Rabu, 17 Desember 2014

Perkembangan Fasisme



PERKEMBANGAN FASISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampuh Dr. Suranto M. Pd


Paper



Oleh:

NUR MA’RIFA        120210302087

KELAS B





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1.    Hakekat Fasisme
Istilah Fasisme pertama kali digunakan di Italia oleh pemerintah yang berkuasa tahun 1922-1924 pimpinan Benito Mussolini. Dan gambar tangkai-tangkai yang diikatkan pada kapak menjadi lambang Partai Fasis pertama. Setelah  Italia, pemerintahan Fasis kemudian berkuasa di Jerman dari 1933 hingga 1945 dan di Spanyol dari 1939 hingga 1975. Setelah Perang Dunia II rezim-rezim diktatoris yang muncul di Amerika Selatan dan negara-negara belum berkembang lain umumnya digambarkan sebagai Fasis.
Fasisme merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat Nasionalis, Rasialis, Militeris dan Imperalis. Fasisme adalah sebuah gerakan politik penindasan yang pertama kali berkembang di Italia setelah tahun 1919 dan kemudian di berbagai Negara Eropa, sebagai reaksi atas perubahan sosial politik akibat Perang Dunia I. Nama fasisme berasal dari kata latin “Fasces” artinya kumpulan tangkai yang diikatkan kepada sebuah kapak, melambangkan pemerintahan Romawi Kuno.
Fasisme sesungguhnya merupakan ideologi yang di bangun menurut hukum rimba, Fasisme juga bertujuan membuat individu dan masyarakat berfikir dan bertindak seragam, untuk mencapai tujuan ini fasisme menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama semua metode propaganda bahkan melakukan genocide (pemusnahan secara teratur terhadap suatu golongan atau bangsa).Hal tersebut dikarenakan menurut ideologi fasis, Negara bukan ciptaan rakyat merupakan ciptaan orang kuat. Bila orang kuat sudah membentuk organisasi Negara, maka negara wajim menggembleng atau memaksakan dan mengisi jiwa rakyat. Fasisme sebagai ideologi berkembang pada abad ke-20 ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada perang dunia. Ideologi Fasisme memiliki beberapa sifat yaitu:
a.    Rasisme, diartikan sebagai paham  yang menerapkan penggolongan atau pembedaan ciri-ciri fisik (seperti warna kulit) dalam masyarakat. Rasisme juga bisa diartikan sebagai paham diskriminasi suku, agama, ras, golongan ataupun ciri-ciri fisik umum untuk tujuan tertentu.
b.    Militerisme adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin kemampuan itu adalah tujuan terpenting dari masyarakat.Sistem ini memberikan kedudukan yang lebih utama kepada pertimbangan-pertimbangan militer dalam kebijakannya daripada kekuatan-kekuatan politik lainnya. Mereka yang terlibat dalam dinas militer pun mendapatkan perlakuan-perlakuan istimewa.
c.    Ultra Nasionalis, ialah sikap membanggakan suatu negara secara berlebihan sehingga sangat merendahkan negara yang lainnya. Sehingga mudah sekali memancing pertengkaran atau peperangan.
d.   Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya (hak memerintah). "Menguasai" disini tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan.
Empat sifat tersebut mengakibatkan Ideologi Fasisme ini dapat manghambat multikulturalisme yaitu pandangan seseorang terhadap ragam kehidupan seperti kubudayaan, agama, ras. Evriza (2008: 106) mengatakan bahwa Fasisme merupakan gaya politik, daripada ideologi sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama. Paham ini merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara.

2.    Perkembangan Fasisme
Fasisme (fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totoaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis, militeristis dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi Fasis (1922) menyusul Jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui Perang Saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi Fasis dalam tahun 1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga yang totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya.
Pada umunya Fasisme muncul dan berkembang di negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju (Jerman di Eropa dan Jepang di Asia). Untuk pertumbuhan Fasisme adalah pencapaian tingkat atau tahap tertentu dalam perkembangan industri. Setidak-tidaknya ada dua titik temu antara Fasisme dan tingkat industrialisasi yang relatif maju. Pertama, aksi diperolehnya. Aksi terror dan propaganda memerlukan banyak pengaturan secara teknologis dan teknologi. Kedua, sebagai suatu sistem mobolisasi permanen untuk keperluan perang, Fasisme tidak mungkin berhasil tanpa keahlian dan sumber-sumber daya industri yang maju.
Dari segi latar belakang sosial, Fasisme menarik minat dua kelompok secara khusus. Pertama, sistem itu menarik sekelompok kecil industriawan dan tuan tanah yang bersedia membiayai gerakan-gerakan Fasis dengan harapan bahwa sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas. Di negara-negara yang memiliki Tradisi Liberal dan demokrasi yang kuat, misalnya kaum industriawan memiliki keperayaan yang tidak lebih ataupun kurang dari kelompok lainnya pada proses Demokrasi. Tetapi jika demokrasi goyah, seperti yang terjadi di Jerman, Italia dan Jepang hanya di butuhkan segelintir industriawan kaya dan tuan tanah saja untuk membiayai gerakan-gerakan Fasis.
Sumber dukungan utama Fasisme datang dari kelas menengah bawah (lower-middle-claas), terutama dikalangan pegawai negeri. Mereka melihat Fasisme sebagai penyelamat bagi kedudukannya dan prestisenya. Para pegawai negeri, merasa cemburu dengan perusahaan-perusahaan besar meskipun mereka tergerak untuk  mencapai kedudukan yang tinggi dalam perusahaan-perusahaan itu. Namun mereka juga takut ika dimasukkan kedalam kelompok dunia Ploretar. Sumber dukungan dari kaum buruh juga sangat berpengaruh bagi Fasis, kaum buruh yang terorganisir sering menyokongkan ketidakpastian dan proses demorialisasi dikalangan pegawai negeri tanpa menyadari manfaatnya.
Karena alasan psikologis para pegwai kantor biasa enggan untuk menggabungkan diri dalam berbagai serikat buruh. Akibatnya pendapatan para buruh biasa terutama yang terorganisir dalam organisasi buruh cenderung naik daripada penghasilan pegawai kantor. Karena jurang perbedaan status ekonomi para buruh yang biasa dan pegawai kantor terus melebar maka para pegawai kantor semakin takut akan kehilangan apa yang dianggapnya sebagai status yang sah dalam masyarakat. Keadaan itu yang mendorong mereka dan beralih pada Fasisme yang mengendalikan para serikat buruh.
Kelompok sosial lain yang rentan terhadap propaganda Fasisme adalah kelompok militer bahkan dalam Negara Demokrasi yang sudah mapan personil militer professional cenderung untuk meremehkan kedisiplinan dan persatuan. Jika Demokrasi melemah, maka penyimpangan Demokrasi Militer akan menjadi bencana politik. Pada tahap awal Nazisme di Jerman kelompok militernya secara terbuka mendukung Hitler. Pemimpin-pemimpin puncak Jerman tahu bahwa sebagian pemimpin Nazi adalah jahat dan penderita psikopat yang tidak bersalah. Walaupun demikian mereka tetap mendukung gerakan Nazi sebagai suatu langkah menuju militerisasi rakyat Jerman.
Di Italia, pada tahap awal Fasisme mendapat dukungan kuat dari angkatan bersenjata. Di Jepang Fasisme berkembang atas dukungan yang aktif dari militer yang memiliki alasan untuk menjadi tiang penyanggah utama dari rezim yang memiliki kepentingan ekspansi Imperialis. Di Argenina pemerintahan yang semi konstitusional disingkirkan dalam suatu pemberontakan oleh para perwira muda di bawah Pimpiman Peron. Yang memulai fasisme dengan gayanya sendiri dan dari namanya sendiri yaitu Peronisme. Fasisme melintasi semua kelompok sosial, para industriawan dan tuan tanah yang makmur, kelas menengah ke bawah dan para guru biasa. Semuanya memiliki alasan tersendiri dalam mendukung Fasisme.
Semakin banyak Kaum Nasionals dan Chauvinis yang memperlihatkan bahwa mereka rentan. Terhadap janji-janji penaklukan dan terciptanya kerajaan menyangkut program-program eksplesit gerakan-gerakan Fasis harus membuat janji-janji yang berlawanan untuk memuaskan seluruh pihak yang mengikutinya. kontradiksi-kontradiksi inilah yang menjadi kelemahan Fasisme, akan tetapi mengenai latar belakang psikologis yang emplisit, Fasisme mencari kelompok sosial yang memiliki kesamaan yaitu frustasi, kemarahan dan rasa tidak aman.
Sikap-sikap psikologi ini dapat diartikan sebagai sikap kebencian dan agresi melawan musuh dari dalam maupun dari luar. Karena sikap-sikap sosial dan psikologis ini bukan merupakan monopoli satu kelompok atau kelas sosial saja maka Fasisme dapat menarik masa secara besar-besaran diberbagai negara ketika Adolf Hitler menggabungkan diri dalam Partai Nazi tahun 1919 ia menjadi anggota no.7 tetapi 14 tahun kemudian Nazisme manjadi gerakan masa yang sangat besar di Negara Jerman.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut.
Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.
Ebenstein (2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih ada. Gejala-gejala ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas.
Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda. Ebenstein (2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika Serikat yang anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda. Negara-negara yang pernah menganut Ideologi Fasisme adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia dan Jerman.
Perang satu-satunya yang akan membawa seluruh energi manusia ke tingkat tertinggi dan membubuhkan cap kebangsawanan kepada orang-orang yang berani menghadapinya. Kaum Fasis memahami hidup sebagai tugas, perjuangan dan penaklukan, tetapi di atas semua untuk orang lain bersama dan mereka yang jauh, sejaman, dan mereka datang setelahnya. Ciri lain adalah bahwa Fasisme merupakan Ideologi Nasionalistik dan Agresif yang didasarkan pada Rasisme. Nasionalisme semacam ini sama sekali berbeda dari sekedar kecintaan pada negara.
Dalam Nasionalisme Agresif seseorang mempunyai cita-cita agar bangsanya menguasai bangsa lain, menghinakan mereka, dan tidak menyesali timbulnya penderitaan hebat rakyatnya sendiri. Selain itu, Nasionalisme Fasistik menggunakan peperangan, pendudukan, pembantaian, dan pertumpahan darah sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan politis tersebut.
Dasar kebijakan sosial Fasisme adalah pemaksaan gagasan dan keharusan rakyat untuk menerimanya. Fasisme bertujuan membuat individu dan masyarakat berpikir dan bertindak seragam dengan menggunakan kekuatan dan kekerasan bersama semua metode propaganda. Fasisme menyatakan siapapun yang tidak mengikuti gagasan-gagasan sebagai musuh, bahkan sampai melakukan genocide (pemusnahan secara teratur terhadap suatu golongan atau bangsa), seperti dalam kasus Nazi Jerman.
Penyelesaian yang di tempuh oleh Dictator Fasisme adalah mengarahkan atau menyalurkan rasa permusuhan dari rakyat untuk melawan musuh-musuh yang nyata maupun imajiner. Bagi Kaum Komunis yang menjadi musuh adalah Kaum Borjuis, Pengikut Trotsky, Tito, atau pengusaha-pengusaha yang ada di wall street. Pada mulanya Hitler mulai memilih Bangsa Yahudi sebagai sasaran agresi Jerman yang berakibat lenyapnya 6 juta orang Yahudi dalam kamar-kamar gas.
Kemudian musuh-musuh baru sebagai pengganti Bangsa Yahudi, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Churchill, Roseevelt, Bholsevisme dan gereja. Ketika akhir riwayatnya Hitler dan pengikutnya melampiaskan rasa dendamnya terhadap orang-orang Jerman dengan menolak untuk menyerah melalui perundingan. Apabila mereka tunduk, rakyat Jerman harus dihancurkan bersama mereka. Dalam Rezim Fasis baru yaitu Argentina di bawah Peron yang menjadi sasaran utama aksi propaganda kebencian adalah Imperialisme Amerika Serikat dan sistem keuangan internasional. Bagi mereka yang tidak mampu memimpin dirinya sendiri, Fasisme menjanjikan penguasaan atas orang lain. Apabila Fasisme tidak memberikan kemenangan-kemenangan yang dijanjikan maka kekesalan rakyat akan dilampiaskan kepada pemimpin-pemimpinnya.

Akar Filsafat dan Doktrin Fasisme
Akar filsafat Fasisme bisa dilacak dalam pemikiran Plato, Aristoteles, Hegel, Rosenberg, Doriot, Farinasi, Gobinau, Sorel, Darwin, Zietzche, Marinetti, Oswald Spengler, Chamberlain. Fasisme memiliki akar-akar intelektual dan filosofis ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Dalam bentuk yang modern dan kontemporer dan dalam formatnya yang par exellence terjadi ketika Benito Mussolini menguasasi Italia (1922) Hitler dengan Nazinya mendominasi jerman (1933) Franco berkuasa di Spanyol (1936) TennoHeika memerintah jepang (1930-an) dan Amerika Latin dimasa kekuasan Juan Peron (1950-an). Suhelmi (2004:334).
Ajaran-ajaran mereka perihal fasisme. Hitler menulis Mein Kampft, sedangkan Mussolini menulis Doktrine of Fascism. Ajaran fasis model Italia-lah yang kemudian menjadi pegangan kaum fasis didunia, karena wawasannya yang bersifat moderat. Menurut Ebenstein, unsur-unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur: Pertama, ketidak percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap masalah ras, kerajaan atau pemimpin.
Kedua, pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep perramaan tradisi yahudi-kristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideologi yang mengedepankan kekuatan.
Ketiga, kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan fasisme, negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran doktrin pemerintah. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya.
Keempat, pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit. Kelima, totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme bersifat total dalam meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder (anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan.
Keenam, Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat imperialisme.
Terakhir atau ketujuh, fasisime memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan cinta damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut. Dengan demikian fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban manusia. Sehingga dengan kata lain bertindak menentang hukum dan ketertiban internasional.

3.    Perkembangan Fasisme di Indonesia
Pada tahun 1965, kekuatan militer melakukan kudeta dan mendirikan kediktatoran militer. Walau banyak kemiripannya dengan rejim Nazi, dengan pembantaian yang tidak kalah kejamnya dengan kamp konsentrasi Nazi, namun rejim kediktatoran militer Orde Baru bukanlah rejim fasis. Ada perbedaan mendasar terkait dengan keterlibatan massa fanatik borjuis kecil yang menjadi fitur utama dari fasisme Italia dan Jerman. Akan tetapi ada juga kesamaan-kesamaan yang fundamental terkait dengan proses perkembangannya: krisis akut tak-terpecahkan di dalam masyarakat Indonesia yang secara efektif telah berlangsung sejak 1945; kekuatan buruh dan tani yang terus meningkat dan memasuki periode revolusioner, dengan sejumlah kesempatan untuk merebut kekuasaan; ketidakmampuan kepemimpinan buruh, dalam hal ini PKI, untuk memberikan jalan keluar dari kebuntuan kapitalisme; kebangkrutan borjuasi nasional, yang terlalu lemah untuk membangun sebuah parlemen borjuasi yang stabil dan mengendalikan situasi.
Seperti yang telah kita paparkan, kaum kapitalis biasanya lebih memilih berkuasa dengan metode-metode parlementer borjuis. Metode ini lebih murah dan efektif. Akan tetapi di negeri-negeri Dunia Ketiga yang kontradiksinya sangat akut dan sistem parlementer borjuisnya lemah (yang merefleksikan lemahnya kaum borjuasi itu sendiri), sering kali mereka tidak punya privilese ini. Dalam banyak situasi, mereka terpaksa menggunakan aparatus pemaksa Negara, secara parsial maupun terbuka lewat kudeta militer.
Dalam konteks Indonesia, militer di bawah Soeharto terdorong melakukan kudeta setelah ada periode panjang revolusioner di Indonesia di mana tidak ada satu pun kekuatan yang mampu menyediakan jalan keluar. PKI menolak merebut kekuasaan dan mengekor pada borjuasi nasional dengan dalih bahwa tahapan selanjutnya dari revolusi Indonesia adalah revolusi borjuasi yang akan membawa kapitalisme yang mandiri, dan baru setelah itu sosialisme di masa depan yang jauh. Kaum borjuasi nasional sendiri terpecah-pecah. Di satu pihak adalah sayap kirinya yang personifikasinya adalah Soekarno, yang hanya bisa mendapatkan dukungan massa dengan retorika-retorika anti-imperialis dan populis, tapi tanpa bisa merealisasikan secara riil program-program anti-imperialis dan populisnya karena logika kapitalisme tidak memungkinkan realisasi penuhnya. Mereka, karena posisi kelasnya, terkutuk menjadi impoten. Sementara sayap kanan kaum borjuasi tidak punya basis dukungan sama sekali dari rakyat. Argumen pro-pasar dan pro-kapital mereka tidak menemukan gaungnya. Situasi revolusioner yang menggantung ini tidak bisa bertahan lama. Masyarakat borjuasi tidak bisa menolerir sebuah situasi di mana jutaan rakyat pekerja terorganisir ke dalam organisasi-organisasi revolusioner, di mana angkatan bersenjatanya juga terbelah. Inilah kondisi-kondisi yang menyiapkan kudeta militer di Indonesia. Melihat borjuasi nasional tidak bisa menyelesaikan situasi yang ada, bergeraklah aparatus militer Negara untuk mengembalikan ketertiban dan kedamaian.
Kebijakan kolaborasi kelas PKI dengan borjuasi nasional yang katanya “progresif” tidak menyelamatkan mereka dari kudeta militer, tetapi justru menyiapkan kondisi-kondisi untuk kehadiran intervensi militer. Sejarah telah menunjukkan bahwa kebijakan kolaborasi kelas tidak pernah menghentikan fasisme atau kudeta militer. Kebijakan Front Popular di Spanyol yang diusung oleh Partai Komunis Spanyol yang Stalinis, dimana diserukan agar buruh bersatu dengan kaum borjuasi nasional “progresif” untuk melawan Franco, justru memperlemah perlawanan revolusioner terhadap Franco. Ini harus dibayar mahal dengan kediktatoran fasisme Franco selama 36 tahun. Di Chile, Allende percaya pada jalan reformisme dan parlementerisme untuk mencapai sosialisme. Ia percaya pada metode kolaborasi dan kompromi. Dalam ironi sejarah yang paling memilukan, Allende sendiri yang mengangkat Pinochet sebagai kepala Angkatan Darat 3 minggu sebelum kudeta, dan sampai menit terakhir, ketika tank-tank sudah di jalan-jalan kota Santiago, Allende masih meminta mencoba menghubungi Pinochet lewat telepon. Sejarah dipenuhi dengan contoh-contoh ini, tetapi sayangnya sejarah itu adalah seperti seorang guru yang tanpa murid.
Munculnya Politik Fasisme di Indonesia mulai sejak kemenangan Partai Nazi di Jerman yang memenangkan pemilu 1933. Dr. Notonind, bekas anggota PNI (lama) asal Pekalongan adalah tokoh teras Partai Fasis Indonesia (PFI) yang berdiri tahun 1933. Ide dasar pendirian PFI ini memang agak unik karena tidak di dasarkan kepentingan ideologi, melainkan oleh cita-cita pembangunan kembali kerajaan-kerajaan Jawa seperti Majapahit dan Mataram, Sriwijaya di Sumatera, dan kerajaan-kerajaan di Kalimantan.
Gema fasisme yang melanda dunia menuai respon beragam dari kalangan pergerakan di Indonesia. Kelompok PNI Baru, PKI dan Partindo adalah kelompok yang menentang gigih fasisme. Alasan dasarnya karena fasisme adalah benteng terakhir dari kapitalisme untuk mempertahankan diri dari krisis ekonomi dan politiik. Sedangkan di luar kedua kelompok ini, Wilson menilai kaum pergerakan kebingungan dalam merespon fasisme. Kelompok PSII dan Parindra misalnya, karena percaya ramalan politik Jayabaya menganggap fasisme Jepang sebagai saudara tua yang akan membebaskan bumiputera dari belenggu kolonialisme Belanda.
Istilah Indonesia Raya dan Indonesia Mulia yang getol dikampanyekan oleh Parindra misalnya, mengingatkan kita pada ide Jerman Raya milik kaum Nazi Jerman yang mengakibatkan pembantaian jutaan orang Yahudi. Bahkan Agus Salim melihat potensi fasisme sebagai solusi mengusir kolonial. Tren politik fasis rupanya bukan hanya melanda kaum Bumi Putera. Kalangan Indo di Hindia-Belanda yang sedang dilanda krisis pertarungan politik dengan kalangan pergerakan bumi putra dan tekanan fasis Jepang juga merasa ingin cepat keluar dari krisis dengan harapan kadatangan dewa fasisme. Di Solo misalnya, pada tahun 1933 pernah dibentuk organisasi Anti Inlander Clud untuk melindungi kepentingan kaum Indo. Sementara kaum kaum fasisme Jepang di Hindia-Belanda yang tergabung dalam NIFO nampak paling agresif bergerak melakukan rapat-rapat akbar (vergadering). Aksi agresif NIFO ini mendapat reaksi keras dari Pemerintah Hindia-Belanda.
Fasisme di zaman sekarang tidak sepopuler di waktu kelahirannya di Indonesia. Benar bahwa fasisme tinggal catatan sejarah ini terbukti  dengan tidak adanya organisasi atau negara yang menganut fasisme lagi. Namun, sebagaimana kekhawatiran Mansour Fakih (Alm) delapan tahun silam, krisis gawat yang terus melanda negeri ini tidak mustahil menjadi bibit-bibit persemaian fasisme. Hal ini bisa dibuktikan oleh fakta berbagai organisasi yang gemar mobilisasi massa, arak-arakan dan gemar melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya. Hal yang mengkhawatirkan, gerakan itu muncul dalam praktek politik keagamaan simbol keagamaan digelar. Teriakan jihad dikumandangkan. Agama yang selama ini dikenal sebagai piranti kohesifitas budaya berubah menjadi alat propaganda khas fasisme.


DAFTAR RUJUKAN

Ebenstein William and Fogeiman Edwin. 1994. Isme-Isme Dewasa Ini penerjemah: Alex Jemadu. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azhar, Muhammad. 1996. Filsafat politik. Yogyakarta: PT. Grafindo Persada
Anonim. 2009. Faham Fasisme. [serial online]
            http://bung-agung.blogspot.com/2009/02/faham-fasisme. [diakses pada tanggal 7 November 2014]
Anonim. 2012. Makalah Ideologi Fasisme Negara. [serial online]
            http://nefi34na.blogspot.com/2012/10/makalah-ideologi-fasisme- negara.html. [diakses pada tanggal 7 November 2014]
Anonim. 2012. Perkembangan Fasisme di Indonesia. [serial online]
            http://transformasipengetahuan.blogspot.com/2012/10/perkembangan- fasisme-di-indonesia-dan.html. [diakses pada tanggal 7 November 2014]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar