Rabu, 17 Desember 2014

Berfikir Ilmiah



BERFIKIR ILMIAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Kependidikan
Dosen Pengampuh Dr. Suranto, M. Pd


Makalah



Oleh:

NUR MA’RIFA        120210302087

KELAS B




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Berfikir Ilmiah” dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini saya gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi.
Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. Suranto, M. Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Bidang Studi. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada saya dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga saya selaku penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan saya gunakan sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.



Jember,   Oktober 2014


                                                                                                                                          Penulis


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”. Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).
Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat ilmu.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1)      Apakah Definisi Berpikir Ilmiah?
2)      Bagaimanakah Langkah-Langkah Berpikir Ilmiah?
3)      Apa sajakah Ciri-Ciri Berfikir Ilmiah?
4)      Bagaimanakah Penerapan Metode Berpikir Ilmiah?
5)      Bagaimanakah Strategi Untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Ilmiah?

1.3  Tujuan
Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1)      Dapat mengetahui definisi berpikir ilmiah.
2)      Dapat mengetahui bagaimana langkah-langkah berpikir ilmiah.
6)      Dapat mengetahui ciri-ciri berfikir ilmiah.
7)      Dapat mengetahui bagaimanakah penerapan metode berpikir ilmiah.
8)      Dapat mengetahui dan memahami strategi yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berfikir ilmiah.



BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Berpikir Ilmiah
Sebelum lebih jauh menjelaskan apa yang dimaksud berpikir ilmiah, ada baiknya lebih dahulu kita ketahui arti per kata dari kelompok kata tersebut. Pertama  kata berpikir. Berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Sedangkan menurut Poespoprodjo berpikir adalah suatu aktifitas yang banyak seluk-beluknya, berlibat-libat, mencakup berbagai unsur dan langkah-langkah. Menurut Anita Taylor et. Al. berpikir adalah proses penarikan kesimpulan. Jadi berpikir merupakan sebuah proses tertentu yang dilakukan akal budi dalam memahami, mempertimbangkan, menganalisa, meneliti, menerangkan dan memikirkan sesuatu dengan jalan tertentu atau langkah-langkah tertentu sehingga sampai pada sebuah kesimpulan yang benar.
Sedangkan Ilmiah yakni “bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat kaidah ilmu pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah berpikir rasional dan berpikir empiris. Bersifat ilmiah apabila ia mengandung kebenaran secara objektif, karena didukung oleh informasi yang telah teruji kebenarannya dan disajikan secara mendalam, berkat penalaran dan analisa yang tajam. Berpikir rasional adalah berpikir menggunakan dan mengandalkan otak atau rasio atau akal budi manusia sedangkan berpikir empiris berpikir dengan melihat realitas empiris, bukti nyata atau fakta nyata yang terjadi di lingkungan yang ada melalui panca indera manusia.
Jadi  memang tidak semua berpikir akan mengahasilkan pengetahuan dan ilmu dan juga tidak semua berpikir disebut berpikir ilmiah. Karena berpikir ilmiah memiliki aturan dan kaidah tersendiri yang harus diikuti oleh para pemikir dan ilmuwan sehingga proses berpikir mereka bisa dikatakan sebagai produk ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi khalayak ramai dan manusia pada umumnya.



2.2 Langkah-Langkah Berpikir Ilmiah
Bagaimanapun juga berpikir ilmiah tetap menggunakan atau memakai proses berpikir ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dikatakan bahwa apa yang dipikirkan termasuk dalam kerangka berpikir ilmiah. Adapun proses berpikir ilmiah menurut Sudjana menempuh langkah-langkah tertentu yang disanggah oleh tiga unsur pokok, yakni pengajuan masalah, perumusan hipotesis, dan verifikasi data.
Menurut Jujun ada lima langkah dalam kerangka berpikir ilmiah. Pertama merumuskan masalah, kedua menyusun kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, ketiga merumuskan hipotesis, keempat menguji hipotesis dan langkah terakhir adalah menarik suatu kesimpulan. Demikian pula menurut Nazir penelitian menggunakan metode ilmiah sekurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut : (1) merumuskan serta mendefinisikan masalah, (2) mengadakan studi kepustakaan, (3) memformulasikan hipotesa, (4) menentukan model untuk menguji hipotesa, (5) mengumpulkan data, (6) menyusun, menganalisa dan memberikan interpretasi, (7) membuat generalisasi kesimpulan.
Jadi dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya langkah-langkah atau taraf berpikir ilmiah dimulai dengan munculnya sebuah masalah yang kemudian disusun dalam suatu bentuk rumusan masalah, selanjutnya memberikan suatu solusi pemecahannya dalam bentuk jawaban atau kesimpulan yang bersifat sementara terhadap pertanyaan atau permasalahan yang diajukan, setelah itu menentukan cara yang benar untuk menguji hipotesis dengan mengumpulkan data-data dan fakta-fakta empiris yang relevan dengan hipotesis yang diajukan sehingga akan menampakkan apakah benar terdapat fakta dan data nyata tersebut atau tidak. Terakhir dapat ditarik sebuah kesimpulan apakah betul sebuah hipotesis yang telah diajukan itu ditolak atau bahkan diterima,  berdasarkan data dan fakta yang ada, bukan berlandaskan terhadap opini atau asumsi. Berikut penjelasan langkah-langkah berpikir ilmiah dari dengan didukung pendapat para ahli.
Langkah pertama dalam kerangka berpikir ilmiah adalah perumusan masalah. Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian, dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah. Penting karena rumusan masalah adalah ibarat pondasi rumah atau bangunan, tempat berpijak awal, apabila salah menentukan dan tidak jelas batasan dalam melakukan akan menyulitkan proses selanjutnya. Diantaranya akan menyulitkan seseorang atau pembaca dalam memahami kejelasan judul, sehingga membuat pembaca memahaminya dengan multi tafsir, oleh karena itu kejelasan judul perlu dituangkan dalam perumusan masalah. Perumusan masalah merupakan pedoman dasar yang kuat bagi pelaksanaan penelitian. Khususnya untuk menyusun butir-butir pertanyaan dalam alat (instrumen), angket, pedoman wawancara, pedoman menelusur dokumen dan sebagainya dan  membatasi permasalahan yang akan diteliti.
Dalam perumusan masalah seorang peneliti dituntut untuk teliti dan cermat menentukan batasan-batasan sebuah masalah yang akan diteliti sehingga tidak membuat kabur permasalahan yang diteliti. Perumusan masalah umumnya dan biasanya disusun dalam bentuk kalimat tanya, rumusan harus jelas dan berisi implikasi adanya data untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah, rumusan masalah juga harus merupakan dasar dalam membuat hipotesa dan menjadi dasar bagi judul suatu kegiatan penelitian.
Langkah berikutnya perumusan hipotesis. “Hypo” artinya dibawah dan “thesa” artinya kebenaran. Dalam bahasa Indonesia dituliskan hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang telah dirumuskan.21 Oleh karena itulah, suatu hipotesis mesti dikembang dari suatu teori terpercaya. Jika hipotesis itu telah teruji oleh data empirik dan ternyata benar, maka jadilah hipotesa itu menjadi teori atau tesis. Karena berdasarkan isi dan rumusannya hipotesis dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu jenis hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho).
Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok yang berbeda. Sedangkan hipotesis nol (Ho) adalah kebalikan dari hipotesis alternatif, yaitu menyatakan tidak adanya hubungan atau tidak adanya perbedaan antara dua variabel atau lebih. Namun biasanya dalam penelitian deskriptif biasanya hipotesis bertujuan untuk membuat deskripsi mengenai hal yang diteliti, bukan bertujuan untuk menguji hipotesis.
Setelah perumusan hipotesis langkah selanjutnya adalah pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.23 Setiap hipotesis dapat diuji kebenarannya tentu saja dengan menggunakan bukti-bukti empiris serta teknik analisis yang secermat mungkin, karena dengan demikian halnya, maka suatu hipotesis akan menentukan arah dan fokus upaya pengumpulan dan penganalisaan data.
Jadi hipotesis adalah usaha untuk mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dan berhubungan serta mendukung terhadap hipotesis yang telah diajukan sehingga bisa teruji kebenaran hipotesis tersebut atau tidak dan hal ini sangat penting untuk dilakukan karena tanpa ada proses pengujian hipotesis dalam sebuah penelitian akan sulit penelitian tersebut dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Langkah terakhir dalam kerangka berpikir ilmiah adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan merupakan salah satu faktor yang penting dalam sebuah proses penelitian, kenapa demikian, karena dengan kesimpulan yang ada dalam suatu penelitian akan menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian. Kesimpulan itu berupa natijah hasil dari penafsiran dan pembahasan data yang diperoleh dalam penelitian, sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan  dalam perumusan masalah.
Sedangkan menurut Suharsimi bahwa suatu kesimpulan bukan suatu karangan dari pembicaraan-pembicaraan lain, melainkan hasil proses tertentu “menarik”, dalam arti “memindahkan” sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Menarik sebuah kesimpulan dalam suatu kegiatan penelitian tidak boleh sembarangan tanpa ada suatu data atau fakta yang ada dan diperoleh dalam kegiatan penelitian. Jadi sebuah kesalahan yang fatal apabila penarikan kesimpulan tanpa dilandasi dan berdasarkan data atau fakta yang telah diperoleh, apalagi hanya berdasarkan interpretasi dan opini seorang peneliti.
Seharusnya kesimpulan itu menjawab permasalahan yang ada dalam kegiatan penelitian, sehingga antara hipotesis, permasalahan  sangat berhubungan erat dengan kesimpulan. Maksudnya adalah penarikan kesimpulan tidak akan jelas, jika tidak ada data dan fakta yang menjawab sementara dari persoalan atau permasalahan yang telah ditentukan, yang sering disebut dalam istilah penelitian dengan hipotesis. Sehingga terlihat dengan jelas hubungan antara permasalahan, hipotesis dan kesimpulan.

2.3 Ciri-Ciri Berfikir Ilmiah
Setiap  komunitas memiliki cara berpikir yang berbeda-beda. Orang kampus adalah disebut sebagai masyarakat ilmiah, sehingga cara berpikirnya pun juga harus mengikuti cara berpikir ilmiah. Setidaknya ada empat ciri berpikir ilmiah. Pertama, harus obyektif. Seorang ilmuwan dituntut  mampu berpikir obyektif atau apa adanya. Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan data yang  benar. Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu  diperoleh dari sumber dan cara  yang benar. Sebaliknya, data yang tidak benar oleh karena diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu  dibuat-buat, misalnya. Data yang benar  adalah data yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebih.
Ternyata untuk mendapatkan data yang benar juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang ilmuwan harus mampu membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu. Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya adalah data palsu. Banyak orang berpikir salah, oleh karena mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan seperti ini, maka seorang yang  berpikir ilmiah, harus hati-hati terhadap  data yang tersedia.
Kedua, rasional atau secara sederhana orang menyebut masuk akal. Seorang berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar. Mereka bisa mengenali kejadian atau peristiwa mulai apa yang menjadi sebab dan apa pula  akibatnya. Segala sesuatu selalu mengikuti hukum sebab dan akibat. Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang mengadakan. Sesuatu menjadi berkembang, oleh karena ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah. Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah,  maka  orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan,  atau tidak masuk akal.
Orang berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru bagi seseorang yang selalu berikir ilmiah tidak segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji  terlebih dahulu atas kebenarannya. Begitu pula tatkala menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang  yang berpikir ilmiah akan berusaha mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu. Atas sikapnya seperti itu, maka seorang  yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
Ketiga, ciri seseorang yang berpikir ilmiah adalah terbuka. Ia selalu memposisikan diri bagaikan gelas yang terbuka dan masih bisa diisi kembali. Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan masukan, baik berupa pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi baru dari manapun asal atau sumbernya. Ia tidak segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya  sendiri saja  yang benar dan  selalu mengabaikan lainnya  dari mana pun asalnya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
Keempat, seorang berpikir ilmiah adalah selalu berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada kalah dan menang. Seorang yang berpikir ilmiah sanggup  merasa kalah tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya merasa rendah. Seorang yang berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Oleh karena itu, seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana apapun   harus mampu mengendalikan diri,  agar tidak bersikap emosional, subyektif,  dan tertutup.

2.4 Metode Berpikir Ilmiah
Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing-masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjana atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.
Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan.
Afanasyev, seorang filosof Rusia, dalam bukunya “ The Maxist Pholosphyy”, menulis bahwa Method in the road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi.
a.       Metode Induksi
Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal). Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan ini. Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta-fakta yagn dapat diuji kebenarannya.

b.      Metode Deduksi
Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal-hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal-hal yang bersifat khusus. Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik: Semua manusia bisa mati, Socrates adalah manusia. Jadi, Socrates bisa mati.
Dari apa yang diuraikan diatas terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi (meskipun kelihataanya bertentangan) mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya “ A system of logic “, bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua-duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing.
Memang terdapat kritikan terhadap metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth). Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa fakta-fakta yang sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok pagi matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian-kejadian masa lampau tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan.
Kritikan ini pernah dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan, melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan “ semua logam akan memuai kalau dipanasi” dapat dianggap ilmiah kalau dapat diuji dengan percobaan-percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion). Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan observasi terhadap angsa-angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak samapi kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salaam hitam belum ditemuakan maka pernyataan “semua angsa berwarna putih” tetap dianggap benar secara ilmiah.

2.5 Strategi Meningkatkan Keterampilan Berfikir Ilmiah
Guru yang handal adalah guru yang mampu melaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode yang variatif. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode variatif dapat membangkitkan suasana tidak monoton. Pembelajaran, Menyenangkan, Aktif, Inovatif, Rasional, Kreatif,  Imajinatif, dan Kontekstual (Pemainkidal). Pelaksanaan pembelajaran dengan mengintegrasikan empat metode mengajar. Dalam skenario ini mengintegrasikan pengajaran tradisional dan metode pengajaran masa kini  dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Skenario pembelajaran untuk membangkitkan siswa aktif dengan menggunakan metode (1) Tanya Jawab  (2) Student Team Achievement Division (STAD) atau model tim siswa berprestasi, (3) Pemecahan masalah atau problem based introdution (PBI) dan (4)  Model web based intruction  (WBI) atau pembelajaran berbasis internet. Agar guru tidak terlalu sibuk memilih terlalu banyak teknik membelajarkan siswa, maka penggunaan metode disesuaikan dengan siklus apersepsi, inti, dan penilaian yang secara simultan dengan penerapan siklus eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Pada tiap penggunaan metode menekankan pada fungsi pengembangan kompetensi yang berbeda, namun secara keseluruhan menjadi proses untuk mengasah keterampilan berpikir ilmiah siswa. Penggunaan metode dilakukan secara bertahap, namun demikian guru dapat menggunakannya secara simultan jika situasi belajar membutuhkan perpaduan dua metode atau lebih.
a.       Tanya Jawab guru gunakan dalam tahap apersepsi dengan cara mengeksplorasi informasi yang siswa kuasai tentang materi pelajaran; menentukan tujuan, indikator, dan kriteria keberhasilan belajar, dan  mengidentifikasi informasi baru yang perlu siswa ketahui dan keterampilan yang perlu siswa kuasai agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya kelas dibagi dalam beberapa kelopok.
b.      STAD (Student Team Achievement Division), setelah siswa memahami tujuan pembelajaran maka kelas dibagi dalam kelompok (tiap kelompok bisa 4 sampai 6 siswa). Pastikan bahwa tiap kelompok memiliki anggota tim yang variatif. Dorong siwa bekerja sama agar saling mengasah pengalaman, memahami masalah, dan merencanakan pemecahan masalah dengan menggunakan teori, saling memperluas pemahaman melalui kegiatan tutor teman sebaya. Di sini mereka menghimpun data, mengolah data, dan untuk mencapai target belajar dalam kelompok.
Tiap anggota kelompok bekerja sama dalam rangka meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan memecahkan masalah. Kerja sama ditingkatkan untuk mencari informasi, menghimpun data, mengolah data mengelaboarasi informasi dengan menggunakan berbagai berbagai sumber belajar. Seluruh anggota kelompok mengembangkan keterampilan menjelaskan informasi, contohnya, melalui kegiatan presentasi. Melalui proses ini diharapkan seluruh anggota kelompok menguasai komptensi yang menajadi target belajar.
Kerja sama kelompok dalam proses belajar guru nilai dengan menggunakan format acuan penilaian. Di samping penilaian kelompok, kompetensi siswa juga dinilai secara idividual. Total perolehan nilai tiap individu pada tiap kelompok dihitung sebagai nilai kontribusi individu terhadap kelompok. Hasil belajar tiap individu sama-sama menentukan keberhasilan kelompok. Dalam proses ini siswa bekerja sama dalam belajar, namun mendapatkan penilaian secara individual (Eric, 1996).
c.       WBI (Web Based Instruction) adalah pebelajaran untuk mengebangkan lingkungan belajar yang memanfaatkan ketersedian akses internet. Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk meningkatkan kemandirian siswa dan menyediakan sumber belajar berbasis komputer atau internet. Siswa mamanfaatkan  sumber belajar yang sangat variatif. Yang perlu guru jamin adalah memndapatkan  informasi yang mereka perlukan dari sumber yang sehat. Di samping itu, siswa dapat dari internet dapat mengenali model pemecahan masalah yang sejenis sebagai contoh.
d.      PBI (Problem Based Introduction) penggunaan model ini untuk meningkatan keterampilan siswa memecahkan masalah. Penerapan metode ini diawali dengan meningkatkan keterampilan siswa mendefinisikan masalah, menghimpun informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, memilih alternatif pemecahan masalah, melakukan observasi atau percobaan, menghimpun data, menyimpulkan dan menerapkan alternatif solusi pemencahan masalah. Apakah  pertumbuhan tanaman menjauh atau mengarah pada cahaya matahari?; Apa yang menyebabkan masyarakat membuang sampah ke sungai?. Berhati-hatilah dalam mendorong siswa mengidentifikasi masalah karena proses ini dapat menghabiskan banyak waktu.
e.       Berpikir Ilmiah, proses berpikir ilmiah menurut Antonio Zamora terdiri  atas empat kegiatan utama, yaitu:
1)      Melakukan observasi dan mendeskripsikan gejala alam atau fenomena. Observsi dapat dilakukan secara visual atau dengan bantuan teknologi.
2)      Merumuskan hipotesis untuk menjelaskan fenomena dalam hubungan sebab akibat atau dalam hubungan matematis.
3)      Menguji hipotesis dengan cara menganalisis hasil observasi, memprediksi hasil observasi tentang adanya fenomena baru. Jika percobaan tidak dapat membuktikan kebenaran hipotesis maka hipotesis harus ditolak atau diubah. Kegiatan kembali ke merumuskan hipotesis berikutnya.
4)      Menetapkan teori melalui verikasi ulang.
Empat tahap besar itu dijabarkan dalam kegiatan belajar melalui serangkaian proses seperti yang Ellen Booth Cruch rumuskan dalam rangkaian  tujuh langkah kegiatan, yaitu:
  1. Mengobservasi fenomena ……(alam atau sosial*) ….yang dilakukan secara visual atau menggunakan teknologi* pilih salah satu.
  2. Membandingkan berbagai fakta atau informasi yang diperoleh dari pengamatan.
  3. Mengelompokan informasi yang diperoleh dapat membedakan  ….dengan ….secara jelas.
  4. Merumuskan hipotesis untuk memprediksi ………agar siswa membuktikan prediksinya.
  5. Melakukan eksperimen (observasi) ……untuk memperoleh data sesuai yang direncanakannya.
  6. Mengevaluasi hasil eksperimen (observasi) untuk menguji kebenaran hipotesis atau prediksi yang telah siswa tetapkan.
  7. Menerapkan hasil studi  dalam bentuk…… (karya nyata yang inovatif).
Kegiatan pengembangan keterampilan berpikir ilmiah ini membutuhkan waktu dua jam pertama tatap muka,  dua jam kegiatan tidak struktur, dua jam tatap muka untuk penyajian hasil karya siswa.

Integrasi STAD, WBI dan PBI
Kegiatan pembelajaran tim berprestasi, pembelajaran berbasis web, dan problem solving dapat guru kembangkan dalam mengembangkan langkah-langkah pembelajaran  dalam menguasai teori dan menerapkan teori dalam kehidupan nyata. Harapannya dari penggunaan model ini siswa mendapat pengalaman nyata mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah, melalui kegiatan belajar kreatif  di bawah ini.
a.       Melakukan Observasi
Mengamati dan mencermati, melihat dari sudut pandang yang berbeda, Cegahlah untuk melompat dengan “melakukan” percobaan. Kita perlu mengingatkan mereka agar menggunakan semua indra mereka ketika mereka mendekati suatu atau kegiatan tertentu. Mintalah siswa untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sudut pandang. Misalnya, Apa yang Anda ingat tentang tanaman ini? Apa yang terjadi ketika anda melihatnya dari atas, jauh, atau sangat dekat? Mari kita tunggu dan lihat apa yang terjadi ketika angin bertiup. Catatlah! Gunakan HP-mu untuk mengambil gambarnya!.
b.      Membandingkan Data
Bawalah siswa untuk membandingkan dengan fenomena pada lingkungan yang berbeda.  Perhatikan bagaimana siswa mengekspresikan hubungan antara berbagai hal. Bagaimana menurutmu tanaman ini sama atau berbeda? Di mana Anda melihat tanaman yang serupa? Apa bedanya? Bagaimana stuktur tanaman yang memiliki ciri yang berbeda? Apakah baunya sama atau berbeda? Kegiatan selanjutnya adalah siswa membandingkan data yang diperoleh dari lapangan dengan informasi yang mereka dapat dari internet atau buku referensi.
c.       Mengelompokan Informasi
Cobalah atur data tentang tanaman itu dan kelompokan menurut sifat yang anda dikenali. Bagaimana menyusunnya? Tentukan caranya. Coba kenali benda yang dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok. Ini adalah waktu yang tepat untuk mengundang siswa untuk merekam hasil penemuan dalam tebel, gambar, atau grafik. Gambar, foto, dan grafik yang mereka buat  perbandingan lebih lanjut. Berapa banyak cara yang dapat kita gunakan untuk mengurutkan tanaman? Dengan dan tanpa bunga, tinggi dan pendek, daun besar dan daun kecil. Berapa banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengelompokan daun, dahan akar? (Bulat, panjang, menunjuk,keras, lunak, tinggi-rendah, lebar-sempit).
d.      Merumuskan Hipotesis
Ini adalah merupakan langkah kegiatan berspekulasi. Berdasarkan pengetahuan sebelumnya siswa membuat prediksi. Mereka menggunakan pengalamannya untuk membentuk pengalaman belajar yang baru. Pastikan siswa mengikuti proses ini. Apa jadinya jika menyimpan tanaman di dalam lemari kayu? Akan sinar matahari menyentuh daun? Langkah ini juga membantu anak-anak membuat generalisasi.  Jika mereka melihat bahwa sinar matarahi menerpa daun bambu atau pisang apa yang terjadi? Jika di bawah daun rimbun, bagaimana tanaman di bawahnya menerima sinar matahari?  Apa yang terjadi?.
e.       Melakukan Eksperimen
Pada tahap ini saatnya anak-anak menguji prediksi mereka. Membuktikan ide-ide mereka dengan percobaan. Membuktikan ide-ide mereka dengan mengamati fakta. Langkah ini adalah untuk memberikan banyak informasi. Mereka akan terus mengeksplorasi informasi. Bangkitkan semangat untuk mencatat informasi dan membandingkan dengan teori yang telah mereka pelajari. Perhatikan bagaimana mereka melakukan kegiatan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sehingga mereka benar-benar belajar, menjadi pembelajaran yang independen. ” Bagaimana kita bisa menguji apakah cahaya meyentuh daun? Bagaimana dengan daun yang berbeda? Di mana kita dapat meletakkan tanaman untuk melihat apakah tanaman memerlukan cahaya matahari? Apa lagi yang Anda ingin tahu tentang tanaman itu?.
f.       Mengevaluasi Hasil Eksperimen
Langkah ini adalah peluang untuk siswa mengkomunikasikan hasil eksperimen mereka. Mengkomunikasikan informasi atau fakta yang mereka dapatkan. Merekam pengalaman belajar melalui kerja sama, mendapatkan pengalaman nyata, tidak sekedar verbal. Mereka  mengubah informasi yang  abstrak ke dalam bentuk gambar, foto, grafik,  dan buku cataan dari kegiatan lapangan. Apakah siswa membuat gambar-bambar dari kegiatan studi ini?  Di mana tempat tanaman itu tumbuh? Tempat yang tidak baik untuk tanaman itu tumbuh di mana? Berapa banyak daun yang bisa menerima cahaya matahari?  Apakah seluruh tujuan yang siswa tentukan  sudah tercapai.  Bagaimana kita bisa menampilkan informasi ini pada grafik? Apakah mereka dapat menyajikan seluruh hasil pekerjaanya secara ringkas dan menarik dengan bantuan teknologi?. Cobalah langkah diterapkan dalam bidang bidang yang lebih luas agar siswa mendapat pengalaman belajar yang kongrit pada berbagai topik. Siswa mendapat pengalaman untuk menerapkan  cara berpikir, menangolah infomasi, dan belajar sambil bekerja di lapangan.
g.      Mempresentasikan Hasil Observasi atau Eksperimen
Presentasi dalam bentuk kerangka karya ilmiah. Dalam langkah ini siswa diharapkan dapat menyajikan hasil studinya dalam kelas. Mempertanggung jawabkan apa yang mereka dapat dan telah guru arahkan sehingga siswa mendapatkan informasi yang seharusnya mereka dapatkan. Melalui langkah ini siswa dapat saling berbagi informasi dan mempublikasikan hasil penemuannya.
h.      Menerapkan Hasil Studi
Pilihkan  topik yang menarik pada mata pelajaran yang guru harus sampaikan. Saat ini adalah waktu tepat, mengubah pertanyaan-pertanyaan terbuka menjadi kegiatan nyata, dan menghasilkan karya nyata. Pembelajaran tidak berhenti pada bagaimana siswa menghimpun informasi, namun lebih jauh lagi menggunakan informasi untuk mendapatkan pengalaman baru, dan karya nyata. Model pembelajaran ini menarik sebagai bahan melakukan penelitian tindakan kelas. Meneliti semuanya bukan keharusan, memperhatikan sebagian secara mendalam dan faktual sehingga dapat menjadi bahan perbaikan cara guru mengajar itu lebih baik.


BAB 3. SIMPULAN

Berpikir rasional adalah berpikir menggunakan dan mengandalkan otak atau rasio atau akal budi manusia sedangkan berpikir empiris berpikir dengan melihat realitas empiris, bukti nyata atau fakta nyata yang terjadi di lingkungan yang ada melalui panca indera manusia. Bagaimanapun juga berpikir ilmiah tetap menggunakan atau memakai proses berpikir ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dikatakan bahwa apa yang dipikirkan termasuk dalam kerangka berpikir ilmiah. Adapun proses berpikir ilmiah menurut Sudjana menempuh langkah-langkah tertentu yang disanggah oleh tiga unsur pokok, yakni pengajuan masalah, perumusan hipotesis, dan verifikasi data.
Menurut Jujun ada lima langkah dalam kerangka berpikir ilmiah. Pertama merumuskan masalah, kedua menyusun kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, ketiga merumuskan hipotesis, keempat menguji hipotesis dan langkah terakhir adalah menarik suatu kesimpulan. Setidaknya ada empat ciri berpikir ilmiah, yakni harus obyektif, rasional atau secara sederhana orang menyebut masuk akal, terbuka, dan selalu berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada kalah dan menang.
Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing-masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. pembelajaran untuk membangkitkan siswa aktif dengan menggunakan metode (1) Tanya Jawab  (2) Student Team Achievement Division (STAD) atau model tim siswa berprestasi, (3) Pemecahan masalah atau problem based introdution (PBI) dan (4)  Model web based intruction  (WBI) atau pembelajaran berbasis internet.



DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Arifin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Branner, Julia. 2002. Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif. Samarinda: Pustaka Pelajar.
Kusnoto, Noto. 2010. Metode Berfikir Ilmiah. [serial online]
            http://notokusnoto.blogspot.com/2010/01/metode-berpikir-ilmiah.html. [diakses pada tanggal 26 Oktober 2014].
Anonim. Berfikir Ilmiah. [serial online]
            http://hepimakassar.wordpress.com/tag/berpikir-ilmiah/. [diakses pada tanggal 26 Oktober 2014].
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar