TELAAH KURIKULUM SMP/MTs TAHUN
2006
(KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Telaah
Kurikulum dan Buku Teks di Sekolah Dosen Pengampu Dr. Nurul Umamah, M. Pd
Makalah
Oleh:
1.
NUR MA’RIFA 120210302087
2.
FAIZAH MARDHALIZA 150210302002
3.
NURMA HELANI 150210302003
KELAS B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Telaah Kurikulum SMP/MTs 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)” dengan
tepat waktu. Yang mana penulisan makalah
ini kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks di Sekolah.
Terima kasih kami
sampaikan kepada Ibu Dr. Nurul Umamah, M. Pd selaku
dosen pembimbing Mata Kuliah Kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks di Sekolah. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah
banyak membantu dan memberikan motivasi kepada kami dalam
penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku
penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.
Jember, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
Masalah 2
1.3 Tujuan 3
BAB 2. PEMBAHASAN 4
2.1
Definisi Kurikulum SMP tahun 2006 4
2.2
Karakteristik Kurikulum SMP tahun 2006 7
2.3
Tujuan Kurikulum SMP tahun 2006 9
2.4
Ruang Lingkup Kurikulum SMP tahun 2006 11
2.5
Isi Kurikulum SMP tahun 2006 12
2.6
Posisi Mata Pelajaran Sejarah dalam Kurikulum
SMP
tahun 2006 21
2.7
Metode Pembelajaran Kurikulum SMP tahun 2006 22
2.8
Evaluasi Kurikulum SMP tahun 2006 25
2.9
Prinsip Pengembangan Kurikulum SMP tahun 2006 34
2.10 Kelebihan
dan Kekurangan Kurikulum SMP
tahun
2006 36
BAB 3. PENUTUP 43
3.1 Simpulan 43
3.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Salah satu komponen penting dari sistem
pendidikan tersebut adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen
pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh
pengelola maupun penyelenggara; khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Oleh
karena itu, sejak Indonesia memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan
pendidikan bagi anak-anak bangsanya, sejak saat itu pula pemerintah menyusun
kurikulum (Mulyasa 2006:4).
Masa depan Bangsa terletak dalam tangan
generasi muda. Mutu bangsa dikemudian hari bergantung pada pendidikan yang
dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang
diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai di sekolah, ditentukan oleh
kurikulum sekolah tersebut. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat
yang sangat vital bagi perkembangan suatu bangsa. Dapat pula dipahami betapa
pentingnya usaha mengembangkan kurikulum tersebut.
Kurikulum merupakan alat yang sangat
penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan
tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan
dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan
perkembangan dan kemajuan zaman. Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka
dapat diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara
maksimal.
Salah satu inovasi terbaru yang
dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan menyempurnakan kualitas kurikulum
yang lama, yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 (PP19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengamanatkan
kurikulum pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan
dasar dan menengah yang disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI
(Standar Isi) dan SKL (Standar Kompetensi Lulusan). Selain itu, juga berpedoman
pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) serta
penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum
dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Pada dasarnya kurikulum yang baru ini
tidak ada perubahan dengan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) .kurikulum baru ini ialah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang mulai akrab disebut Kurikulum 2006 yang diolah berdasarkan Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan produk Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sudah diresmikan pada tanggal 7
Juli 2006. Kurikulum tersebut mengakomodir kepentingan daerah. Guru dan sekolah
diberikan otonomi untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi sekolah,
permasalahan sekolah dan kebutuhan sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
menuntut adanya kesanggupan guru untuk membuat kurikulum yang mendasarkan pada
kebolehan, kemampuan dan kebutuhan sekolah. Kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) tahun 2006 ini berarti satuan-satuan pendidikan harus mampu
mengembangkan komponen-komponen dalam kurikulum KTSP. Komponen yang dimaksud
mencakup visi, misi, dan tujuan tingkat satuan pendidikan; struktur dan muatan;
kalender pendidikan; silabus sampai pada rencana pelaksanaan pembelajaran.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang diatas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apakah
definisi Kurikulum 2006 (KTSP) ?
2) Bagaimanakah
karakteristik Kurikulum 2006 (KTSP) ?
3) Apakah
tujuan Kurikulum 2006 (KTSP) ?
4) Bagaimana
ruang lingkup Kurikulum 2006 (KTSP) ?
5) Apakah
isi Kurikulum 2006 (KTSP) ?
6) Bagaimanakah
posisi mata pelajaran sejarah dalam Kurikulum 2006 (KTSP) ?
7) Bagaimana
metode pembelajaran dalam Kurikulum 2006 (KTSP) ?
8) Bagaimankah
evaluasi Kurikulum 2006 (KTSP) ?
9) Bagaimanakah
prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum 2006 (KTSP) ?
10) Apa
saja kelebihan dan kekurangan Kurikulum 2006 (KTSP) ?
1.3
Tujuan
dan Manfaat
1. Untuk
mengetahui definisi Kurikulum 2006 (KTSP),
2. Untuk
mengetahui karakteristik Kurikulum 2006 (KTSP),
3. Untuk
mengetahui tujuan Kurikulum 2006 (KTSP),
4. Untuk
mengetahui ruang lingkup Kurikulum 2006 (KTSP),
5. Untuk
mengetahui isi Kurikulum 2006 (KTSP),
6. Untuk
mengetahui posisi mata pelajaran sejarah pada Kurikulum 2006 (KTSP),
7. Untuk
mengetahui metode pembelajaran pada Kurikulum 2006 (KTSP).
8. Untuk
mengetahui Kurikulum 2006 (KTSP),
9. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum 2006 (KTSP), dan
10. Untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan pada Kurikulum 2006 (KTSP).
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1
Definisi Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan
tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan
pendidikan dan peserta didik (BNSP, 2006:3), hal tersebut salah satu yang mendasari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan demikian KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (BNSP, 2006:5).
Menurut Masnur
Muslich (2007:10), Kuriklum
Tingkat Satuan Pendidikan merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK)
yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan sekolah agar lebih familiar dengan
guru, karena guru banyak dilibatkan dan
diharapkan lebih memiliki tanggung jawab yang memadai.
Menurut
Susilo (2007:12), KTSP merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi kepada
sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, dan
efisiensi pendidikan agar dapat memodifikasi keinginan masyarakat setempat
serta menjalin kerjasama yang erat antar sekolah, masyarakat, industri, dan
pemerintah dalam membentuk pribadi peserta didik. Hal tersebut dilakukan agar
sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai
prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat.
Menurut
Muhaimin (2008:33), Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing pendidikan. KTSP
dikembangkan melalui pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya
pendidikan lainnya untuk meningkatkan mutu hasil belajar di lingkungan
masing-masing tingkat satuan pendidikan. Kesiapan sekolah dalam mengembangkan
dan mengimplementasikan KTSP sangat dipengaruhi oleh kondisi tenaga
kependidikan dan sumber daya lainnya yang dimiliki oleh masing-masing satuan
pendidikan.
Menurut E. Mulyasa
(2011:8), KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, yang dikembangkan sesuai pendidikan, potensi sekolah atau daerah,
karakteristik peserta didik. Dalam kaitannya dengan pendidikan, berbagai
analisis menunjukkan bahwa pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan
pada berbagai krisis yang perlu mendapat penanganan secepatnya, diantaranya berkaitan dengan
masalah relevansi atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
dengan pembangunan
Standar Nasional
Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15), menjelaskan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan
oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan, pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum ini tetap memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). jadi dapat disimpulkan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
Dua hal yang
menjadi fokus dalam KTSP sebagai hasil perenungan para pakar pendidikan yang
tergabung dalam BSNP serta masukan dari masyarakat. Kedua hal tersebut adalah:
(1) pengurangan beban belajar kurang lebih 10%, (2) penyederhanaan kerangka
dasar dan struktur kurikulum. Penyempurnaan tersebut mencakup sinkronisasi
kompetensi untuk setiap mata pelajaran antar jenjang pendidikan, beban belajar
dan jumlah mata pelajaran, serta validasi empirik terhadap standar kompetensi dan
kompetensi dasar. KTSP disusun
dengan memperhatikan acuan operasional berikut.
a. Peningkatan
iman dan takwa serta akhlak mulia. Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
menjadi dasar pembentukan kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum
disusun yang memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman
dan takwa serta akhlak mulia;
b. Peningkatan
kompetensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kemampuan peserta didik. Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan
keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan
kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya;
c. Keragaman
potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. Daerah memiliki keragaman
potensi, kebutuhan, dan tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Oleh
karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan
lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah;
d. Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional. Pengembangan kurikulum harus memerhatikan
keseimbangan tututan pembangunan daerah dan nasional;
e. Tututan
dunia kerja. Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta
didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan
kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan kejenjang
yang lebih tinggi;
f. Perkembangan
ilmu pengetahui, teknologi dan seni. Kurikulum harus ikut menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
g. Agama.
KTSP diharapkan dapat meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, serta
memerhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah;
h. Dinamika
perkembangan global. Melalui KTSP diharapkan agar peserta didik mampu bersaing
secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain;
i.
Persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan. Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan
dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
j.
Kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Perumusan KTSP harus memperhatikan karakteristik sosial
budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian karagaman budaya;
k. Kesetaraan
gender. Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan dan
mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan gender; dan
l.
Karakteristik satuan
pendidikan KTSP harus sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan ciri khas
satuan pendidikan.
2.2 Karakteristik Kurikulum 2006 (KTSP)
KTSP merupakan bentuk operasional
pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi
daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan
selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan
efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan peserta
didik datang dari berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial, salah
satu perhatian sekolah harus ditunjukan pada asas pemerataan, baik dalam bidang
sosial, ekonomi, maupun politik. Disisi lain, sekolah juga harus meningkatkan
efisiensi, partisipasi, dan mutu, serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan
pemerintah.
KTSP memiliki
beberapa karakteristik yang secara umum yaitu adanya partisipasi guru;
partisipasi keseluruhan atau sebagian staf sekolah; rentang aktivitasnya
mencakup seleksi (pilihan dari sejumlah alternatif kurikulum), adaptasi
(modifikasi kurikulum yang ada), dan kreasi (mendesain kurikulum baru);
perpindahan tanggung jawab dari pemerintah pusat (bukan pemutusan tanggung
jawab); proses berkelanjutan yang melibatkan masyarakat; dan ketersediaan
struktur pendukung (untuk membantu guru maupun sekolah).
Karakteristik KTSP bisa diketahui
antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan
kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profosionalisme
tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dapat
dikemukakan beberapa karakteristik KTSP
sebagai berikut.
a.
Pemberian otonomi luas kepada
sekolah dan satuan pendidikan. Sekolah dan satuan pendidikan diberi otonomi yang luas
untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah juga
kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Selain
itu, sekolah dan satuan pendidikan juga diberikan kewenangan untuk menggali dan
mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.
b.
Partisipasi masyarakat dan orangtua
yang tinggi. Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi
masyarakat dan orangtua peserta didik yang tinggi, bukan hanya mendukung
sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan
pendidikan merumuskan serta mengembangkan
program-program yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran.
c.
Kepemimpinan yang demokratis dan
profesional. Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum didukung oleh
adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan professional. Kepala sekolah
dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum merupakan orang-orang yang
memiliki kemampuan dan integritas professional. Kepala sekolah adalah manajer
pendidikan professional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala
kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.
d.
Tim-kerja yang kompak dan
transparan. Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan pemelajaran
didukung oleh kinerja team yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang
terlibat dalam pendidikan. Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya,
pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuaidengan posisinya
masing-masing utnuk mewujudkan suatu “sekolah yang dapat dibanggakan” oleh
semua pihak.
2.3
Tujuan
Kurikulum 2006 (KTSP)
KTSP memberi peluang kepada pihak
sekolah dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
mengenai pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah. Di
samping itu, penerapan KTSP pun diharapkan dapat menciptakan kompetisi yang
sehat di antara sekolah-sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikannya.
Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum
dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat. Sekolah menjadi lebih
bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pendidikan yang
diselenggarakan, baik kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat, sehingga
sekolah akan berupaya semaksimal mungkin melaksanakan dan mencapai tujuan
pendidikan seperti yang telah dituangkan ke dalam kurikulum yang dikembangkan.
Tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu
kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1.
Tujuan pendidikan dasar
adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.
Tujuan pendidikan
menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
3.
Tujuan pendidikan
menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Secara umum tujuan diterapkannya
KTSP adalah untuk mendirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah
untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan
kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkanya KTSP adalah untuk:
a. meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan
kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
b. meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui
pengambilan keputusan bersama;
c. meningkatkan
kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang
akan dicapai; dan
d. memahami
tujuan di atas, ktsp dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam
pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan
dewasa ini.
Oleh karena itu, KTSP perlu
dterapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuan hal
sebagai berikut:
a.
sekolah lebih mengetahui kekuatan,
kelamahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan lembaganya;
b.
sekolah lebih mengetahui kebutuhan
lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan
dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
peserta didik;
c.
pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak
sekolahlah yang paling tahu apa yagn terbaik bagi sekolahnya;
d.
keterlibatan semua warga sekolah dan
masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparasi dan demokrasi
yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat
setempat;
e.
sekolah dapat bertanggungjawab
tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta
didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal
mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran ktsp;
f.
sekolah dapat melakukan persaingan
yagn sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya
inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah
daerah setempat; dan
g.
sekolah dapat secara cepat merespon
aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta
mengakomodasinya dalam ktsp.
2.4 Ruang Lingkup Kurikulum 2006
Dalam Standar Nasional Pendidikan
Pasal 1, ayat 15 dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing
satuan pendidikan (BSNP, 2006). Kurikulum ini disusun dan dikembangkan oleh
setiap satuan pendidikan berdasarkan standar isi (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006) dan standar kompetensi lulusan (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006). Standar isi dan standar kompetensi
lulusan merupakan pedoman pengembangan KTSP untuk mewujudkan pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
Di samping itu, penyusunan KTSP pun
hendaknya memperhatikan dan mengakomodasi karakteristik dan kondisi daerah
serta kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan KTSP perlu melibatkan
berbagai komponen antara lain:
a.
Kepala sekolah,
b.
Guru,
c.
Karyawan,
d.
Komite sekolah,
e.
Dewan pendidikan,
f.
Tokoh masyarakat,
g.
Pakar kurikulum, dan
h.
Pejabat daerah.
Keterlibatan mereka di atas
diharapkan dapat memberikan masukan dan dukungan terhadap kurikulum yang
dihasilkan dan dilaksanakan sekolah. Kewenangan pengembangan KTSP oleh
masing-masing sekolah merupakan salah satu wujud otonomi pendidikan.
Pendelegasian wewenang tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian, sekolah pada akhirnya
diharapkan mampu memberdayakan semua sumber daya sekolah secara optimal, baik
sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber dana, dan sumber belajar sehingga
dapat mewujudkan kemandirian pengelolaan pendidikan dan ketercapaian tujuan
pendidikan secara efisien.
2.5
Isi
Kurikulum 2006 (KTSP)
Struktur
kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum setiap
mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang
harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam
struktur kurikulum.
Pada struktur kurikulum pendidikan dasar dan
menengah berisi sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada
peserta didik. Mengingat perbedaan individu sudah barang tentu keluasan dan kedalamannya
akan berpengaruh terhadap peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Program
pendidikan terdiri dari Pendidikan Umum, Pendidikan Kejuruan, dan Pendidikan
Khusus. Pendidikan Umum meliputi tingkat satuan pendidikan sekolah dasar (SD),
sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Pendidikan
Kejuruan terdapat pada sekolah menengah kejuruan (SMK).
Pendidikan khusus meliputi sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) dan terdiri atas delapan jenis kelainan berdasarkan ketunaan.
Pada program pendidikan di sekolah menengah
pertama (SMP) dan yang setara, jumlah jam mata pelajaran sekurang-kurangnya 32
jam pelajaran setiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 40 menit. Jenis program pendidikan di SMP dan yang
setara, terdiri dari program umum meliputi sejumlah mata pelajaran yang wajib
diikuti seluruh peserta didik, dan program pilihan meliputi mata pelajaran yang
menjadi ciri khas keunggulan daerah berupa mata pelajaran muatan lokal. Mata
pelajaran yang wajib diikuti pada program umum berjumlah 10, sementara
keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal ditentukan oleh kebijakan Dinas setempat
dan kebutuhan sekolah.
Pengaturan beban belajar menyesuaikan dengan
alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur kurikulum. Setiap satuan
pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu
secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping memanfaatkan mata
pelajaran lain yang dianggap penting namun tidak terdapat di dalam struktur
kurikulum yang tercantum di dalam Standar
Isi. Dengan adanya tambahan waktu, satuan pendidikan diperkenankan
mengadakan penyesuaian-penyesuaian. Misalnya mengadakan program remediasi bagi
peserta didik yang belum mencapai standar ketuntasan belajar minimal.
Muatan kurikulum SMP/MTs meliputi sejumlah
mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun
mulai Kelas VII sampai dengan Kelas IX. Materi muatan lokal dan kegiatan
pengembangan diri merupakan bagian dari muatan kurikulum.
1.
Mata Pelajaran
Mata pelajaran merupakan materi bahan ajar
berdasarkan landasan keilmuan yang akan dibelajarkan kepada peserta didik
sebagai beban belajar melalui metode dan pendekatan tertentu. Pada bagian ini
sekolah/madrasah mencantumkan mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan
diri beserta alokasi waktunya yang akan diberikan kepada peserta didik. Untuk kurikulum SMP dan Madrasah Tsanawiyah,
terdiri dari 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri yang harus
diberikan kepada peserta didik.
Komponen
|
Kelas dan Alokasi Waktu |
||
VII
|
VIII
|
IX
|
|
A. Mata
Pelajaran
|
|
|
|
1. Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2
|
2. Pendidikan
Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
3. Bahasa
Indonesia
|
4 + 1 *)
|
4 + 1 *)
|
4 + 1 *)
|
4. Bahasa
Inggris
|
4
|
4
|
4
|
5. Matematika
|
4 + 1 *)
|
4 + 1 *)
|
4 + 1 *)
|
6. Ilmu
Pengetahuan Alam
|
4
|
4
|
4
|
7. Ilmu
Pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
8. Seni
Budaya
|
2
|
2
|
2
|
9. Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
10. Teknologi
Informasi dan Komunikasi
|
2
|
2
|
2
|
B. Muatan
Lokal
|
|
|
|
-
Pendidikan Lingkungan Kehidupan Jakarta
(PLKJ)
-
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) **)
-
Pendidikan Keterampilan Jasa dan Perniagaan
(PKJP) **)
-
Praktikum Bahasa Inggris
|
1
2
-
1
|
1
2
-
1
|
1
-
2
1
|
C. Pengembangan Diri (Bimbingan Karir)
|
2***)
|
2***)
|
2***)
|
Jumlah
|
32 + 4 *)
|
32 + 4 *)
|
32 + 4 *)
|
*)
tambahan alokasi jam pelajaran
**)
merupakan mata pelajaran pilihan
2***) ekuivalen
2 jam pembelajaran
Sekolah/madrasah
dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara
keseluruhan sesuai dengan kebutuhan
peserta didik dalam mencapai kompetensi, dan /atau dimanfaatkan untuk mata
pelajaran lain yang dianggap penting dengan mengungkapkan beberapa alasannya.
Misalnya Komputer sebagai bagian dari Muatan Lokal pada struktur di atas,
merupakan penambahan dari mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK). Selain itu, perlu juga ditegaskan, bahwa:
a. Alokasi
waktu satu jam pembelajaran adalah 40
menit,
b. Minggu efektif dalam satu tahun
pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
2.
Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata
pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran
tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh sekolah, tidak terbatas pada
mata pelajaran seni-budaya dan keterampilan, tetapi juga mata pelajaran
lainnya, seperti Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di SMP. Muatan lokal
merupakan mata pelajaran, sehingga sekolah harus mengembangkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang
diselenggarakan. Sekolah dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan
lokal setiap semester, atau dua mata pelajaran muatan lokal dalam satu tahun.
Muatan lokal yang menjadi ciri khas daerah (Provinsi DKI
Jaya) dan diterapkan di sekolah kami adalah:
a. Pendidikan Lingkungan Kehidupan Jakarta
(PLKJ),
b. Wajib bagi semua siswa kelas VII hingga
kelas IX. Alokasi waktu 1 jam pelajaran,
c. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Tidak wajib bagi seluruh siswa dan
hanya diajarkan di kelas VII dan VIII. Alokasi waktu 2 jam pelajaran. Program ini terdiri dari Tata Boga dan Tata
Busana. Namun saat ini hanya program Tata Boga yang masih berlangsung.
d. Pendidikan Keterampilan Jasa dan
Perniagaan (PKJP). Tidak
wajib bagi seluruh siswa dan hanya diajarkan di kelas IX. Alokasi waktu 2 jam pelajaran.
e. Praktikum Bahasa Inggris selama 2 jam
pelajaran (setara 1 jam pelajaran tatap muka). Wajib bagi semua siswa kelas VII hingga kelas IX.
No.
|
Mata Pelajaran Muatan
Lokal
|
Alokasi Waktu (JP)
|
||
VII
|
VIII
|
IX
|
||
1
|
Pendidikan Lingkungan Kehidupan Jakarta (PLKJ)
|
1
|
1
|
1
|
2
|
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
(spesialisasi Tata Boga)
|
2
|
2
|
-
|
3
|
Pendidikan Keterampilan Jasa dan Perniagaan
(PKJP)
|
-
|
-
|
2
|
4.
|
Praktikum Bahasa Inggris
|
1
|
1
|
1
|
|
Jumlah
|
4
|
4
|
4
|
Di kelas VII dan VIII, seluruh siswa mengikuti
PKK dengan spesialisasi Tata Boga, sementara di kelas IX seluruh siswa
mengikuti PKJP. Kedua mata pelajaran Muatan Lokal tersebut bertujuan menyiapkan
siswa ke sekolah kejuruan pada jenjang selanjutnya. Hal ini sesuai dengan minat
sebagian besar siswa (antara 80 – 90%) yang berkeinginan melanjutkan ke Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). Hanya sekitar 10% siswa yang akan melanjutkan ke jenjang
Sekolah Menengah Atas (SMA).
3. Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik
sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di bawah bimbingan
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara
lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri
pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik
serta kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, kepemimpinan, kelompok
seni-budaya, kelompok tim olahraga,
dan kelompok ilmiah remaja. Pengembangan Diri di
sekolah meliputi program berikut.
a.
Bimbingan Karir (BK).
Dilaksanakan sebagai
bagian dari program pembelajaran dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran.
b.
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR).
c.
Rohani Islam dan Kristen.
d.
Pramuka.
e.
Paskibra.
f.
Kesenian (Paduan Suara).
g.
Olah raga (Basket, Futsal, Voli).
h.
Palang Merah Remaja (PMR).
i.
Taekwondo
Pada umumnya, program tersebut dilaksanakan 1 x
dalam seminggu pada hari sabtu. Khusus untuk Rohani Islam dilaksanakan tiap
hari pada pagi hari dalam bentuk Tadarussan, sementara Rohani Kristen
dilaksanakan pada hari Jum’at dalam bentuk Kebaktian. Program Pembiasaan
dilakukan melalui kegiatan Tadarussan, sholat berjamaah, dan Upacara.
4.
Pengaturan Beban Belajar
Beban belajar ditentukan berdasarkan penggunaan sistem
pengelolaan program pendidikan yang berlaku di sekolah pada umumnya saat ini,
yaitu menggunakan sistem Paket. Adapun pengaturan beban belajar pada sistem
tersebut sebagai berikut.
a. Jam pembelajaran untuk
setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam
struktur kurikulum. Pengaturan alokasi
waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap
dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban
belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat
jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran
tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di
samping dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak
terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
b.
Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SMP/MTs/SMPLB
adalah antara 0% - 50% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang
bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
c.
Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan
praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar
sekolah setara dengan satu jam tatap muka. Untuk kegiatan praktik di sekolah
kami, misalnya pada kegiatan praktikum Bahasa Inggris yang berlangsung selama 2
jam pelajaran setara dengan 1 jam pelajaran tatap muka.
5.
Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang
dikembangkan sebagai suatu pencapaian hasil belajar dari suatu kompetensi dasar
berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator
75%. Sekolah harus menentukan kriteria ketuntasan minimal sebagai target
pencapaian kompetensi (TPK) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata
peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan
pembelajaran. Sekolah secara bertahap dan berkelanjutan selalu mengusahakan
peningkatan kriteria ketuntasan belajar untuk mencapai kriteria ketuntasan
ideal.
No.
|
Mata Pelajaran
|
Nilai TPK (%)
|
1
|
Agama
|
65
|
2
|
Pendidikan Kewarganegaraan
|
65
|
3
|
Bahasa Indonesia
|
65
|
4
|
Bahasa Inggris
|
55
|
5
|
Matematika
|
50
|
6
|
IPA
|
50
|
7
|
IPS
|
58
|
8
|
Seni Budaya
|
70
|
9
|
Pendididkan Jasmani
|
60
|
10
|
Teknologi Informatika Komunikasi
|
60
|
11
|
Pendidikan Lingkungan Kehidupan Jakarta
|
65
|
12
|
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
|
70
|
13
|
Pendidikan Keterampilan Jasa dan Perniagaan
|
65
|
6.
Kenaikan Kelas dan
Kelulusan
Kenaikan kelas
dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria kenaikan kelas di SMP
berlaku setelah siswa memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a. menyelesaikan
seluruh program pembelajaran;
b.
memperoleh nilai
minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga, dan kesehatan;
c.
di sekolah kami, kenaikan kelas
juga mempertimbangkan kehadiran di kelas mencapai minimal 90%.
Dengan mengacu kepada
ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari SMP
setelah memenuhi persyaratan berikut, yaitu:
a. menyelesaikan
seluruh program pembelajaran;
b.
memperoleh nilai minimal
baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan;
c.
lulus ujian sekolah
untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.
lulus Ujian Nasional;
e.
Di sekolah kami,
kelulusan juga mempertimbangkan kehadiran di kelas mencapai minimal 90%.
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk
kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran. Kalender pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif
belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.
Setiap permulaan tahun
pelajaran, tim penyusun program di sekolah menyusun kalender pendidikan untuk
mengatur waktu kegiatan pembelajaran selama satu tahun ajaran yang mencakup
permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif
dan hari libur. Pengaturan waktu belajar di sekolah/madrasah mengacu kepada
Standar Isi dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah, karakteristik
sekolah/madrasah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, serta ketentuan dari
pemerintah/pemerintah daerah. Beberapa aspek penting
yang menjadi pertimbangan dalam menyusun kalender pendidikan sebagai berikut:
a. permulaan tahun
pelajaran adalah waktu dimulainya
kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Permulaan tahun pelajaran telah ditetapkan oleh Pemerintah yaitu bulan Juli
setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.
b. minggu efektif belajar
adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran
untuk setiap tahun pelajaran. Sekolah/madrasah dapat mengalokasikan
lamanya minggu efektif belajar sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
c. waktu pembelajaran
efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam
pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah
jam untuk kegiatan pengembangan diri.
d. waktu libur adalah
waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal.
Hari libur sekolah/madrasah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya
keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi
penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus.
e. waktu libur dapat
berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun
pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar
nasional, dan hari libur khusus.
f. libur jeda tengah semester,
jeda antarsemester, libur akhir tahun pelajaran digunakan untuk penyiapan
kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun.
g. sekolah/madrasah-sekolah
pada daerah tertentu yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat
mengatur hari libur keagamaan sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif
belajar dan waktu pembelajaran efektif.
h. Bagi sekolah/madrasah yang
memerlukan kegiatan khusus dapat mengalokasikan waktu secara khusus tanpa
mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif.
Hari libur umum/nasional atau penetapan hari
serentak untuk setiap jenjang dan jenis pendidikan disesuaikan dengan Peraturan
Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota.
2.6 Posisi
Mata Pelajaran Sejarah Pada Kurikulum 2006 (KTSP)
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu
sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena
sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan
cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari
kurikulum sekolah yang diturunkan dari
isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.
Geografi,
sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang
tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan
wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan
peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi
komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial,
aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan
spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu
politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada
aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan
psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran,
kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif
konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.
Dapat disimpulkan bahwa posisi pelajaran sejarah dalam kurikulum 2006
Kelas VII, VIII dan IX adalah terintegrasi (menjadi satu) dengan Mata Pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial. Karateristik mata pelajaran IPS SMP/MTs antara lain
sebagai berikut.
1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan
dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik,
kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama
(Numan Soemantri, 2001).
2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan
geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa
sehingga menjadi pokok bahasan atau
topik (tema) tertentu.
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan
interdisipliner dan multidisipliner.
4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat
menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab
akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan
masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti
pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni,
1981).
5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan
manusia secara keseluruhan. Ketiga dimensi tersebut terlihat pada tabel
berikut.
2.7 Metode
Pembelajaran Kurikulum 2006 (KTSP)
Pendekatan
pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan
interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun
kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip
secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3). Salah satu di antaranya adalah
memadukan Kompetensi Dasar. Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat
memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk
menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang
dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan
sendiri berbagai konsep yang dipelajari.
Pada
pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun dari berbagai
cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam hal
ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu tertentu, kemudian
dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang
lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang
berkembang. Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari
berbagai disiplin atau sudut pandang, contohnya banjir, pemukiman kumuh,
potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas
dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.
a.
Model Integrasi Berdasarkan Topik
Dalam
pembelajaran IPS keterpaduan dapat dilakukan berdasarkan topik yang terkait, misalnya ‘Kegiatan ekonomi
penduduk’. Kegiatan ekonomi penduduk dalam contoh yang dikembangkan ditinjau
dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam IPS. Kegiatan ekonomi penduduk dalam hal ini ditinjau dari persebaran dan
kondisi fisis-geografis yang tercakup dalam disiplin Geografi. Secara
sosiologis, Kegiatan ekonomi penduduk dapat mempengaruhi interaksi sosial
di masyarakat atau sebaliknya. Secara
historis dari waktu ke waktu kegiatan ekonomi penduduk selalu mengalami
perubahan. Selanjutnya penguasaan konsep tentang jenis-jenis kegiatan ekonomi
sampai pada taraf mampu menumbuhkan
krteatifitas dan kemandirian dalam melakukan tindakan ekonomi dapat
dikembangkan melalui kompetensi yang berkaitan dengan ekonomi.
b. Model Integrasi Berdasarkan Potensi
Utama
Keterpaduan IPS dapat dikembangkan melalui topik
yang didasarkan pada potensi utama yang ada di wilayah setempat; sebagai
contoh, “Potensi Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata”. Dalam pembelajaran yang
dikembangkan dalam Kebudayaan Bali dikaji dan ditinjau dari faktor alam,
historis kronologis dan kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap aturan.
Melalui kajian potensi utama yang terdapat di daerahnya, maka peserta didik
selain dapat memahami kondisi daerahnya juga sekaligus memahami Kompetensi
Dasar yang terdapat pada beberapa disiplin yang tergabung dalam IPS.
c.
Model Integrasi Berdasarkan Permasalahan
Model
pembelajaran terpadu pada IPS yang lainnya adalah berdasarkan permasalahan yang
ada, contohnya adalah “Tenaga Kerja Indonesia”. Pada pembelajaran terpadu,
Tenaga Kerja Indonesia ditinjau dari beberapa faktor sosial yang
mempengaruhinya. Di antaranya adalah faktor geografi, ekonomi, sosiologi, dan
historis.
Dalam
proses belajar mengajar, kami menerapkan berbagai metode dan teknik pengajaran
yang bervariasi untuk mengembangkan potensi siswa dan lingkungan
sekitar seperti: Problem
Based Learning (PBL),
Cooperative Learning dan Contextual Teaching Learning
(CTL). Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Problem Based Learning (PBL) adalah Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan
nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar
mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau
membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok,
yang terdiri dari dua orang atau lebih.
2.8
Evaluasi kurikulum 2006 (KTSP)
Menurut Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pelaksanaan KTSP di setiap satuan pendidikan
menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. pelaksanaan
kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik
harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh
kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan
menyenangkan.
b. kurikulum
dilaksanakan dengan menegakan kelima pilar belajar, yaitu : (1) belajar untuk
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan
menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (4)
belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif,
aktif, kreatif, dan menyenangkan.
c. pelaksanaan
kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat
perbaikan, pengayaan, dan/ atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan,
kesosialan, dan moral.
d. kurikulum
dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling
menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (dibelakang
memberikan daya dan kekuatan, ditengah membangun semangat dan prakarsa, didepan
memberikan contoh dan teladan).
e. kurikulum
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategi dan multimedia,
sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar
sebagai sumber belajar.
f. kurikulum
dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta
kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan
kajian secara optimal.
g. kurikulum
yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan
kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang
pendidikan.
Ketujuh prinsip
diatas harus diperhatikan oleh para pelaksana kurikulum (guru), dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran, baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. Evaluasi adalah penentuan nilai suatu program
dan penentuan pencapaian tujuan suatu program.
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam
pengertian terbatas, evaluasi kurikulum adalah proses penilaian tingkat
ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum
bersangkutan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas evaluasi kurikulum
merupakan penilaian kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai
kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada
efektifitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) dari
program. Menurut Oemar Hamalik (2008) fungsi dari penilaian kurikulum adalah
a. edukatif, untuk mengetahui
kedayagunaan dan keberhasilan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
dan latihan,
b. instruksional, untuk mengetahui
pendayagunaan dan keterlaksanaan kurikulum dalam rangka pelaksanaan proses
belajar mengajar dalam proses kediklatan,
c. diagnosis, untuk memperoleh
informasi masukan dalam rangka perbaikan kurikulum, dan
d. administrative, untuk memperoleh
informasi masukan dalam rangka pengelolaan program diklat
Evaluasi kurikulum sangat penting dilakukan mengingat bahwa
dengan dilaksanakannya evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai
manfaat, efektifitas, efisiensi dan kesesuaian kurikulum tersebut terhadap
tujuan yang ingin dicapai dan ketepatan penggunaan sumber daya serta metode
yang dipergunakan sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum tersebut
masih bias dijalankan tetapi perlu direvisi atau kurikulum tersebut harus
diganti dengan kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan
dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan
teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah agar penyelenggaraan pendidikan
beserta outcome yang dihasilkannya selalu relevan dengan perkembangan zaman.
Aspek-aspek kurikulum yang perlu dinilai adalah isi dari
kurikulum itu sendiri yang terdiri dari struktur dan muatan yang ada pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang ada dalam Standar Isi meliputi lima
kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
a. Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia,
b. Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,
c. Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi,
d. Kelompok mata
pelajaran estetika,
dan
e. Kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan
dalam PP 19/2005 Pasal 7.
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata
pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta
didik pada satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan
pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.
1.
Mata Pelajaran: Mata pelajaran
beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat satuan pendidikan berpedoman
pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi.
2.
Muatan Lokal: Muatan lokal
merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya
tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak
sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal
ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran
keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan
harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis
muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan
satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satua
tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3.
Kegiatan Pengembangan Diri: Pengembangan
diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat,
minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan
pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau
tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan
konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi, kehidupan sosial,
belajar, dan pengembangan karier peserta didik. Sedangkan untuk kegiatan
ekstrakurikuler dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan kepramukaan,
kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan
pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan
bimbingan karier.
Pengembangan
diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada peningkatan kecakapan hidup
dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik. Pengembangan
diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri
dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.
4.
Pengaturan Beban Belajar
a. Beban belajar
dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK
kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit
semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit
semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
b. Jam
pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket dialokasikan
sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan alokasi waktu untuk
setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester ganjil dan genap dalam satu
tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang
tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran
per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping
dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat
di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
c. Alokasi waktu
untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem
paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran
yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi
dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
d. Alokasi waktu
untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara dengan satu jam tatap
muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
e. Alokasi waktu
untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur
untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem satuan kredit semester
(sks) mengikuti aturan sebagai berikut.
1) Satu sks pada
SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur.
2) Satu sks pada
SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur
dan 25 menit kegiatan mandiri tidak terstruktur.
5.
Ketuntasan Belajar: Ketuntasan
belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar
berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator
75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan
mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan
sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan
diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk
mencapai kriteria ketuntasan ideal.
6.
Kenaikan Kelas dan Kelulusan: Kenaikan kelas
dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria
kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait. Sesuai dengan ketentuan
PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan
pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah
a. menyelesaikan
seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. lulus ujian
sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan
d. lulus Ujian
Nasional.
7. Penjurusan: Penjurusan
dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria penjurusan diatur oleh
direktorat teknis terkait.
8.
Pendidikan Kecakapan Hidup
a. Kurikulum untuk
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan
kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan
akademik dan/atau kecakapan vokasional.
b. Pendidikan
kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata
pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang direncanakan secara khusus.
c. Pendidikan
kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang
bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal.
9.
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal
dan Global
a. Pendidikan
berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan
keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya,
bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang
semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik.
b. Kurikulum untuk
semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan
lokal dan global.
c. Pendidikan
berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian dari semua mata
pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan lokal.
d. Pendidikan
berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan
formal lain dan/atau nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Selain struktur dan muatan kurikulum
KTSP aspek-aspek lain dari kurikulum yang perlu dinilai menurut Oemar Hamalik
(2008) terdiri dari:
1.
Kategori Masukan, meliputi:
a. ketercapaian
target kurikulum yang telah ditentukan,
b. kemampuan awal
(entry behavior) pada peserta didik program pendidikan,
c. derajat
kemampuan profesional tenaga pelatih/pembimbing/guru,
d. kuantitas dan
mutu sarana dan prasarana kelembagaan,
e. jumlah dan
pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, dan
f. penyediaan dan
pemanfaatan sumber informasi bagi pelaksanaan kurikulum.
2.
Kategori Proses, meliputi:
a. koherensi
antara unsur-unsur dalam program pengajaran,
b. kedayagunaan
dan keterlaksanaan program pengajaran dalam proses belajar mengajar,
c. perumusan isi
kurikulum,
d. pemilihan dan
penggunaan strategi belajar mengajar dan media pengajaran,
e. pengorganisasian
kurikulum,
f. prosedur
evaluasi,
dan
g. bimbingan,
penyuluhan dan pengajaran remidi.
3.
Kategori Produk/lulusan, meliputi:
a. Kuantitas dan
kualitas kemampuan yang didapat oleh peserta didik,
b. Jumlah lulusan
program pendidikan,
c. Karya yang
dibuat oleh lulusan,
dan
d. Keterlaksanaan
dan dampak program pendidikan
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan beberapa model
evaluasi kurikulum, diantaranya:
1.
Model CIPP
a. Context; yaitu situasi atau latar
belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan
dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen
atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja
dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja
yang bersangkutan, dan sebagainya.
b. Input; bahan, peralatan, fasilitas
yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan
materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana,
media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
c. Process; pelaksanaan nyata dari
program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar,
pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan
lain-lain.
d. Product; keseluruhan hasil yang
dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih
panjang.
2.
Model C – I – P – O – I: Model pendekatan ini diadopsi dari
CIPP-nya Daniel L. Stufflebeam (1971) yang menyatakan bahwa evaluasi dapat
membantu proses pengambilan keputusan dalam pengembangan program. Model
pendekatan ini terdiri dari:
a. Context Evaluation (C); evaluasi
untuk menganalisa problem dan kebutuhan dalam suatu sistem. Kegiatan evaluasi
dimaksudkan untuk dilakukan dengan tidak melepaskan diri dari konteks yang
membentuk sistem itu sendiri dalam upaya pencapaian tujuan program.
b. Inputs Evaluation (I); mengevaluasi
strategi dan sumber-sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan program. Hasil
input evaluation dapat membantu pengambil keputusan untuk memilih strategi dan
sumber terbaik dalam keterbatasan tertentu untuk mencapai tujuan program.
c. Process Evaluation (P); evaluasi
dilakukan dengan maksud memonitor proses pelaksanaan program, apakah kegiatan
berjalan sesuai dengan perencanaan sehingga mengarah pada pencapaian tujuan
program.
d. Outputs Evaluation (O); evaluasi
dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh hasil yang diperoleh oleh
program yang telah dikembangkan. Tentu saja, hasilnya dapat digunakan untuk
mengambil keputusan apakah program diteruskan, diberhentikan atau secara total
diubah.
e. Impacts Evaluation (I); evaluasi
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana program yang telah dikembangkan
memberikan dampak yang positif dalam jangka waktu yang lebih panjang.
2.9
Prinsip Pengembangan Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah dengan berpedoman pada Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) serta panduan penyusunan
kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut (Permendiknas no 22 tahun 2006).
a. Berpusat
pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral
untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi
peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral
berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Beragam
dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan,
serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna
dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum
memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan
dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum
harus mempertimbangkan dan memperhatikan pengembangan integritas pribadi,
kecerdasan spiritual, keterampilan berpikir (thingking skill),
kreatifitas sosial, kemampuan akademik, dan keterampilan vokasional.
e. Menyeluruh
dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
kompetensi, bidang kajian kurikulum dan mata pelajaran yang direncanakan dan
disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar
sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan,
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal, dan
informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang
antar kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan
dengan memperhatikan kepentingan global, nasional, dan lokal untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan global, nasional,
dan lokal harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan perkembangan
era globalisasi dengan tetap berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2.10
Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2006 (KTSP)
a.
Kelebihan Kurikulum 2006
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki
kelebihan-kelebihan masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat di
mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut hemat penulis KTSP yang
direncanakan dapat diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah-sekolah di
Indonesia pada tahun 2009 itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibanding
dengan kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 2004 atau KBK. Kelebihan-kelebihan
KTSP ini antara lain:
1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan
kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh
Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai
potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini, sekolah di kota sama
dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman
kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah
pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah
industri sama dengan di wilayah pariwisata.
Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi
kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta
didik untuk mengembangkan diri dan keunggulankhas yang ada di daerahnya.
Sebagai implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki
daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya
angka pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan
jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama
dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang
sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai
sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP.
Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal
maupun secara horizontal.
Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi
dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi,
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan
Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan
stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri,
kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar
kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di
daerah di mana sekolah tersebut berada.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak
manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam
penyelenggaraan program-program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi
keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum
sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa
dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi
dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
3. KTSP sangat relevan dengan konsep
desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep
manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya.
Pemerintah daerah dapat lebih leluasa
berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah
bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan
kebutuhan di lapangan.
KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah
untuk menitik beratkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel
bagi kebutuhan siswa. Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional
yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
(SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan sekolah menitik beratkan pada
mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai
contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih
memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang
kepariwisataan lainnya.
Sekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan
materi bahasa Inggris dan kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi
lebih dari itu menjadikan mata pelajaran tersebut sebagai sebuah keterampilan.
Sehingga kelak jika peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan
studinya bila mereka tidak berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang
perguruan tinggi mereka dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan
yang telah diperoleh di bangku sekolah.
KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru
diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan
lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan
belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah diberi keleluasaan
untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya. Di
samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang akan dikeluarkan oleh
BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman Penyusunan Kurikulum
2006.
4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang
sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
Dengan diberlakukannya KTSP itu nantinya akan
dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena KTSP tersebut lebih
sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per
tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun
terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan
tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.
Pengurangan jam belajar siswa tersebut
merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik,
karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak mengalami perubahan, dan
biasanya yang berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam
pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara
1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk
siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan
pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jam pelajaran, untuk SMP menjadi
40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap jam
pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi setahun
terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar dan dalam seminggu
tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.
Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran
ini karena menurut pakar-pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di
sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan belajar mengajar
masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga suasana
yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak
terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut.
Akibat lebih jauh lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD
dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak, mereka membutuhkan waktu bermain yang
cukup untuk mengembangkan kepribadiannya. Suasana formal yang diciptakan
sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif lama, tentu akan
memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang menilai
sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan kepribadian
secara alami.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam
pelajaran untuk siswa perlu dikurangi. Meski demikian, pengurangan itu tidak
dilakukan secara ekstrim dengan memangkas sekian jam frekuensi siswa
berhubungan dengan mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit, atau
menghilangkan titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat
terlalu lama berkutat dengan pelajaran itu.
Dapat dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini
sebagai upaya perbaikan secara kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994
dapat dinilai sebagai kurikulum yang berat dalam penerapannya. Ketika
diberlakukan Kurikulum 1994 banyak sekolah yang terlalu bersemangat ingin
meningkatkan kompetensi iptek siswa, sehingga muatan iptek pun dibesarkan.
Tetapi yang patut disayangkan adalah SDM yang tersedia belum siap, sehingga
hasilnya hanya sekitar 30% siswa yang mampu menerapkan kurikulum tersebut.
5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada
sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan.
Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin
segar pada sekolah-sekolah yang menyebut dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah
swasta yang kini marak bermunculan itu sejak beberapa tahun terakhir telah
mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga
ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari
masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut
gembira. Kehadiran KTSP ini bisa jadi
merupakan kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus
tersebut ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau memakai
istilah kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua
bentuk improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan
dalam KTSP.
b.
Kekurangan Kurikulum 2006 (KTSP)
Kekurangan Kurikulum (KTSP) Kurikulum yang kita
pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada.
Beberapa diantaranya, yaitu:
1. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan
KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Pola penerapan KTSP atau
kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah.
Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan
ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas
kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi,
juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.
2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP. Ketersediaan sarana dan
prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang
paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukkan
masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta
fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.
3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP
secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di
lapangan. Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu memahami dan
menguasai KTSP dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum
terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan sosialisasi tidak dapat tercapai
secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP secara nasional yang targetnya hendak
dicapai paling lambat tahun 2009 tidak memungkinkan untuk dapat dicapai.
4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan
pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru. Penerapan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia
pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP
juga mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP
terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam
mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru.
Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.
Untuk memperoleh tunjangan profesi dan
fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak
akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran Sosiologi untuk kelas
1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun kurikulum
sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan
selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya
mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada
kurikulum lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi
pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang
belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah
benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam mengajar
agar bisa memperoleh tunjangan.
Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi
perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah
daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika
tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan menambah daftar makin carut marutnya
pendidikan di Indonesia.
BAB
3. PENUTUP
3.1
kesimpulan
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional
pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan di Indonesia. KTSP
secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah
dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang
diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor
22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang
dikeluarkan oleh BSNP. Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar
sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus. Pelaksanaan KTSP
mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
3.2
Saran
Saran bagi para mahasiswa universitas jember dapat memahami
dan mengerti kurikulum SMA tahun 2006. Serta mahasiswa diharapkan dapat
menganalisis kurikulum tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik,
O. 2008. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Rosda Karya.
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Kunandar. 2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam
Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyasa, E.
2006. Kurikulum
yang Disempurnakan: Pengembangan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E . 2008. Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah.
Jakarta: Bumi Aksara.
Muslich
Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstektual.
Malang : Bumi Aksara.
Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Asa
Mandiri.
Sukmadinata
dan Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum. Teori dan Praktek. Bandung:
P.T. Remaja Rosda Karya.
Susilo,
M., J. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan
Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar