memecahkan masalah sederhana dengan sistimatis.
·         Memiliki keterampilan membaca/memahami isi bacaan sederhana yang berguna baginya dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
·         Memiliki keterampilan mengadakan komunikasi sosial secara lisan dan tulisan.
·         Memiliki keterampilan dan kebiasaan berolahraga.
·         Memiliki keterampilan dalam sekurang-kurangnya satu cabang kesenian.
·         Memiliki keterampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan usaha kesehatan.
·         Memiliki keterampilan sederhana dalam bidang kepemimpinan.Memiliki kemampuan sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan pra-vokasionil sesuai dengan minat dan bakatnya serta kebutuhan lingkungannya.

Bidang nilai dan Sikap:
·         Menerima dan melaksanakan ajaran-ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati ajaran-ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain.
·         Memiliki rasa tanggng jawab dalam pekerjaan dan masyarakat.
·         Percaya pada diri sendiri dan bersikap makarya.
·         Mencintai sesama manusia, bangsa dan lingkungan sekitarnya.
·         Memiliki minat dan sikap positip terhadap ilmu pengetahuan
·         Memiliki sikap demokratis dan tenggang rasa.
·         Berdisiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku.
·         Memiliki inisiatif, daya kreatip, sikap kritis, rasionil dan obyektip dalam memecahkan persoalan.
·         Memiliki sikap hemat tetapi produktip.
·         Memiliki minat dan sikap yang positip dan konstruktip terhadap olah raga dan hidup sehat.
·         Dapat mengapresiasi kebudayaan dan tradisi nasional.
·         Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja masyarakat tanpa memandang tinggi dan rendahnya nilai sosial/ekonomis masing-masing
·         jenis pekerjaan.

2.4 Karakteristik Kurikulum 1975
Karakteristik Kurikulum 1975 adalah (Depdikbud, 1978):
1)        Menganut pendekatan berorientasi tujuan-tujuan, ini berarti bahwa setiap guru     harus mengetahui secara jelas tujuan yang harus dicapai oleh para murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
2)        Menganut pendekatan integratif dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan-tujuan yang lebih akhir.
3)        Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum ini tidak hanya dibebankan kepada bidang pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya melainkan juga kepada bidang pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Sejarah, Geografi. Ekonomi) dan Pendidikan Agama.
4)        Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, daya dan waktu yang tersedia pada jam-jam sekolah hendaknya dimanfaatkan begi kegiatan-kegiatan belajar untuk mencapai tujuan-tujuan yang tidak mungkin dilakukan di luar situasi sekolah (guru-murid, serta fasilitas dan media pendidikan).
2.5  Ruang Lingkup Kurikulum 1975
Ruang lingkup kurikulum 1975 meliputi guru dan Murid.
1)        Guru
Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mengetahui tujuan-tujuan pendidikan sesuai tujuan kurikulum yang telah disebutkan, karena pendidikan mengutamakan pada tujuan-tujuan. Selain itu guru harus menguasai pembuatan butir-butir soal yang harus objektif.

2)        Siswa
Siswa atau peserta didik adalah mereka yang secara khusus
diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang
diselenggarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang
berilmu pengetahuan, berketerampilan, berpengalaman, berkepribadian,
berakhlak mulia, dan mandiri. Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masingmasing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.

2.6  Isi Kurikulum 1975
Dalam menyusun dan membakukan kurikulum 1975 digunakan beberapa prinsip yang memungkinkan sistem pendidikan di sekolah benar-benar lebih efisien dan efektif. Prinsip-prinsip itu adalah : (1) Prinsip Fleksibilitas Program, (2) Prinsip Efektifitas dan Efisiensi, (3) Prinsip Berorientasi pada Tujuan, (4) Prinsip Kontuinitas, dan (5) Prinsip Pendidikan Seumur Hidup.
 Kurikulum SMP 1975 tersusun atas 3 (tiga) macam program pendidikan:  (1) Program Pendidikan Umum; (2) Program Pendidikan Akademis; dan (3) Program Pendidikan Keterampilan.
Program pendidikan umum wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
1)        Pendidikan Agama;
2)        Pendidikan Moral Pancasila;
3)        Pendidikan Olahraga dan Kesehatan;
4)        Pendidikan Kesenian.

Program pendidikan akademis wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
1)        Bahasa Indonesia;
2)        Bahasa Daerah;
3)        Bahasa Inggris;
4)        Ilmu Pengatahuan Sosial;
5)        Matematika;
6)        Ilmu Pengetahuan Alam.

Program pendidikan keterampilan terdiri atas:
1)        Pendidikan Keterampilan Pilihan Terikat, yang dapat dipilih di antara:
a)         Praktik Pendidikan Kesejahteraan Keluarga;
b)        Teknik;
c)         Jasa;
d)        Agraria;
e)         Maritim;
f)         Industri;
g)        Kerajinan.

2)        Pendidikan Keterampilan Pilihan Bebas, yang dapat dipilih di antara:
a)         Praktikum Ilmu Alam;
b)        Praktikum Ilmu Hayat;
c)         Konversasi-diskusi;
d)        Olahraga Prestasi;
e)         Kesenian;
f)         Usaha Kesehatan Sekolah

Dalam Kurikulum SMP 1975 dinyatakan bahwa pendidikan kependudukan diintegrasikan ke dalam bidang studi yang relevan. Jam pelajaran untuk setiap minggu untuk setiap kelas berjumlah 37 dengan ketentuan bagi kelas yang memberikan pelajaran bahasa daerah, jam pelajaran setiap minggu berjumlah 39.

2.7 Struktur Kurikulum 1975
Kurikulum SMP tahun 1975 mengenal adanya struktur kurikulum yang terdiri atas kelompok mata pelajaran Pendidikan Umum, Pendidikan Akademis, dan Pendidikan Ketrampilan. Dalam kurikulum SMP tahun 1968 terdapat 18 mata pelajaran berkurang menjadi 12 mata pelajaran dalam kurikulum SMP tahun 1975. Jumlah jam pelajaran berkurang dari 41 jam per minggu menjadi 37-39 jam per minggu (karena pelajaran bahasa daerah tidak wajib bagi seluruh wilayah Indonesia).
Struktur Program Kurikulum yang digunakan untuk menentukan perbandingan bobot antar Bidang Studi, Puskur menggunakan model “ Value Contribution Technique” yaitu memperbandingkan fungsi dan perbandingan sumbangan yang diberikan oleh mempelajari suatu bidang studi dalam mencapai tujuan pendidikan yang harus dicapai. Dalam pada itu bidang studi dikelompokkan sesuai dengan fungsinya yaitu Pendidikan Umum, Akademik, dan Keterampilan. Selanjutnya rentang penyajiannya diterapkan dari tahun pertama sampai tahun akhir suatu jenjang.
Struktur program kurikulum SMP sebagai berikut
Program
Pendidikan
No.
Bidang Studi
Kelas
I
II
III
1
2
3
4
5
6
Pendidikan
Umum
1.
2.
3.
Pendidikan Agama
Olah Raga Kesehatan
Pendidikan Kesenian
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
3
2
Pendidikan Akademis
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bahasa Indonesia
Bahasa Daerah
Bahasa Inggris
Ilmu Penget. Sosial
Matematika
Ilmu Penget. Alam
5
(2)
4
6
5
4
5
(2)
4
6
5
4
5
(2)
4
6
5
4
5
(2)
4
6
5
4
5
-
4
6
5
4
5
-
4
6
5
4
Pendidikan Keterampilan
10.
11.
Pilihan terikat
Pilihan Bebas
6
-
-
6
6
-
-
6
6
-
-
6
Jumlah jam pelajaran per-minggu
37
(39)
37
(39)
37
(39)
37
(39)
37
(39)
37
(39)

2.8 Metode Pembelajaran Kurikulum 1975
Pendekatan baru yang digunakan dalam pengembangan kurikulum 1975 adalah proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan siswa belajar aktif, penerapan instructional technology, dan penerapan butir soal objektif untuk asesmen hasil belajar. Pendekatan baru yang digunakan dalam proses pembelajaran menempatkan peserta didik dalam posisi aktif dalam belajar dan dinamakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pemikiran yang ada dalam model ini adalah peserta harus aktif mencari, menemukan, dan mengkomunikasikan hasil belajarnya sedangkan guru bertugas memberikan fasilitasi untuk belajar. Sayangnya, model kurikulum yang digunakan dan definisi konten kurikulum yang digunakan tidak disesuaikan dengan pendekatan ini. Model kurikulum yang berorientasi pada proses (process curriculum model) yang menghendaki adanya penguatan (reinforcement) tidak digunakan, model kurikulum yang digunakan adalah “content-based curriculum”. Definisi konten kurikulum juga terbatas pada konten substantif sehingga proses tidak dikembangkan dan diajarkan sebagai konten.
Penerapan pendekatan “instructional technology” dalam kurikulum 1975 ditandai dengan penggunaan model Sistem Pengembangan Sistem Instruksional (SPSI). Melalui model ini maka guru harus mengembangkan rencana pelajaran. Model ini memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan pemikiran kependidikannya dalam suatu bidang studi atau mata pelajaran tertentu. Sayangnya, kenyataan lapangan menunjukkan bahwa penerapan model SPSI didegradasi menjadi model bersama yang dikembangkan oleh musyawarah guru (Hasan, 1984).

2.9 Posisi Mata Pelajaran Sejarah dalam 1975
Kurikulum 1975 mengemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum.
Dalam kurikulum tahun 1975 dinyatakan bahwa IPS adalah paduan sejumlah mata pelajaran Ilmu sosial. Untuk IPS pada jenjang pendidikan dasar disebutkan bahwa materi pelajaran IPS ditunjang geografi dan kependudukan, sejarah dan ekonomi koperasi, sedangkan untuk menengah IPS mencakup geografi dan kependudukan, sejarah, antropologi budaya, ekonomi dan koperasi serta tata buku dan hitung dagang. Jadi orientasi pendidikan intinya mata pelajaran IPS masuk ke kurikulum 1975 masuk ke dalam SD/MI SMP/MTS, namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP.  Kurikulum 1975 adalah kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan proses dan prosedur yang didasarkan pada teori pengembangan kurikulum. Meskipun demikian kurikulum 1975 masih dikembangkan berdasarkan pemikiran orientasi filosofis pendidikan keilmuan yang dominan dan tidak berorientasi kepada pembangunan, walaupun demikian tidaklah berarti kurikulum 1975 telah melepaskan diri dari npengaruh politik . (S. Hamid Hasan : 2006)  dimana situasi pemerintahan  saat itu awal pemerintahan Orde Baru.
Pada tahun 1972 – 1973 sudah pernah dilakukan uji coba pertama konsep IPS masuk dipersekolahan Indonesia diterapkan pada kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum 1975 program pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan melalui pelajaran sejarah dan geografi saja, sehingga dilakukan reduksi mata pelajaran mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas saat itu dimasukan mata pelajaran ilmu sosial serumpun atau sejenis digabung ke dalam mata pelajaran IPS. Oleh karena itu pemberlakuan istilah IPS (social studies) dalam kurikulum 1975 dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara resmi di Indonesia.
Upaya memasukan materi ilmu-ilmu sosial dan humaniora ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia disajikan mata pelajaran dan bidang studi atau jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi pada kurikulum 1975. Kurikulum tahun 1975 merupakan perwujudan dari perubahan sosial pada pelaksanaan UUD 1945 secara mnurni dan konsekuen, bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Konsep Pendidikan IPS yang menginspirasi kurikulum 1975 yang menampilkan 4 (empat) profil, pertama; Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menggantikan Kewarganegaraan sebagai bentuk pendidikan IPS khusus; Kedua, Pendidikan IPS terpadu untuk SD; Ketiga,  Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep Payung sejarah, geografi dan ekonomi koperasi; dan keempat ,  Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG, dan IPS (ekonomi dan sejarah) untuk SMEA / SMK.

2.10 Alokasi Waktu Kurikulum 1975
Atas dasar prinsip efisiensi dan efektivitas kurikulum 1975 memilih jumlah jam pelajaran selama seminggu 36 jam dan 42 jam, karena pertimbangan bahwa para murid dapat dituntut untuk bekerja lebih keras pada setiap jam yang tersedia, dengan tetap memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih santai pada saat-saat tertentu. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan belajar yang sifatnya wajib dan akademis ditekankan pada hari Senin sampai dengan Jumat sedangkan kegiatan-kegiatan pada hari Sabtu sifatnya pilihan wajib, ekspresif dan rekreatif. Atas dasar prinsip ini juga disarankan agar setiap pelajaran hendaknya tidak diberikan dalam 1 jam pelajaran saja untuk satu minggu, melainkan antara 2
jam dan sebanyak-banyaknya 3 jam pada setiap pertemuan. Sistem catur wulan masih tetap digunakan tetapi dengan suatu pengertian yang akan menuntut guru secara sistematis dan berencana mengatur kegiatan-kegiatan mengajar dalam satuan-satuan catur wulan secara bulat. Bentuk usaha yang dilaksanakan adalah agar waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal oleh murid dan guru bagi kegiatan belajar mengajar yang efisien dan efektif. Prinsip ini juga akan mempengaruhi penyusunan jadwal pelajaran setiap minggunya.

2.11 Evaluasi Kurikulum 1975
Evaluasi kurikulum1975 terbagi menjadi dua macam, yaitu evaluasi kurikulum dan evaluasi pembelajaran.
1)        Evaluasi Pembelajaran
Penilaian dalam Kurikulum 1975 dilakukan dalam ulangan harian, ulangan semester, dan ujian sekolah. Ulangan harian dan ulangan semester dilakukan oleh guru dan dijadikan sebagai dasar untuk pemberian nilai dalam rapor dan kenaikan kelas, sedangkan ujian sekolah dikoordinasikan dalam rayon (tingkat kabupaten atau provinsi) untuk menentukan kelulusan. Bentuk soal yang digunakan adalah soal uraian dan pilihan ganda. Penentuan kenaikan kelas dan kelulusan dilakukan sekolah. 
Adapun cara penentuan nilai rapor dilakukan dengan penggabungan hasil penilaian formatif dan sumatif. Langkah-langkahnya adalah (a) mengubah hasil penilaian formatif ke dalam nilai berskala 1- 10, dan (b) menghitung nilai rata-rata hasil penilaian sumatif dengan hasil penilaian formatif. Pedoman kenaikan kelas dalam Kurikulum 1975 dinyatakan bahwa seorang siswa naik kelas bila pada semester II jika (a) tidak ada nilai 3 (tiga), (b) nilai rata-rata bidang studi adalah 6 (enam), dan (c) apabila terjadi hal-hal yang meragukan berkenaan dengan kriteria yang berlaku, keputusan diserahkan kepada wali kelas dan kepala sekolah.
2.12 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN KURIKULUM TAHUN 1975
Dalam kurikulum ini fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan ilmu pengetahuan, teknologi dan nilai-nilai budaya masa lalu kepada generasi muda.
1)      Kelebihan Kurikulum 1975
a)        Menekankan pada pendidikan yang lebih efektif dan efisien dalam hal daya dan waktu mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai dan mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
b)        Beroreantasi pada tujuan. Pemerintah merumuskan tujuan-tujan yang harus dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal dengan hirarki tujuan pendidikan.
c)        Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integretif.
d)       Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (Rangsang- jawab) dan latihan drill.
e)        Relevansi secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
f)         Fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
g)        Kontinuitas; yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan
h)        Materi pelajaran dikemas dengan menngunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
i)           Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajari.
j)          Belajar adalah berusaha menguasai isi atau materi pelajaran sebanyak-banyaknya.  Kurikulum subjek akademik tidak berarti terus tetap hanya menekankan materi yang disampaikan. Dalam sejarah perkembanganya secara berangsur-angsur memperhatikan juga proses belajar peserta didik.

2)      Kelemahan Kurikulum 1975
a)        Terdapat ketidak serasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
b)         Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
c)         Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
d)       Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
e)        Pada kurikulum ini menekankan pada pencapaian tujuan pendidikan secara sentralistik, sehingga kurang memberi peluang untuk berkembangnya potensi daerah.
f)         Kurikulum ini berorientasi pada guru hal ini membentuk persepsi bahwa guru yang mendominasi proses pembelajaran, metode-metode ceramah dan metode dikte menonjol digunakan oleh para guru.
g)        Kreativitas murid kurang berkembang karena didukung oleh konsep kurikulum yang menempatkan guru sebagai subjek dalam melakukan pembelajaran di kelas.



2.13 DAMPAK KURIKULUM TAHUN 1975
Penerapan kurikulum 1975 disekolah melalui peranan yang dilakukan guru yaitu dengan mengembangkan satuan pelajaran (satpel). Satuan pelajaran pada dasarnya adalah rencana guru dalam mengembangkan garis-garis besar program pengajaran (GBPP) menjadi kurikulum guru dalam bentuk rencana tertulis guru. Satuan pelajaran yang harus dikembangkan guru masih terbatas pada pengembangan satu pokok bahasan yang terdapat pada GBPP dan belum menjadi rencana pembelajaran guru untuk satu semester. Pemikiran bahwa implementasi atau penerapan kurikulum di lakukan melalui perencanaan guru dalam bidang studi secara terpisah masih mendominasi pemikiran para pengembang kurikulum. Oleh karena itu satuan pelajaran dibuat oleh guru bidang studi tersebut baik yang dilakukan guru secara individual maupun dalam kelompok musyawarah kerja guru bidang studi. Guru bidang studi IPS mengembangkan satuan pelajaran untuk kelas yang diajarnya demikian pula guru bidang studi IPA, matematika, bahasa Inggris dan seterusnya.
Pada waktu dipertemuan di musyawarah kerja guru bidang studi mereka berkelompok pada kelas yang diajar oleh guru dari berbagai sekolah dan menghasilkan satuan pelajaran untuk bidang studi kelas yang menjadi tanggung jawab mereka. Sebagaimana kurikulum sebelumnya, pemikiran bahwa kurikulum adalah kurikulum sekolah dan bidang studi ataupun mata pelajaran adalah bagian dari kurikulum sekolah belum menjadi fokus perhatian para pengembang kurikulum. Konsekuensi dari pemikiran bahwa kurikulum adalah sekolah menghendaki perencanaan dokumen kurikulum yang menggambarkan adanya keutuhan tersebut. Oleh karena itu materi kurikulum yang masuk kategori keterampilan (ketrampilan kognitif, ketrampilan sosial, ketrampilan kinestetik, dan sebagainya), dan materi kurikulum yang masuk dalam kategori nilai dan sikap harus diorganisasikan sebagai materi kurikulum yang dikembangkan melalui materi pengetahuan yang diorganisasikan dalam label mata pelajaran atau bidang studi. Pemikiransemacam itu pernah dimunculkan dalam rancangan kurikulum berbasis kompetensi dengan label kompetensi lintas kurikulumsosial, ketrampilan kinestetik, dan sebagainya), dan materi kurikulum yang masuk dalam kategori nilai dan sikap harus diorganisasikan sebagai materi kurikulum yang dikembangkan melalui materi pengetahuan yang diorganisasikan dalam label mata pelajaran atau bidang studi. Pemikiransemacam itu pernah dimunculkan dalam rancangan kurikulum berbasis kompetensi dengan label kompetensi lintas kurikulum.



BAB 3. KESIMPULAN

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum 1975 dibentuk agar agar lebih sesuai dengan tuntutan perubahan, dan lebih efisien dan efektif dalam menunjang tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
Tujuan-tujuan Institusional kurikulum 1975 meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus terdiri dari bidang pengetahuan, bidang keterampilan , dan budang nilai dan Sikap. Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS. Evaluasi dilakukan dengan ulangan harian, ulangan semester, dan ujian sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, S. Hamid. Perkembangan Kurikulum: Perkembangan Ideologis Dan Teoritik Pedagogis (1950 – 2005).
Soedijarto, dkk. 2010. Sejarah Pusat Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.
Mukaramah, R. 2013. Kurikulum IPS dalam Kurikulum Tahun 1975. Dalam http://raudhatulmukaramah.blogspot.co.id/2013/01/kurikulum-ips-dalam-kurikulum-tahun-1975.html. Diakses [11 April 2016].
Arifah, N. 2014. Sejarah kurikulum 1975. Dalam http://arifahnurul2.blogspot.co.id/2014/12/serarah-kurikulum-1975.html. [11 April 2016].
Qulub, S. 2015. Makalah kurikulum 1975. Dalam http://dokumen.tips/documents/makalah-kurikulum-1975-2.html#.[11 April 2016].
Wahyuni, dkk. 2014. Perkembangan kurikulum indonesia. Dalam http://pendidikanekonomia.blogspot.co.id/2014/05/perkembangan-kurikulum-di-indonesia_862.html. [11 April 2016].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar