BERFIKIR
ILMIAH
Disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Kependidikan
Dosen Pengampuh Dr.
Suranto, M. Pd
Makalah
Oleh:
NUR MA’RIFA 120210302087
KELAS B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah tentang “Berfikir Ilmiah” dengan tepat waktu. Yang
mana penulisan makalah ini saya gunakan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi.
Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. Suranto, M. Pd selaku dosen
pembimbing mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang
Studi. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang
telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada saya dalam penyelesaian
makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, sehingga saya selaku penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang nantinya akan saya gunakan sebagai perbaikan makalah
ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun pembaca.
Jember, Oktober
2014
Penulis
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berpikir merupakan sebuah proses
yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran
dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman
atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari
sesuatu yang dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo sapiens,
makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk
liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang
menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari
soal paling remeh sampai soal paling asasi”. Berpikir ilmiah adalah menggunakan
akal budi untuk mempertimbangkan, meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya.
Secara ilmu pengtahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Atau
menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan
kebenaran).
Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah
dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan
Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu
peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir
pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode
ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument
dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Berdasarkan uraian diatas nampak
bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan
hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk
memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir
melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting
untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau
dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari
telaahan filsafat ilmu.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat
dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apakah Definisi Berpikir Ilmiah?
2) Bagaimanakah Langkah-Langkah Berpikir Ilmiah?
3) Apa sajakah Ciri-Ciri Berfikir Ilmiah?
4) Bagaimanakah Penerapan Metode Berpikir Ilmiah?
5) Bagaimanakah Strategi Untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Ilmiah?
1.3
Tujuan
Dari latar belakang
dan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah
1) Dapat mengetahui definisi berpikir ilmiah.
2) Dapat mengetahui bagaimana langkah-langkah
berpikir ilmiah.
6) Dapat mengetahui ciri-ciri
berfikir ilmiah.
7) Dapat mengetahui bagaimanakah penerapan metode
berpikir ilmiah.
8) Dapat mengetahui dan memahami strategi yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berfikir ilmiah.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Definisi Berpikir Ilmiah
Sebelum lebih jauh menjelaskan apa
yang dimaksud berpikir ilmiah, ada baiknya lebih dahulu kita ketahui arti per
kata dari kelompok kata tersebut. Pertama kata berpikir. Berpikir adalah
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Sedangkan
menurut Poespoprodjo berpikir adalah suatu aktifitas yang banyak
seluk-beluknya, berlibat-libat, mencakup berbagai unsur dan langkah-langkah.
Menurut Anita Taylor et. Al. berpikir adalah proses penarikan kesimpulan. Jadi
berpikir merupakan sebuah proses tertentu yang dilakukan akal budi dalam
memahami, mempertimbangkan, menganalisa, meneliti, menerangkan dan memikirkan
sesuatu dengan jalan tertentu atau langkah-langkah tertentu sehingga sampai
pada sebuah kesimpulan yang benar.
Sedangkan Ilmiah yakni “bersifat
ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat kaidah ilmu pengetahuan.
Berpikir ilmiah adalah berpikir rasional dan berpikir empiris. Bersifat ilmiah
apabila ia mengandung kebenaran secara objektif, karena didukung oleh informasi
yang telah teruji kebenarannya dan disajikan secara mendalam, berkat penalaran
dan analisa yang tajam. Berpikir rasional adalah berpikir menggunakan dan
mengandalkan otak atau rasio atau akal budi manusia sedangkan berpikir empiris
berpikir dengan melihat realitas empiris, bukti nyata atau fakta nyata yang
terjadi di lingkungan yang ada melalui panca indera manusia.
Jadi memang tidak semua
berpikir akan mengahasilkan pengetahuan dan ilmu dan juga tidak semua berpikir
disebut berpikir ilmiah. Karena berpikir ilmiah memiliki aturan dan kaidah
tersendiri yang harus diikuti oleh para pemikir dan ilmuwan sehingga proses
berpikir mereka bisa dikatakan sebagai produk ilmu pengetahuan dan bermanfaat
bagi khalayak ramai dan manusia pada umumnya.
2.2 Langkah-Langkah Berpikir Ilmiah
Bagaimanapun juga berpikir ilmiah
tetap menggunakan atau memakai proses berpikir ilmiah sebagai salah satu syarat
untuk dikatakan bahwa apa yang dipikirkan termasuk dalam kerangka berpikir
ilmiah. Adapun proses berpikir ilmiah menurut Sudjana menempuh langkah-langkah
tertentu yang disanggah oleh tiga unsur pokok, yakni pengajuan masalah,
perumusan hipotesis, dan verifikasi data.
Menurut Jujun ada lima langkah dalam
kerangka berpikir ilmiah. Pertama merumuskan masalah, kedua menyusun kerangka
berpikir dalam pengajuan hipotesis, ketiga merumuskan hipotesis, keempat
menguji hipotesis dan langkah terakhir adalah menarik suatu kesimpulan.
Demikian pula menurut Nazir penelitian menggunakan metode ilmiah
sekurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut : (1) merumuskan
serta mendefinisikan masalah, (2) mengadakan studi kepustakaan, (3)
memformulasikan hipotesa, (4) menentukan model untuk menguji hipotesa, (5)
mengumpulkan data, (6) menyusun, menganalisa dan memberikan interpretasi, (7)
membuat generalisasi kesimpulan.
Jadi dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa sesungguhnya langkah-langkah atau taraf berpikir ilmiah
dimulai dengan munculnya sebuah masalah yang kemudian disusun dalam suatu
bentuk rumusan masalah, selanjutnya memberikan suatu solusi pemecahannya dalam
bentuk jawaban atau kesimpulan yang bersifat sementara terhadap pertanyaan atau
permasalahan yang diajukan, setelah itu menentukan cara yang benar untuk
menguji hipotesis dengan mengumpulkan data-data dan fakta-fakta empiris yang
relevan dengan hipotesis yang diajukan sehingga akan menampakkan apakah benar
terdapat fakta dan data nyata tersebut atau tidak. Terakhir dapat ditarik
sebuah kesimpulan apakah betul sebuah hipotesis yang telah diajukan itu ditolak
atau bahkan diterima, berdasarkan data dan fakta yang ada, bukan
berlandaskan terhadap opini atau asumsi. Berikut penjelasan langkah-langkah
berpikir ilmiah dari dengan didukung pendapat para ahli.
Langkah pertama dalam kerangka
berpikir ilmiah adalah perumusan masalah. Perumusan masalah merupakan hulu dari
penelitian, dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam
penelitian ilmiah. Penting karena rumusan masalah adalah ibarat pondasi rumah
atau bangunan, tempat berpijak awal, apabila salah menentukan dan tidak jelas
batasan dalam melakukan akan menyulitkan proses selanjutnya. Diantaranya akan
menyulitkan seseorang atau pembaca dalam memahami kejelasan judul, sehingga
membuat pembaca memahaminya dengan multi tafsir, oleh karena itu kejelasan
judul perlu dituangkan dalam perumusan masalah. Perumusan masalah merupakan
pedoman dasar yang kuat bagi pelaksanaan penelitian. Khususnya untuk menyusun
butir-butir pertanyaan dalam alat (instrumen), angket, pedoman wawancara,
pedoman menelusur dokumen dan sebagainya dan membatasi permasalahan yang
akan diteliti.
Dalam perumusan masalah seorang
peneliti dituntut untuk teliti dan cermat menentukan batasan-batasan sebuah
masalah yang akan diteliti sehingga tidak membuat kabur permasalahan yang
diteliti. Perumusan masalah umumnya dan biasanya disusun dalam bentuk kalimat
tanya, rumusan harus jelas dan berisi implikasi adanya data untuk memecahkan
atau menyelesaikan masalah, rumusan masalah juga harus merupakan dasar dalam
membuat hipotesa dan menjadi dasar bagi judul suatu kegiatan penelitian.
Langkah berikutnya perumusan
hipotesis. “Hypo” artinya dibawah dan “thesa” artinya kebenaran.
Dalam bahasa Indonesia dituliskan hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang
dikembangkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa
hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang diajukan
terhadap masalah yang telah dirumuskan.21 Oleh karena itulah, suatu
hipotesis mesti dikembang dari suatu teori terpercaya. Jika hipotesis itu telah
teruji oleh data empirik dan ternyata benar, maka jadilah hipotesa itu menjadi
teori atau tesis. Karena berdasarkan isi dan rumusannya hipotesis dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu jenis hipotesis alternatif (Ha) dan
hipotesis nol (Ho).
Hipotesis alternatif atau hipotesis
kerja menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau
menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok yang berbeda.
Sedangkan hipotesis nol (Ho) adalah kebalikan dari hipotesis alternatif, yaitu
menyatakan tidak adanya hubungan atau tidak adanya perbedaan antara dua
variabel atau lebih. Namun biasanya dalam penelitian deskriptif biasanya
hipotesis bertujuan untuk membuat deskripsi mengenai hal yang diteliti, bukan
bertujuan untuk menguji hipotesis.
Setelah perumusan hipotesis langkah
selanjutnya adalah pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis merupakan
pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk
memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut
atau tidak.23 Setiap hipotesis dapat diuji kebenarannya tentu saja
dengan menggunakan bukti-bukti empiris serta teknik analisis yang secermat
mungkin, karena dengan demikian halnya, maka suatu hipotesis akan menentukan
arah dan fokus upaya pengumpulan dan penganalisaan data.
Jadi hipotesis adalah usaha untuk
mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dan berhubungan serta mendukung terhadap
hipotesis yang telah diajukan sehingga bisa teruji kebenaran hipotesis tersebut
atau tidak dan hal ini sangat penting untuk dilakukan karena tanpa ada proses
pengujian hipotesis dalam sebuah penelitian akan sulit penelitian tersebut
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Langkah terakhir dalam kerangka
berpikir ilmiah adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan merupakan salah satu
faktor yang penting dalam sebuah proses penelitian, kenapa demikian, karena
dengan kesimpulan yang ada dalam suatu penelitian akan menjawab permasalahan
yang ada dalam penelitian. Kesimpulan itu berupa natijah hasil dari penafsiran
dan pembahasan data yang diperoleh dalam penelitian, sebagai jawaban atas
pertanyaan yang diajukan dalam perumusan masalah.
Sedangkan menurut Suharsimi bahwa
suatu kesimpulan bukan suatu karangan dari pembicaraan-pembicaraan lain,
melainkan hasil proses tertentu “menarik”, dalam arti “memindahkan” sesuatu
dari suatu tempat ke tempat lain. Menarik sebuah kesimpulan dalam suatu
kegiatan penelitian tidak boleh sembarangan tanpa ada suatu data atau fakta
yang ada dan diperoleh dalam kegiatan penelitian. Jadi sebuah kesalahan yang
fatal apabila penarikan kesimpulan tanpa dilandasi dan berdasarkan data atau
fakta yang telah diperoleh, apalagi hanya berdasarkan interpretasi dan opini
seorang peneliti.
Seharusnya kesimpulan itu menjawab
permasalahan yang ada dalam kegiatan penelitian, sehingga antara hipotesis,
permasalahan sangat berhubungan erat dengan kesimpulan. Maksudnya adalah
penarikan kesimpulan tidak akan jelas, jika tidak ada data dan fakta yang
menjawab sementara dari persoalan atau permasalahan yang telah ditentukan, yang
sering disebut dalam istilah penelitian dengan hipotesis. Sehingga terlihat
dengan jelas hubungan antara permasalahan, hipotesis dan kesimpulan.
2.3
Ciri-Ciri Berfikir Ilmiah
Setiap komunitas memiliki cara berpikir yang
berbeda-beda. Orang kampus adalah disebut sebagai masyarakat ilmiah, sehingga
cara berpikirnya pun juga harus mengikuti cara berpikir ilmiah. Setidaknya ada
empat ciri berpikir ilmiah. Pertama, harus obyektif. Seorang ilmuwan
dituntut mampu berpikir obyektif atau
apa adanya. Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan data yang benar. Disebut sebagai data yang benar,
manakala data itu diperoleh dari sumber
dan cara yang benar. Sebaliknya, data
yang tidak benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data
itu dibuat-buat, misalnya. Data yang
benar adalah data yang benar-benar
sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebih.
Ternyata untuk mendapatkan data yang
benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang ilmuwan
harus mampu membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu. Data
yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya adalah
data palsu. Banyak orang berpikir salah, oleh karena mendasarkan pada data yang
salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan seperti ini, maka seorang
yang berpikir ilmiah, harus hati-hati
terhadap data yang tersedia.
Kedua,
rasional atau secara sederhana orang menyebut masuk akal. Seorang berpikir
ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar. Mereka bisa mengenali
kejadian atau peristiwa mulai apa yang menjadi sebab dan apa pula akibatnya. Segala sesuatu selalu mengikuti
hukum sebab dan akibat. Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang mengadakan.
Sesuatu menjadi berkembang, oleh karena ada kekuatan yang mengembangkan.
Seseorang menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya
marah. Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah, maka
orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan, atau tidak masuk akal.
Orang berikir ilmiah tidak akan
terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi,
pendapat atau pandangan baru bagi seseorang yang selalu berikir ilmiah tidak
segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang sumbernya,
siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji
terlebih dahulu atas kebenarannya. Begitu pula tatkala menghadapi
pandangan atau pendapat, maka seorang
yang berpikir ilmiah akan berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar
yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya seperti
itu, maka seorang yang berpkir ilmiah
dianggap kritis.
Ketiga, ciri
seseorang yang berpikir ilmiah adalah terbuka. Ia selalu memposisikan diri
bagaikan gelas yang terbuka dan masih bisa diisi kembali. Seorang yang terbuka
adalah selalu siap mendapatkan masukan, baik berupa pikiran, pandangan,
pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau
sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya sendiri saja
yang benar dan selalu mengabaikan
lainnya dari mana pun asalnya. Seseorang
yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
Keempat,
seorang berpikir ilmiah adalah selalu berorientasi pada kebenaran, dan bukan
pada kalah dan menang. Seorang yang berpikir ilmiah sanggup merasa kalah tatkala buah pikirannya memang
salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan
menjadikan dirinya merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah lebih
mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan
utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana
apapun harus mampu mengendalikan diri, agar tidak bersikap emosional,
subyektif, dan tertutup.
2.4 Metode Berpikir Ilmiah
Pada hakikatnya, berpikir secara
ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif.
Masing-masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme.
Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme,
karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh
karena itu, seorang sarjana atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan
mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak
yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.
Untuk sampai kepada kebenaran yang
dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut
metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang
tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan.
Afanasyev, seorang filosof Rusia,
dalam bukunya “ The Maxist Pholosphyy”, menulis bahwa Method in the
road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study
and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu
sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek
atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah
biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi.
a.
Metode Induksi
Metode Induksi adalah suatu cara
penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus (individu)
menuju kepada hal yang besifat umum (universal). Jadi cara induksi
dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian
diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan ini. Metode
induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu
pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi.
Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta-fakta yagn dapat diuji kebenarannya.
b.
Metode Deduksi
Metode deduksi adalah dkebalikan
dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus ke umum,
maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal-hal yang bersifat
umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal-hal yang
bersifat khusus. Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles,
yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan
atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling
klasik: Semua manusia bisa mati, Socrates adalah manusia. Jadi, Socrates bisa
mati.
Dari apa yang diuraikan diatas
terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi (meskipun kelihataanya bertentangan)
mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa
kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat
memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa
deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya “ A
system of logic “, bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan
deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan
penyelidikan. Jadi kedua-duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah
sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing.
Memang terdapat kritikan terhadap
metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu
kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir
induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan
bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis
tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth).
Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa fakta-fakta yang
sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan
terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok pagi
matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian-kejadian masa lampau
tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan.
Kritikan ini pernah dijawab oleh
Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa
sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan,
melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan “ semua logam akan
memuai kalau dipanasi” dapat dianggap ilmiah kalau dapat diuji dengan
percobaan-percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap
tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion).
Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh
pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan
observasi terhadap angsa-angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak
samapi kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu
observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salaam hitam
belum ditemuakan maka pernyataan “semua angsa berwarna putih” tetap dianggap
benar secara ilmiah.
2.5
Strategi Meningkatkan Keterampilan Berfikir Ilmiah
Guru yang handal adalah guru yang
mampu melaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode yang variatif.
Pelaksanaan pembelajaran dengan metode variatif dapat membangkitkan suasana
tidak monoton. Pembelajaran, Menyenangkan, Aktif, Inovatif, Rasional,
Kreatif, Imajinatif, dan Kontekstual (Pemainkidal). Pelaksanaan pembelajaran dengan mengintegrasikan empat
metode mengajar. Dalam skenario ini mengintegrasikan pengajaran tradisional dan
metode pengajaran masa kini dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi.
Skenario pembelajaran untuk
membangkitkan siswa aktif dengan menggunakan metode (1) Tanya Jawab (2)
Student Team Achievement Division (STAD) atau model tim siswa berprestasi, (3)
Pemecahan masalah atau problem based introdution (PBI) dan (4) Model web
based intruction (WBI) atau pembelajaran berbasis internet. Agar guru tidak terlalu sibuk memilih terlalu banyak
teknik membelajarkan siswa, maka penggunaan metode disesuaikan dengan siklus
apersepsi, inti, dan penilaian yang secara simultan dengan penerapan siklus
eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pada tiap penggunaan metode menekankan
pada fungsi pengembangan kompetensi yang berbeda, namun secara keseluruhan
menjadi proses untuk mengasah keterampilan berpikir ilmiah siswa. Penggunaan metode dilakukan secara bertahap, namun
demikian guru dapat menggunakannya secara simultan jika situasi belajar
membutuhkan perpaduan dua metode atau lebih.
a. Tanya Jawab guru gunakan dalam tahap apersepsi
dengan cara mengeksplorasi informasi yang siswa kuasai tentang materi
pelajaran; menentukan tujuan, indikator, dan kriteria keberhasilan belajar,
dan mengidentifikasi informasi baru yang perlu siswa ketahui dan keterampilan
yang perlu siswa kuasai agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya
kelas dibagi dalam beberapa kelopok.
b. STAD (Student Team
Achievement Division), setelah siswa memahami tujuan pembelajaran maka kelas dibagi dalam
kelompok (tiap kelompok bisa 4 sampai 6 siswa). Pastikan bahwa tiap kelompok
memiliki anggota tim yang variatif. Dorong siwa bekerja sama agar saling
mengasah pengalaman, memahami masalah, dan merencanakan pemecahan masalah
dengan menggunakan teori, saling memperluas pemahaman melalui kegiatan tutor
teman sebaya. Di sini mereka menghimpun data, mengolah data, dan untuk mencapai
target belajar dalam kelompok.
Tiap anggota kelompok bekerja sama dalam rangka meningkatkan penguasaan
ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan memecahkan masalah. Kerja sama
ditingkatkan untuk mencari informasi, menghimpun data, mengolah data
mengelaboarasi informasi dengan menggunakan berbagai berbagai sumber belajar. Seluruh anggota kelompok mengembangkan keterampilan
menjelaskan informasi, contohnya, melalui kegiatan presentasi. Melalui proses
ini diharapkan seluruh anggota kelompok menguasai komptensi yang menajadi
target belajar.
Kerja sama kelompok dalam proses belajar guru nilai dengan menggunakan format
acuan penilaian. Di samping penilaian kelompok, kompetensi siswa juga
dinilai secara idividual. Total perolehan nilai tiap individu pada tiap
kelompok dihitung sebagai nilai kontribusi individu terhadap kelompok. Hasil
belajar tiap individu sama-sama menentukan keberhasilan kelompok. Dalam proses
ini siswa bekerja sama dalam belajar, namun mendapatkan penilaian secara
individual (Eric, 1996).
c. WBI (Web
Based Instruction) adalah pebelajaran untuk mengebangkan lingkungan
belajar yang memanfaatkan ketersedian akses internet. Tujuan penggunaan metode
ini adalah untuk meningkatkan kemandirian siswa dan menyediakan sumber belajar
berbasis komputer atau internet. Siswa mamanfaatkan sumber belajar yang
sangat variatif. Yang perlu guru jamin adalah memndapatkan informasi yang
mereka perlukan dari sumber yang sehat. Di samping itu, siswa dapat dari
internet dapat mengenali model pemecahan masalah yang sejenis sebagai contoh.
d. PBI (Problem
Based Introduction) penggunaan model ini untuk
meningkatan keterampilan siswa memecahkan masalah. Penerapan metode ini diawali
dengan meningkatkan keterampilan siswa mendefinisikan masalah, menghimpun
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, memilih alternatif
pemecahan masalah, melakukan observasi atau percobaan, menghimpun data,
menyimpulkan dan menerapkan alternatif solusi pemencahan masalah. Apakah
pertumbuhan tanaman menjauh atau mengarah pada cahaya matahari?; Apa yang
menyebabkan masyarakat membuang sampah ke sungai?. Berhati-hatilah dalam
mendorong siswa mengidentifikasi masalah karena proses ini dapat menghabiskan
banyak waktu.
e. Berpikir Ilmiah, proses berpikir ilmiah menurut Antonio Zamora terdiri atas empat
kegiatan utama, yaitu:
1)
Melakukan observasi dan
mendeskripsikan gejala alam atau fenomena. Observsi dapat dilakukan secara
visual atau dengan bantuan teknologi.
2)
Merumuskan hipotesis untuk
menjelaskan fenomena dalam hubungan sebab akibat atau dalam hubungan matematis.
3)
Menguji hipotesis dengan cara
menganalisis hasil observasi, memprediksi hasil observasi tentang adanya
fenomena baru. Jika percobaan tidak dapat membuktikan kebenaran hipotesis maka
hipotesis harus ditolak atau diubah. Kegiatan kembali ke merumuskan hipotesis
berikutnya.
4)
Menetapkan teori melalui verikasi
ulang.
Empat tahap besar itu dijabarkan
dalam kegiatan belajar melalui serangkaian proses seperti yang Ellen Booth
Cruch rumuskan dalam rangkaian tujuh langkah kegiatan, yaitu:
- Mengobservasi fenomena ……(alam atau sosial*) ….yang dilakukan secara visual atau menggunakan teknologi* pilih salah satu.
- Membandingkan berbagai fakta atau informasi yang diperoleh dari pengamatan.
- Mengelompokan informasi yang diperoleh dapat membedakan ….dengan ….secara jelas.
- Merumuskan hipotesis untuk memprediksi ………agar siswa membuktikan prediksinya.
- Melakukan eksperimen (observasi) ……untuk memperoleh data sesuai yang direncanakannya.
- Mengevaluasi hasil eksperimen (observasi) untuk menguji kebenaran hipotesis atau prediksi yang telah siswa tetapkan.
- Menerapkan hasil studi dalam bentuk…… (karya nyata yang inovatif).
Kegiatan pengembangan keterampilan
berpikir ilmiah ini membutuhkan waktu dua jam pertama tatap muka, dua jam
kegiatan tidak struktur, dua jam tatap muka untuk penyajian hasil karya siswa.
Integrasi STAD, WBI dan PBI
Kegiatan pembelajaran tim
berprestasi, pembelajaran berbasis web, dan problem solving dapat guru
kembangkan dalam mengembangkan langkah-langkah pembelajaran dalam
menguasai teori dan menerapkan teori dalam kehidupan nyata. Harapannya dari
penggunaan model ini siswa mendapat pengalaman nyata mengembangkan keterampilan
berpikir ilmiah, melalui kegiatan belajar kreatif di bawah ini.
a.
Melakukan Observasi
Mengamati dan mencermati, melihat dari sudut pandang yang berbeda, Cegahlah
untuk melompat dengan “melakukan” percobaan. Kita perlu mengingatkan mereka
agar menggunakan semua indra mereka ketika mereka mendekati suatu atau kegiatan
tertentu. Mintalah siswa untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sudut
pandang. Misalnya, Apa yang Anda ingat tentang tanaman ini? Apa yang terjadi
ketika anda melihatnya dari atas, jauh, atau sangat dekat? Mari kita tunggu dan
lihat apa yang terjadi ketika angin bertiup. Catatlah! Gunakan HP-mu untuk
mengambil gambarnya!.
b.
Membandingkan
Data
Bawalah siswa untuk membandingkan dengan fenomena pada lingkungan yang
berbeda. Perhatikan bagaimana siswa mengekspresikan hubungan antara
berbagai hal. Bagaimana menurutmu tanaman ini sama atau berbeda? Di mana Anda
melihat tanaman yang serupa? Apa bedanya? Bagaimana stuktur tanaman yang
memiliki ciri yang berbeda? Apakah baunya sama atau berbeda? Kegiatan
selanjutnya adalah siswa membandingkan data yang diperoleh dari lapangan dengan
informasi yang mereka dapat dari internet atau buku referensi.
c.
Mengelompokan
Informasi
Cobalah atur data tentang tanaman itu dan kelompokan menurut sifat yang
anda dikenali. Bagaimana menyusunnya? Tentukan caranya. Coba kenali benda yang
dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok. Ini adalah waktu yang tepat
untuk mengundang siswa untuk merekam hasil penemuan dalam tebel, gambar, atau
grafik. Gambar, foto, dan grafik yang mereka buat perbandingan lebih
lanjut. Berapa banyak cara yang dapat kita gunakan untuk mengurutkan tanaman?
Dengan dan tanpa bunga, tinggi dan pendek, daun besar dan daun kecil. Berapa
banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengelompokan daun, dahan akar?
(Bulat, panjang, menunjuk,keras, lunak, tinggi-rendah, lebar-sempit).
d.
Merumuskan
Hipotesis
Ini adalah merupakan langkah kegiatan berspekulasi. Berdasarkan pengetahuan
sebelumnya siswa membuat prediksi. Mereka menggunakan pengalamannya untuk
membentuk pengalaman belajar yang baru. Pastikan siswa mengikuti proses ini.
Apa jadinya jika menyimpan tanaman di dalam lemari kayu? Akan sinar matahari
menyentuh daun? Langkah ini juga membantu anak-anak membuat generalisasi.
Jika mereka melihat bahwa sinar matarahi menerpa daun bambu atau pisang
apa yang terjadi? Jika di bawah daun rimbun, bagaimana tanaman di bawahnya
menerima sinar matahari? Apa yang terjadi?.
e.
Melakukan
Eksperimen
Pada tahap ini saatnya anak-anak menguji prediksi mereka. Membuktikan
ide-ide mereka dengan percobaan. Membuktikan ide-ide mereka dengan mengamati
fakta. Langkah ini adalah untuk memberikan banyak informasi. Mereka akan terus
mengeksplorasi informasi. Bangkitkan semangat untuk mencatat informasi dan
membandingkan dengan teori yang telah mereka pelajari. Perhatikan bagaimana
mereka melakukan kegiatan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sehingga
mereka benar-benar belajar, menjadi pembelajaran yang independen. ” Bagaimana
kita bisa menguji apakah cahaya meyentuh daun? Bagaimana dengan daun yang
berbeda? Di mana kita dapat meletakkan tanaman untuk melihat apakah tanaman
memerlukan cahaya matahari? Apa lagi yang Anda ingin tahu tentang tanaman itu?.
f.
Mengevaluasi
Hasil Eksperimen
Langkah ini adalah peluang untuk siswa mengkomunikasikan hasil eksperimen
mereka. Mengkomunikasikan informasi atau fakta yang mereka dapatkan. Merekam
pengalaman belajar melalui kerja sama, mendapatkan pengalaman nyata, tidak
sekedar verbal. Mereka mengubah informasi yang abstrak ke dalam
bentuk gambar, foto, grafik, dan buku cataan dari kegiatan lapangan.
Apakah siswa membuat gambar-bambar dari kegiatan studi ini? Di mana
tempat tanaman itu tumbuh? Tempat yang tidak baik untuk tanaman itu tumbuh di
mana? Berapa banyak daun yang bisa menerima cahaya matahari? Apakah seluruh
tujuan yang siswa tentukan sudah tercapai. Bagaimana kita bisa
menampilkan informasi ini pada grafik? Apakah mereka dapat menyajikan seluruh
hasil pekerjaanya secara ringkas dan menarik dengan bantuan teknologi?. Cobalah
langkah diterapkan dalam bidang bidang yang lebih luas agar siswa mendapat
pengalaman belajar yang kongrit pada berbagai topik. Siswa mendapat pengalaman
untuk menerapkan cara berpikir, menangolah infomasi, dan belajar sambil
bekerja di lapangan.
g.
Mempresentasikan
Hasil Observasi atau Eksperimen
Presentasi dalam bentuk kerangka karya ilmiah. Dalam langkah ini siswa
diharapkan dapat menyajikan hasil studinya dalam kelas. Mempertanggung jawabkan
apa yang mereka dapat dan telah guru arahkan sehingga siswa mendapatkan
informasi yang seharusnya mereka dapatkan. Melalui langkah ini siswa dapat
saling berbagi informasi dan mempublikasikan hasil penemuannya.
h.
Menerapkan
Hasil Studi
Pilihkan topik yang menarik pada mata pelajaran yang guru harus
sampaikan. Saat ini adalah waktu tepat, mengubah pertanyaan-pertanyaan terbuka
menjadi kegiatan nyata, dan menghasilkan karya nyata. Pembelajaran tidak
berhenti pada bagaimana siswa menghimpun informasi, namun lebih jauh lagi
menggunakan informasi untuk mendapatkan pengalaman baru, dan karya nyata. Model
pembelajaran ini menarik sebagai bahan melakukan penelitian tindakan kelas.
Meneliti semuanya bukan keharusan, memperhatikan sebagian secara mendalam dan
faktual sehingga dapat menjadi bahan perbaikan cara guru mengajar itu lebih
baik.
BAB 3. SIMPULAN
Berpikir rasional adalah berpikir
menggunakan dan mengandalkan otak atau rasio atau akal budi manusia sedangkan
berpikir empiris berpikir dengan melihat realitas empiris, bukti nyata atau
fakta nyata yang terjadi di lingkungan yang ada melalui panca indera manusia. Bagaimanapun
juga berpikir ilmiah tetap menggunakan atau memakai proses berpikir ilmiah
sebagai salah satu syarat untuk dikatakan bahwa apa yang dipikirkan termasuk
dalam kerangka berpikir ilmiah. Adapun proses berpikir ilmiah menurut Sudjana
menempuh langkah-langkah tertentu yang disanggah oleh tiga unsur pokok, yakni
pengajuan masalah, perumusan hipotesis, dan verifikasi data.
Menurut Jujun ada lima langkah dalam
kerangka berpikir ilmiah. Pertama merumuskan masalah, kedua menyusun kerangka
berpikir dalam pengajuan hipotesis, ketiga merumuskan hipotesis, keempat
menguji hipotesis dan langkah terakhir adalah menarik suatu kesimpulan. Setidaknya
ada empat ciri berpikir ilmiah, yakni harus obyektif, rasional atau secara
sederhana orang menyebut masuk akal, terbuka, dan selalu berorientasi pada kebenaran,
dan bukan pada kalah dan menang.
Pada hakikatnya, berpikir secara
ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif.
Masing-masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme.
Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme,
karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. pembelajaran
untuk membangkitkan siswa aktif dengan menggunakan metode (1) Tanya Jawab
(2) Student Team Achievement Division (STAD) atau model tim siswa berprestasi,
(3) Pemecahan masalah atau problem based introdution (PBI) dan (4) Model
web based intruction (WBI) atau pembelajaran berbasis internet.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Arifin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Branner, Julia. 2002. Memadu Metode Penelitain
Kualitatif dan Kuantitiatif. Samarinda:
Pustaka Pelajar.
Kusnoto, Noto. 2010. Metode Berfikir Ilmiah. [serial online]
http://notokusnoto.blogspot.com/2010/01/metode-berpikir-ilmiah.html. [diakses pada tanggal 26 Oktober
2014].
Anonim. Berfikir Ilmiah. [serial online]
http://hepimakassar.wordpress.com/tag/berpikir-ilmiah/.
[diakses pada tanggal 26 Oktober
2014].
http://uinmalang.ac.id:8080/index.php?option=com_content&view=article &id=3393:empat-ciri-berpikir-ilmiah&catid=25:artikel-imam-suprayogo. [diakses pada tanggal 26
Oktober 2014].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar