Rabu, 17 Desember 2014

Perkembangan Imperalisme



PERKEMBANGAN IMPERIALISME

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampuh Dr. Suranto M. Pd


Paper


Oleh:

NUR MA’RIFA        120210302087

KELAS B





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


1.    Konsep Dasar Imperialisme
Istilah Imperialisme diperkenalkan di Perancis pada tahun 1830-an oleh Imperium Napoleon Bonaparte. Pada tahun 1830-an istilah ini diperkenalkan oleh penulis Inggris untuk menerangkan dasar-dasar perluasan kekuasaan yang dilakukan oleh Kerajaan Inggris. Orang Inggris menganggap merekalah yang paling berkuasa (Greater Britain) karena mereka telah banyak menguasai dan menjajah di wilayah Asia dan Afrika. Mereka menganggap bahwa penjajahan bertujuan untuk membangun masyarakat yang dijajah yang dinilai masih terbelakang dan untuk kebaikan dunia.
Imperialisme merujuk pada sistem pemerintahan serta hubungan ekonomi dan politik negara-negara kaya dan berkuasa, mengawal dan menguasai negara-negara lain yang dianggap terbelakang dan miskin dengan tujuan mengeksploitasi sumber-sumber yang ada di negara tersebut untuk menambah kekayaan dan kekuasaan negara penjajahnya. Imperialisme menonjolkan sifat-sifat keunggulan (hegemoni) oleh satu bangsa atas bangsa lain. Tujuan utama Imperialisme adalah menambah hasil ekonomi, negara Imperialis ingin memperoleh keuntungan dari negeri yang mereka kuasai karena sumber ekonomi negara mereka tidak mencukupi. Selain faktor ekonomi, terdapat satu kepercayaan bahwa sebuah bangsa lebih mulia atau lebih baik dari bangsa lain yang dikenal sebagai ethnosentrisme, contoh Bangsa Jerman (Arya) dan Italia. Faktor lain yang menyumbang pada dasar Imperialisme adalah adanya perasaan ingin mencapai taraf sebagai bangsa yang besar dan memerintah dunia, misalnya dasar Imperialisme Jepang.
Dasar Imperialisme awalnya bertujuan untuk menyebarkan ide-ide dan kebuadayaan Barat ke seluruh dunia. Oleh karena itulah, Imperialisme bukan hanya dilihat sebagai penindasan terhadap tanah jajahan tetapi sebaliknya dapat menjadi faktor pendorong pembaharuan-pembaharuan yang dapat menyumbang kearah pembinaan sebuah bangsa seperti pendidikan, kesehatan, perundangu-ndangan  dan sistem pemerintahan.
Sarjana Barat membagi Imperialisme dalam dua kategori yaitu Imperialisme Kuno dan Imperialisme Modern. Imperialisme Kuno adalah negara-negara yang berhasil menaklukan atau menguasai negara-negara lain atau yang mempunyai suatu imperium seperti Imperium Romawi, Turki Ustmani dan China, termasuk Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris dan Perancis yang memperoleh jajahan di Asia, Amerika dan Afrika sebelum 1870, tujuan Imperialisme Kuno adalah selain faktor ekonomi (menguasai daerah yang kaya dengan sumber daya alam) juga termasuk didalamnya tercakup faktor agama dan kajayaan. Sedangkan, Imperialisme Modern bermula setelah Revolusi Industri di Inggris tahun 1870-an. Hal yang menjadi faktor pendorongnya adalah adanya kelebihan modal dan barang di negara-negara Barat. Selepas tahun 1870-an, negara-negara Eropa berlomba-lomba mencari daerah jajahan di wilayah Asia, Amerika dan Afrika. Mereka mencari wilayah jajahan sebagai wilayah penyuplai bahan baku dan  juga sebagai daerah pemasaran hasil industri mereka.
Dasar Imperialisme ini dilaksanakan demi agama, mereka menganggap bahwa menjadi tugas suci agama untuk menyelamatkan manusia dari segala macam penindasan dan ketidakadilan terutama di negara-negara yang dianggap terbelakang seperti para misionaris Kristen yang menganggap misi penyelamat ini sebagai The White Man Burden.

a.    Sebab-Sebab Imperialisme
Mula-mula yang mempelopori adannya Imperialisme adalah pandangan bahwa kekuatan Eropa sebagai kekuatan yang paling kuat dan berpengaruh bagi dunia. Yang menjadi penyebab dari Imperialisme adalah
1)      Keinginan menjadi jaya atau menjadi paling kuasa (ambition, eerzucht): Setiap bangsa pastinya sangat menginginkan untuk menjadi bangsa yang merdeka dan dalam kehidupan kenegaraannya tidak ingin dicampuri negara lain. Namun, apabila negara tersebut tidak bisa mengendalikan keinginannya tidak bisa dihindari akan muncul suatu benih-benih Imperalis.
2)      Perasaan: Bangsa yang istimewa pasti mempunyai harga diri yang tebal (Racial Superiority), dengan harga diri yang tebal itulah timbul kecongkakan yang ujung-ujungnya ingin menguasai dan memimpin negara-negara lain.
3)      Hasrat untuk menyebarkan ideologi: Tujuanya paling utama yaitu menyebarkan ideologi dan agamanya, tetapi apabila misi itu didukung oleh pemerintah biasanya tujuan paling utamanya menyebarkan agama menjadi terlupakan, bukan tidak mungkin juga menimbulkan Imperialisme.
4)      Letak yang strategis: Yaitu posisi tempat dapat mempunyai fungsi sangat penting bagi suatu negara untuk melakukan/menjalankan politiknya.
5)      Sebab ekonomi: Faktor ekonomi inilah yang menjadi paling penting dalam imperialisme karena ingin mendapatkan kekayaan lebih dari suatu negara, ikut dalam perdagangan dunia, keinginan dalam menguasai perdagangan dan dapat menjamin suburnya industri.

b.    Macam-Macam Imprelialisme
1)   Imperialisme Kuno (Ancient Imperialism)
Inti dari Imperialisme Kuno adalah semboyan Gold, Gospel, and Glory (kekayaan, penyebaran agama dan kejayaan). Suatu negara merebut negara lain untuk menyebarkan agama, mendapatkan kekayaan dan menambah kejayaannya. Imperialisme ini berlangsung sebelum Revolusi Industri dan dipelopori oleh Spanyol dan Portugal.
Imperialisme Kuno adalah negara-negara yang berhasil menaklukan atau menguasai negara-negara lain atau yang mempunyai suatu imperium seperti Imperium Romawi, Turki Usmani dan China, termasuk Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris dan Perancis yang memperoleh jajahan di Asia, Amerika dan Afrika sebelum 1870, tujuan Imperialisme Kuno adalah selain faktor ekonomi (menguasai daerah yang kaya dengan sumber daya alam) juga termasuk didalamnya tercakup faktor agama dan kajayaan.

2)      Imperialisme Modern (Modern Imperialism)
Inti dari Imperialisme Modern ialah kemajuan ekonomi. Imperialisme modern timbul sesudah Revolusi Industri. Industri besar-besaran (akibat revolusi industri) membutuhkan bahan mentah yang banyak dan pasar yang luas. Mereka mencari jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi hasil-hasil industri, kemudian juga sebgai tempat penanaman modal bagi kapital surplus. Pembagian Imperialisme dalam Imperialisme Kuno dan Imperialisme Modern ini didasakan pada soal untuk apa si imperialis merebut orang lain. Jika mendasarkan pendangan kita pada sektor apa yang ingin direbut si imperialis, maka kita akan mendapatkan pembagian macam imperialisme yang lain, yaitu:
Pertama, Imperialisme Politik. Si imperialis hendak mengusai segala-galnya dari suatu negara lain. Negara yang direbutnya itu merupakan jajahan dalam arti yang sesungguhnya. Bentuk Imperialisme politik ini tidak umum ditemui di Zaman Modern karena pada Zaman Modern Paham Nasionalisme sudah berkembang. Imperialisme Politik ini biasanya bersembunyi dalam bentuk protectorate dan mandate.
Kedua, Imperialisme Ekonomi. Si imperialis hendak menguasai hanya ekonominya saja dari suatu negara lain. Jika sesuatu negara tidak mungkin dapat dikuasai dengan jalan Imperialisme politik, maka negara itu masih dapat dikuasai juga jika ekonomi negara itu dapat dikuasai si Imperialis. Imperialisme Ekonomi inilah yang sekarang sangat disukai oleh negara-negara Imperialis untuk menggantikan Imperialisme Politik.
Ketiga, Imperialisme Kebudayaan. Si Imperialis hendak menguasai jiwa (de geest, the mind) dari suatu negara lain. Dalam kebudayaan terletak jiwa dari suatu bangsa. Jika kebudayaannya dapat diubah, berubahlah jiwa dari bangsa itu. Si Imperialis hendak melenyapkan kebudayaan dari suatu bangsa dan menggantikannya dengan kebudayaan si Imperialis, hingga jiwa bangsa jajahan itu menjadi sama atau menjadi satu dengan jiwa si penjajah. Menguasai jiwa suatu bangsa berarti mengusai segala-galanya dari bangsa itu. Imperialisme kebudayaan ini adalah Imperialisme yang sangat berbahaya, karena masuknya gampang, tidak terasa oleh yang akan dijajah dan jika berhasil sukar sekali bangsa yang dijajah dapat membebaskan diri kembali, bahkan mungkin tidak sanggup lagi membebaskan diri.
Keempat, Imperialisme Militer (Military Imperialism). Si Imperialis hendak menguasai kedudukan militer dari suatu negara. Ini dijalankan untuk menjamin keselamatan si Imperialis untuk kepentingan agresif atau ekonomi. Tidak perlu seluruh negara diduduki sebagai jajahan, cukup jika tempat-tempat yang strategis dari suatu negara berarti menguasai pula seluruh negara dengan ancaman militer.

2.    Perkembangan Imperalisme
Dengan runtuhnya Granada 1494 M dari tangan umat Islam ke tangan Kristen, menurut Jane I. Smith dalam Islam and Christendom, hilanglah toleransi dalam beragama dan kedamaian dalam berniaga. Timbullah penindasan diluar kemanusiaan. Umat Islam dipaksa melakukan konversi atau beralih ke Agama Kristen. Jika tidak mau konversi maka harus meninggalkan Spanyol dan tidak diperbolehkan untuk membawa putra-putrinya. Umumnya, mereka tidak sanggup meninggalkan putra-putrinya, dan memilih untuk masuk Agama Kristen. Jika mereka masih kukuh tetap tidak mau untuk melakukan konversi maka mereka di bakar hidup-hidup.
Saat dibuatnya Perjanjian Tordesilas, Kerajaan Katolik Portugis baru berlayar sampai ke Tajung Harapan Afrika Selatan, 1488 M. Namun, belum mengetahui jalan ke India ataupun Nusantara Indonesia. Kerajaan Katolik Spanyol atau yang sering disebut pula sebagai Hispania, pelayarannya baru sampai ke Kepulauan Karibia, 1492 M. Akibat tidak mengetahui tentang India sebenarnya maka penduduk asli Kepulauan Karibia dan Benua Amerika disebutnya sebagai Indian.
Paus Alexabder IV memebenarkan Imperialisme, dengan tujuan: Gold-Emas, dengan menjajah akan memperoleh kekayaan yang dirampas dari tanah jajahan. Gospel-pengembangan agama, di tanah jajahan akan dikembangkan Agama Katolik. Glory dan Gospel, Paus juga mengajarkan bahwa bangsa-bangsa diluar negara Gereja Vatikan, yang tidak beragama Katolik, dinilai sebagai bangsa biadab. Negara atau wilayahnya dinilai sebagai Terra Nullius (wilayah kosong tanpa pemilik).
Kerajaan Katolik Portugis untuk samapai ke India diantar oleh seorang mu’alim, yaitu Ahmad bi Majid seorang navigator muslim. Pada saat itu, tidak seorangpun dari barat yang pernah menyeberangi Samudera Persia dengan nama baru India. Di wilayah yang dilalui pelayaran Kerajaan Katolik Portugis terjadi bencana kemanusiaan karena motivasi pelayarannya dengan tujuan utama penaklukkan terhadap Islam (Reqoncuita). Dari Tanjung Harapan Afrika Selatan 1488 M, sembilan tahun kemudian sampailah ke Goa India 1497 M. sebagai pusat niaga laut oleh Portugis maka runtuhlah kekuasaan Politik Hindu dan Budha di India Selatan. Setelah Portugis sampai di India, mereka baru menyadari bahwa sumber rempah-rempah berada di Nusanatara Indonesia bukan di India.

  1. Perlawanan Terhadap Imperialis Katolik Portugis
Setelah menguasai Goa pada tahun 1497 M, Albuquerque berhasil merebut Malaka tahun 1511 M. Sebagai pusat niaga Islam dari tangan kekuasaan Soeltan Mahmoed. Pada awalnya, Malaka dibangun oleh Parameswara setelah memeluk Islam namanya menjadi Soeltan Megat Iskandar Sjah. Dengan keberhasilannya menguasai Malaka Imperialis Katolik Portugis mengharapkan hubungan niaga rempah-rempah antara Nusantara dengan Kesultanan Turki terputus. Kesoeltanan Demak meluncurkan perlawanan bersenjata demi merebut kembali. Kesoeltanan Acjeh juga berupaya membebaskan kembali Malaka tetapi tidak berhasil. Ketika umat Islam belum berhasil melawan Imperialis Portugis, datanglah Imperialis Katolik Spanyol dibawah pimpinan Magelhaens pelayarannya sampai Fhilipina Selatan atau Kesoeltanan Soeloe tahun 1521 M. Mereka saling bersaing dan melakukan pendekatan terhadap Kesoeltanan Tidore dan Ternate yang berada di belahan wilayah utara Indonesia.
Kerajaan Katolik Portugis juga hendak mengimbangi dengan mendirikan bentengnya di Soenda Kelapa pada tahun 1522 M. Di sini, Portugis tidak dapat bertahan lama yaitu hanya sampai dengan tahun 1527 M. Kemudian pada 22 Juni 1527 atau 22 Ramadhan 933 H, Kelapa berhasil direbut kembali oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati bersama menantunya Fatahillah atau Faletehan. Selain mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kalapa, Portugis juga mencoba menjalin hubungan diplomatik dengan Kesultanan Ternate dan Tidore.  Sekitar lima puluh tahun kemudian, dibawaah Sultan Baad Oellah (1570-1583 M), Portugis diusir dari Kesultanan Ternate tahun 1575 M. Hal ini di karena tingkah laku imperialis Katolik Portugis semakin menindas.
Sebagai Imperialis mereka tidak mampu bekerjasama dengan Islam. Terutama praktik Kristenisasi yang mengundang kemarahan masyarakat Ternate. Akibatnya, pecahlah gerakan perlawanan bersenjata terhadap Imperialisme Barat atau Gerakan Nasionalisme. Ternyata dengan terusirnya Imperialis Kerajaan Katolik Portugis dari Kalapa dan Kesultanan Ternate tidak berakhir perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh umat Islam terhadap Imperialis Barat. Memasuki abad ke-17 M umat Islam Indonesia menghadapi tantangan berat dari Imperialis Katolik yang diprakarsai oleh Portugis dan Spanyol. Kemudian dilanjutkan menghadapi tantangan Imperialis Protestan Belanda dan Inggris.

b.     Ordonasi Agama Pada Tahun 1651
Kedatangan Imperialis Katolik Portugis merupakan dampak awal dirusaknya sistem perekonomian umat Islam Indonesia. Dengan cara menduduki pusat niaga atau pasar Malaka dan jalan laut niaga umat Islam oleh penjajah Katolik Inggris 1511 M. Motivasi yang sama untuk menguasai pasar atau pusat niaga, yakni Jayakarta dan jalan laut niaga oleh penjajah Protestan Belanda 1691 M. Dengan adanya tantangan penjajah ini Umat Islam Indonesia bersama penganut Hindu dan Budha serta Kong Fu Tsu dihadapkan pada sistem pengembangan Agama Protestan dari Kerajaan Protestan Belanda yang tidak mengengal toleransi.
GJ. Reyniers mengeluarkan ordonasi 7 Maret dan 28 November 1651 M. Melarang aktivis ajaran agama dari pribumi Islam dan China Kong Fu Tsu atau Lao Tse di Nusantara Indonesia. Oleh karena itu Reyniers mencoba melakukan sistem kehidupan agama dan politk di Eropa bahwa dalam satu negara hanya ada satu agama dengan cara mengeluarkan ordonasi agama 1651 yang isinya melarang aktivitas seluruh Agama Non Protestan. Tantangan Imperialis Protestan Belanda atau VOC menjadikan para sultan tidak dapat melepaskan hubungannya dalam perjuangan perlawanan terhadap penjajah barat yang selalu bersama dengan ulama santri. Demikian pula kalangan Cina dapat bersatu dengan pribumi Islam karena memiliki kesamaan sejarah dan kesamaan musuh, yakni Imperialis Protestan Belanda.

  1. Jawaban Islam Terhadap Imperialisme Barat
Sebagai penengah calon pemimpin yang berkemampuan sebagai pembangkit kesadaran cinta pada tanah air, bangsa, dan agama serta kemerdekaan. Kehadiran pesantren berfungsi sebagai tempat pengkaderan pemimpin bangsa. Sejarah menuliskan setiap gerakan perlawanan terhadap Imperialisme disebut gerakan nasionalisme. Penamaan nasionalisme di deskripsikan sebagai jawaban bangsa yang terjajah terhadap penjajah barat yang berupaya menguasai tanah air, menindas dan merendahkan martabat bangsa yang terjajah serta melaksanakan agamanya agar bangsa yang terjajah melakukan konversi agama secara paksa.
Untuk kepentingan ini, penjajah Kerajaan Protestan Belanda dan pemerintah Kolonial Belanda melakukan upaya nista, yakni mematahkan gerakan pendidikan yang sedang berupaya mencerdaskan anak bangsa atau umat Islam yang diusahakan oleh ulama. Dengan hilangnya kesadaran sebagai bangsa yang miskin dan bodoh serta terjajah menjadi merasa tidak perlu untuk melakukan perlawanan terhadap penajajah karena kebodohannya dijadikan sebagai penderitaannya dan mereka juga tidak menyadari bahwa kemiskinan dan kebodohannya sebagai produk strategi penjajah.
Pemerintah Belanda hanya memberikan fasilitas pendidikan untuk kalangan bangsawan, anak raja dan Eropa. Pesantren dijadikan target serangan dengan operasinya yang tidak kenal belas kasihan. Kyai serta ulamanya pada saat itu digantung, bangunan dan sarana pendidikan lainnya di bakar dan dirusakkan, santri-santrinya di tangkap dan di buang jauh dari wilayah asalnya. Pesantren menjadi sentra pembangkit kesadaran nasional dan ulama sebagai pemimpinnya, mengajarkan kepada santri dan masyarakat pendukungnya tentang bagaimana pentingnya mempertahankan tanah air, menyelamatkan bangsa dan merebut kembali kemerdekaan. Terutama berjuang di dalam memperjuangkan agama dan hukum Islam diseluruh Nusantara Indonesia agar terbebas dari penindasan Kristenisasi, Imperialism Katolik atau Imperialism Prostetan yang akan menggantikan hukum Islam dengan hukum barat.

3.    Teori Imperialisme Di Asia Tenggara
a.    Teori Marxist dan Teori Liberal
Kemajuan ekonomi di negara Eropa disebabkan oleh revolusi industri pada akhir abad ke-18 telah memberi pengaruh yang kuat kepada Imperialisme Barat. Persaingan dikalangan kuasa-kuasa barat bagi mencari kawasan untuk dijadikan koloni terutamanya di Asia Tenggara yang pada ketika itu dikenali sebagai sebuah kawasan yang kaya dengan sumber bahan mentah telah menyebabkan kuasa-kuasa Barat melancarkan dasar Imperialisme di Asia Tenggara untuk menguasai negara tersebut. Imperialisme yang berlaku di Asia Tenggara disebabkan oleh faktor ekonomi. Berikut dengan berlakunya revolusi industri dan kemajuan teknologi di Eropa. Dengan itu permintaan bahan mentah semakin meningkat dan mendorong golongan berkepentingan mencari altenatif lain dengan menguasai kawasan-kawasan yang kaya dengan sumber-sumber bahan mentah dan dapat menyediakan kawasan bagi memasarkan barang daripada Eropa. Menurut Wan Abdul Rahman Latif, terdapat dua sebab utama yang mendorong berlakunya imperialisme:
pertama, uraian yang menunjukkan perkembangan Imperialisme berpuncak daripada perkembangan keadaan di Eropa. Kedua, uraian yang menunjukkan perkembangan keadaan di kawasan pinggir seperti Afrika dan Asia menjadi puncak perluasan Imperialisme.”
Berdasarkan penyataan ini, beliau menerangkan bahwa keadaan di Eropa disebabkan revolusi industri manakala keadaan di Afrika dan Asia adalah kekayaan sumber ekonomi yang diperlukan oleh masyarakat Eropa. Oleh itu, teori Liberal dan teori Marxist amat relevan bagi menerangkan Imperialisme yang berlaku di negara-negara Asia karena kedua teori ini menekankan kepentingan ekonomi sebagai pencetus dan pendorong utama Imperialisme. Keuntungan ekonomi dikatakan menjadi daya tarikan utama Imperialisme dan istilah Imperialisme disamaartikan dengan eksploitasi.
Menurut teori Liberal yang dikemukakan oleh seorang tokoh sosialis yaitu J. Hobson yang terkenal dengan bukunya Imperialisme: A Study pada tahun 1903, mendakwa bahwa Imperialisme Britain adalah sesuatu yang dirancang atau dimastermind oleh para industrialis Inggris demi kepentingan mereka sendiri. Menurut beliau setelah peringkat awal industrialisasi dilalui, para kapitalis di Britain mendapati produk mereka di pasaran dalam negara telah melebihi paras permintaan. Para kapitalis mencari altenatif lain dengan mencari pasaran baru di luar Eropa untuk memperdagangkan hasil keluaran barangan mereka, mereka berharap kerajaan akan menangung kos untuk merealisasikan rancangan tersebut.
Walaupun teori ini menekankan golongan kapitalis sebagai pendorong utama berlakunya Imperialisme, tetapi perkara utama dalam teori ini adalah tertumpu kepada ekonomi. Disebabkan kemajuan ekonomi maka Imperialisme mula bertapak, teori J. Hobson jelas digambarkan pada peristiwa yang menimpa negara Vietnam. Penguasaan Perancis di Vietnam amat jelas sekali memperlihatkan watak dari golongan kapitalis. Golongan berkepentingan di Vietnam telah memainkan isu agama untuk membolehkan Perancis menguasai hampir keseluruhan wilayah Vietnam dan Indochina.
Perancis juga ingin mendapatkan kawasan baru dan berusaha bagi menguasai perdagangan di wilayah Asia Tenggara dan kawasan yang menjadi tumpuan adalah Indochina. Sebelumnya Perancis telah menyimpan hasrat memonopoli perdagangan di wilayah Asia dan merealisasikan hasrat tersebut bertumpuan kepada negara China. Perancis mencoba menjalinkan hubungan baik dengan Negara China dan demi menjaga kepentingan perdagagangan di China Perancis perlu mencari satu kawasan yang sesuai untuk memelihara kepentingan tersebut.
Hanya atas alasan ingin membela nasib penganut agama Kristian di Vietnam, Perancis dapat campur tangan di wilayah tersebut. Pada masa yang sama, mubaligh Kristian telah datang berdakwah di Vietnam sejak abad ke-17 dan menyebabkan ramai penduduk Vietnam memeluk Agama Kristian. Mereka yang memeluk Agama Kristian telah meninggalkan adat tradisi mereka dan ini telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Vietnam. Sebagai tindak balas, Kerajaan Vietnam menghalau keluar Mubaligh Kristian dan menindas penduduk Vietnam yang beragama Kristian.
Pada peringkat awal penguasaan Perancis di Indochina pihak tentara laut memainkan peranan utama dalam pentadbiran kawasan itu. Kemudiannya, dengan kemunculan sekumpulan ahli parlemen Perancis yang dikenali sebagai persatuan Kolonial, urusan pentadbiran tanah jajahan mula dipindahkan kepada pihak awam. Walaupun penguasaan Perancis keatas Vietnam pada mulanya dilindungi dengan alasan bagi membela nasib para penganut Agama Kristian, namun hasrat utama Perancis jelas terlihat apabila penguasaan terhadap ekonomi Vietnam dilakukan oleh Perancis. Selain itu juga, tanah jajahan yang diperoleh di Indochina adalah demi kepentingan saudagar dan para pengusaha. Jelas kelihatan apabila para pengusaha Perancis telah bergiat mengeksploit sumber alam dan tenaga manusia di Indochina dengan pembukaan ladang secara besar-besaran. Selain teori Liberal yang dikemukakan oleh J. Hobson, teori Maxist yang didukung oleh Lenin juga dapat menerangkan keadaan sebenarnya Imperialisme di Asia Tenggara:
“Imperialisme adalah kapitalis di tahap perkembangan bilamana dominasi monopoli dan modal kewangan (finance capital) telah mula bertapak kukuh;bilamana kepentingan pengeksportan modal telah menjadi begitu ketara; bilamana pembahagian dunia dikalangan kumpulan pemodal antarabangsa telah bermula; bilamana pembahagian daerah-daerah didunia di kalangan kuasa-kuasa kapitalis sudah di sempurnakan.
Lenin mencoba menerangkan Imperialisme merupakan suatu fenomena yang tidak seimbang antara Eropa yang maju dengan negara-negara yang mundur dalam bidang permodalan, sains dan teknologi. Fenomena ini wujud disebabkan suatu proses pengumpulan modal berlaku lebih awal di Eropa dan di Amerika Syarikat akibat revolusi perindustrian. Negara-negara Eropa lebih maju dari segi teknologi, lebihan modal, malah ditambahkan lagi dengan berlakunya revolusi industri akibat berkembangnya sektor perusahaan telah mendorong kuasa-kuasa Barat mencari kawasan-kawasan baru yang kaya dengan sumber bahan mentah. Disamping keperluan barang mentah kawasan-kawasan tersebut juga adalah berkepentingan didalam memasarkan barangan kilang yang dihasilkan.
Pergolakan politik serta keadaan anarki yang berlaku di negara-negara Asia Tenggara terkenal sebagai wilayah kaya dengan sumber bahan mentah telah memberi peluang kuasa Eropa menyempurnakan kesemua keperluan tersebut. Bagi kuasa-kuasa Eropa negara-negara Asia adalah negara-negara yang mundur terutama dari segi teknologi. Hal ini jelas melalui aktiviti perlombongan di jalankan dinegara-negara Asia, walaupun kegiatan melombong Bijih Timah telahpun mula dijalankan namun kegiatan tersebut hanya dijalankan secara kecil-kecilan dengan menggunakan peralatan tradisional saja dan hanya dikalangan golongan pembesar saja. Setelah kedatangan kuasa-kuasa Barat pengunaan tentara mula diperkenalkan dan ekspolitasi bahan mentah dilakukan secara besar-besaran.
Disebabkan kekayaan sumber ekonomi ini menambahkan lagi minat kuasa-kuasa barat bagi menguasai sumber ekonomi tersebut dan mengaut keuntungan unutknya. Dalam keadaan negara-negara yang kucar-kacir akibat pergolakan politik dalam negeri, kuasa-kuasa Barat mengambil peluang tersebut untuk campur tangan dalam pentadbiran negara-negara Asia Tenggara dan peluang tersebut tentunya digunakan sebaik mungkin bagi memonopoli kesemua sumber ekonomi yang ada.
Campur tangan Belanda di Indonesia amat jelas mengambarkan keinginan untuk menguasai ekonomi yang terdapat dinegara tersebut. Indonesia yang memang terkenal sebagai kepulauan rempah telah menarik kuasa Eropa sejak dahulu. Indonesia diiktiraf sebagai negara kelima terkaya di dunia terutamanya dari segi sumber alamnya. Indonesia juga kaya denagn sumber asli seperti timah, bauksit, arang batu, emas, perak, berlian, serta sumber tanaman lain seperti tembakau, kayu-kayan dan rempah-ratus. Kekayaan dari segi sumber rempah-ratus seperti di Aceh dan kepulauan Maluku mendorong Belanda untuk campur tangan dalam penmtadbiran Indonesia bagi menguasai perdagangan tersebut.
Selain Imperialisme Belanda di Indonesia, Imperialisme Sepanyol di Filipina dan Imperialisme British di India juga memperlihatkan dasar Imperialisme yang disokong oleh faktor ekonomi. Kekayaan negara-negara Asia tersebut mendorong kuasa Barat tersebut beruasah bagi menguasai negara-negara tersebut. Penguasaan British di India awalnya untuk mendapatkan sumber bekal kapas bagi perusahan tekstil di Eropa karena pada waktu itu bekal kapas dari Amerika Utara tidak mudah diperolehi. Kuasa Eropa ini beralih ke India untuk mendapatkan bekalan kapas yang hanya diperolehi melalui penguasaan kawasan tanaman kapas sedia ada ataupun mewajibkan penanaman kapas di kawasan baru yang di kuasai. Namun Imperialisme British merebak keseluruh wilayah India apabila mendapati kawasan tersebut mempunyai potensi dari segi ekonomi dan persaingan kuasa-kuasa Eropa yang lain bagi mencari tanah jajahan di Asia menggalakkan lagi British untuk menguasai keseluruhan India dan seterusnya campur tangan dalam pentadbiran negara tersebut.
Imperialisme yang berlaku di Filipina juga memperlihatkan persaingan dua kuasa besar di kawasan tersebut yaitu Spanyol dan Amerika Serikat. Amerika Serikat yang sebelum ini terkenal sebagai sebuah negara yang menentang Imperialisme tetapi telah terlibat dengan dasar Imperialisme di Filipina. Spanyol yang menguasai Filipina sejak abad ke-16 juga menguasai kepentingan ekonomi telah disingkirkan oleh Amerika Serikat. Kepentingan ekonomi yang terdapat di negara tersebut telah menyebabkan berlakunya persaingan dikalangan kuasa-kuasa Barat karena wujudnya lebih banyak golongan kapitalis yang sentiasa ingin mengaut keuntungan dan misi utama pada waktu itu juga adalah lebih kepada mencari kekayaan.
Terdapat berbagai faktor lain yang menyebabkan berlakunya Imperialisme di Asia Tenggara, namun yang jelas penguasaan kuasa-kuasa didorong oleh faktor ekonomi. Revolusi industri yang berlaku dinegara Eropa dan kemajuan teknologi serta lebihan modal  telah memajukan ekonomi di negara-negara Eropa, membangkitkan lagi semangat Imperialisme dikalangan kuasa-kuasa Barat. Oleh itu, teori Maxist yang dikemukakan oleh Lenin dan teori Liberal yang dikemukakan oleh J. Hobson amat releven didalam memperjelaskan Imperialisme yang berlaku di Asia Tenggara. Kekayaan dari sumber bahan mentah menjadi pendorong utama kuasa barat menguasai Asia Tenggara. Keinginan menguasai Asia Tenggara telah wujud sejak kepulauan Moluccas ditemui lagi, yang mana kepulauan tersebut kaya dengan sumber rempah. Kuasa-kuasa Eropa hanya menunggu masa yang sesuai bagi menguasai negara tersebut. Disebabkan berlakunya pergolakan politk dalam negeri dan perpecahan dikalangan masyarakat tempatan, kuasa-kuasa Barat mula mengambil peluang tersebut untuk campur tangan dan seterusnya menguasai negara tersebut. Malahan pelbagai cara dilakukan oleh pihak Barat bagi mengaut keuntungan di negara Asia.
Salah satu contoh permainan politik kotor Imperialisme ialah ‘Perang Candu’ menentang China. Great Britain mula menyeludup masuk dadah candu yang ditanam di India ke China sejak suku pertama abad ke-19. Penyeludupan candu ini telah dipertingkatkan dari masa ke semasa untuk mndapatkan defisit yang baik di dalam dagangan luar. Lambakan dadah ini ke negara ini telah memberi kesan yang melemahkan autoriti Negara China terhadap jajahannya sendiri. Keruntuhan masyarakat akhirnya mencapai ke satu dimensi yang serius. Pengharaman candu yang terpaksa dilakukan oleh Kerajaan China setelah sekian lama merasa ragu, telah membawa kepada Perang Candu yang pertama (1838-1842).
China terpaksa menundukkan kepalanya kerana penyusutan angkatan tenteranya di dalam setiap konfrontasi dengan kuasa luar dan menerima permintaan mereka yang sentiasa meningkat. Barat pula telah mula menduduki kawasan jajahan China sedikit demi sedikit pada tahun 1842. Mereka telah mengambil pelabuhan konsesi dari tangan China, menyewa ladang-ladang mereka dan memaksa negara tersebut membuka kepada negara luar dengan cara yang memberikan keuntungan yang melipat ganda kepada mereka. Hasilnya adalah kemiskinan di dalam negara, kelemahan kerajaan dan hilangnya kawasan jajahan China secara perlahan-perlahan, telah membawa banyak pemberontakan. Ternyata apapun alasan kuasa Barat melancarkan dasar imperialisme di Asia didorong oleh faktor ekonomi dan berkaitan dengan teori Marxis dan teori Liberal yang dikemukakan untuk menekankan faktor ekonomi ditambah keingginan golongan kapitalis mengaut keuntungan sebagai puncak utama Imperialisme.



b.   Teori Imperialisme Konservatif
Selain teori Marxist dan Teori Liberal terdapat lagi berbagai teori yang menerangkan Imperialisme yang berlaku di Asia Tenggara. Salah satunya teori yang dikemukakan oleh Disraeli, Rhodes dan Rudyard adalah teori imperialisme Konservatif. Mereka menyatakan bahwa Imperialisme dilakukan karena “tanggung jawab kuasa Barat”. Orang barat bangga dengan kebudayaan dan peradabaan yang tinggi, kemajuan dalam bidang sains dan teknologi. Namun teori ini tidaklah jelas menggambarkan keadaan sebenar Imperialisme yang berlaku di Asia karena pada waktu itu negara-negara Asia telah mempunyai sistem pentadbiran yang tersendiri dan teratur. Namun disebabkan berlakunya pergolakan politik dalam negeri dan berlakunya anarki telah membuka peluang kuasa Barat campur tangan di negara-negara Asia.
Salah satu contoh yang jelas adalah Imperialisme Perancis di Vietnam. Berkaitan dengan teori konservetif yang dikemukakan, persengketaan awal Vietnam dan Perancis adalah agama. Setelah pemerintahan Minh Mang ataupun Trien Tri menyekat penyebaran Kristian dikalangan rakyat melalui pemerintahan, penganiayaan, dan pembunuhan. Pada tahun 1855 Raja Napoleon III menimbang permintaan Mubaligh Kristian untuk campur tangan selepas kematian Bishop Spanyol laksana tuntutan mubaligh. Perancis percaya, rakyat Vietnam menyambut kedatangan mereka sebagai pembebasan dari kerajaan asli. Ternyata Imperialisme Perancis ke Vietnam didorong keinginan menguasai perdagangan dan ekonomi di Vietnam dan giat mengeksploitasi sumber ekonomi di Vietnam.

c.    Teori Politik
Fieldhouse dan Robinshon adalah yang mengutarakan perkiraan politik, strategi atau militer dan persaingan kuasa dikalangan kuasa-kuasa Eropa sebagai faktor utama atau kritikal Imperialisme kuasa-kuasa Barat. Teori politik Imperialisme merupakan satu manifesto keseimbangan kuasa dan satu proses yang mana dua bangsa mencoba mencapai satu keuntungan atau faedah dalam pengekalan status quo. Perlombaan mendapatkan tanah jajahan telah menjadi satu kemestian bagi negara-negara Eropa karena kawasan-kawasan jajahan adalah lambang kekuatan dan kekuasaan. Pemilikan tanah jajahan pada masa itu telah dilihat sebagai petanda atau pengiktirafan yang kuasa itu telah menjadi kuasa penting tidakpun tidak kuasa besar. Sebuah negara dianggap perlu mempunyai tanah jajahan di seberang laut yang menjadi simbol dan prestij sebuah negara tersebut.
Namun Teori Politik dapat disangkal apabila imperialisme yang berlaku di Asia Tenggara adalah lebih didorong oleh faktor ekonomi. Biarpun Imperialisme negara itu telah didorong oleh faktor militer, tetapi faktor militer itu sendiri dipengaruhi oleh perhitungan ekonomi. Faktor persaingan kuasa juga boleh dilihat didalam konteks yang sama. Malah telah dihujahkan bahwa penaklukan atas tanah jajahan yang ketandusan sumber mempunyai agenda ekonomi. Oleh itu, faktor ekonomi adalah pendorong utama Imperialisme di Asia Tenggara, terdapat faktor lain yang mendorong tercetusnya Imperialisme di Asia Tenggara sesuai dengan apa yang ditunjukkan teori Marxist disokong oleh Lenin dan teori Liberal yang dikemukakan oleh J. Hobson adalah relevan didalam menerangkan imperialisme yang berlaku di Asia Tenggara.

4.    Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Praktek Imperialisme di Indonesia mempunyai dampak yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya mengakibatkan terjadinya penderitaan dan kesengsaraan fisik, tetapi juga psikhis, bahkan akibatnya terasa hingga saat ini. Selain mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan, Imperialisme barat juga meninggalkan kosakata, budaya, marga, sarana jalan danbeberapa pabrik gula, dan aturan perundangan. Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa colonial sangat dipengaruhi oleh sistem kolonial yang diterapkan oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Setelah sistem tanam paksa dihapuskan pada tahun 1870 pemerintah kolonial menerapkan sistem ekonomi baru yang lebih liberal. Sistem tersebut ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870. Menurut undang-undang tersebut penduduk pribumi diberi hak untuk memiliki tanah dan menyewakannya kepada perusahaan swasta. Tanah pribadi yang dikuasai rakyat secara adat dapat disewakan selama 5 tahun. Sedangkan tanah pribadi dapat disewakan selama 20 tahun. Para pengusaha dapat menyewa tanah dari guberneman dalam jangka 75 tahun. Dalam jangka panjang, akibat sistem sewa tersebut tanah yang disewakan cenderung menjadi milik penyewa. Apabila pada masa sistem tanam paksa perekonomian dikelola oleh negara maka sejak Undang-undang Agraria 1870 kegiatan ekonomi lebih banyak dijalankan oleh swasta. Nilai-nilai kapitalisme mulai masik ke dalam struktur masyarakat Indonesia. Komersialisasi telah menggantikan sistem ekonomi tradisional. Nilai uang telah menggantikan satuan ekonomi tradisional yang selama ini dijalankan oleh masyarakat pedesaan.
Masalah sistem perburuhan dikeluarkan aturan yang ketat. Tahun 1872 dikeluarkan Peraturan Hukumam Polisi bagi buruh yang meninggalkan kontrak kerja. Pada tahun 1880 ditetapkan Koeli Ordonanntie yang mengatur hubungan kerja antara koeli (buruh) dengan majikan, terutama di daerah perkebunan di luar Jawa. Walaupun wajib kerja dihapuskan sesuai dengan semangat liberalisme, pemerintah kolonial menetapkan pajak kepala pada tahun 1882. Pajak dipungut dari semua warga desa yang kena wajib kerja. Pajak tersebut dirasakan oleh rakyat lebih berat dibandingkan dengan wajib kerja. Di bidang ekonomi, penetrasi kapitalisme sampai pada tingkat individu, baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Tanah milik petani menjadi objek dari kapitalisme. Tanah tersebut menjadi objek komersialisasi, satu hal yang tidak dikenal sebelumnya dalam masyarakat tradisional di pedesaan. Dengan demikian, terjadi perubahan dalam masyarakat pedesaan terutama dalam melihat aset tanah yang dimilikinya. Apabila sebelum adanya UU Agraria tahun 1870 tanah yang dimiliki tidak memiliki arti ekonomi yang penting kecuali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut terjadi komersialisasi aset petani. Penetrasi tersebut sering kali mengabaikan hak-hak rakyat menurut hukum adat.
Nilai ekonomi uang telah menggantikan nilai ekonomi menurut cara-cara ekonomi tradisional seperti sistem barter dan lain-lain. Sistem ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda adalah sistem tanam paksaan sistem kapitalisme menurut Undang- Undang Agraria tahun 1870. Melalui kedua sistem tersebu.

5.    Perubahan-Perubahan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Akibat Perluasan Imperialisme di Indonesia
Proses interaksi kekuasaan antara negara-negara tradisional (kerajaan) milik pribumi dan kekuasaan Belanda dalam abad ke-19, menunjukkan dua perkembangan yang sangat berbeda. Di satu pihak tampak makin meluasnya kekuasaan kolonial dan Imperialiasme Belanda; sedangkan di lain pihak terlihat makin merosotnya kekuasaan tradisional milik pribumi. Meluasnya Ikolonialisme dan imperialisme Belanda di Indonesia membawa akibat terhadap perubahan dalam berbagai segi kehidupan, seperti, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dalam bidang politik, pengaruh kekuasaan Belanda makin kuat karena intervensi yang intensif dalam masalah-masalah istana, seperti pergantian takhta, pengangkatan pejabat-pejabat keraton atau pun partisipasinya dalam menentukan kebijaksanaan pemerintahan kerajaan. Dengan demikian dalam bidang politik penguasa-penguasa pribumi makin tergantung pada kekuasaan asing, sehingga kebebasan dalam menentukan kebijaksaan pemerintahan istana makin menipis. Di samping itu aneksasi wilayah yang dilakukan oleh penguasa asing mengakibatkan makin menyempitnya wilayah kekuasaan pribumi.
Penghasilan yang berupa lungguh, upeti atau hasil bumi; makin berkurang dan bahkan hilang, sebab kedudukannya telah berganti sebagai alat pemerintah Belanda. Dalam bidang ekonomi, penghasilan penguasa pribumi makin berkurang. Sudah pasti keadaan ini akan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan para penguasa pribumi. Di pihak rakyat, khususnya para petani dibebani kewajiban untuk mengolah sebagian tanahnya untuk ditanami dengan tanamantanaman eskpor dan masih harus menyumbangkan tenaganya secara paksa kepada pemerintah kolonial. Hal inilah yang mengakibatkan runtuhnya perekonomian rakyat.
Dalam bidang sosial, perluasan kolonialisme dan imperialisme berakibat makin melemahnya kedudukan dan perekonomian penguasa pribumi. Penguasa pribumi lebih banyak ditugaskan untuk menggali kekayaan bumi Indonesia, seperti memungut pajak, mengurusi tanaman milik pemerintah dan mengerahkan tenaga kerja untuk kepentingan pemerintah Belanda.Turunnya kedudukan penguasa pribumi mengakibatkan turunnya derajat dan kehormatan sebagai penguasa pribumi.
Di bidang kebudayaan, makin meluasnya pengaruh kehidupan Barat dalam lingkungan kehidupan tradisional. Kehidupan Barat seperti cara bergaul, gaya hidup, cara berpakaian dan pendidikan mulai dikenal di kalangan atas atau istana. Sementara itu beberapa tradisi di lingkungan istana mulai luntur. Tradisi keagamaan rakyat pun mulai terancam pula. Di kalangan penguasa timbul kekhawatiran bahwa pengaruh kehidupan Barat mulai merusak nilai-nilai kehidupan tradisional. Tantangan yang kuat terutama dari kalangan pim-pinan agama, yang memandang kehidupan Barat bertentangan dengan norma-norma ajaran agama Islam. Orientasi keagamaan seperi ini, terdapat juga di kalangan para bangsawan dan pejabat-pejabat istana yang patuh kepada agama. Dalam suasana kritis, pandangan keagamaan ini dijadikan dasar ajakan untuk melakukan perlawanan. Perubahan dalam berbagai segi kehidupan sebagai akibat makin meluasnya imperialisme di Indonesia menimbulkan kegelisahan, kekecewaan, dan kebencian yang meluas di kalangan rakyat Indonesia. Itulah sebabnya, pada abad ke-19 muncul perlawanan-perlawanan besar di seluruh wilayah Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2012. Imperialisme Klasik. [serial online]
            http://spi2010b.wordpress.com/2012/12/06/imperialisme-klasik/.[diakses     pada tanggal 17 Oktober 2014]
Anonim. 2012. Perkembangan Imperialisme. [serial online]
Anonim. Bagaimana Dampak Kolonialisme Dan Imperialisme Di Indonesia.         [serial online]
Anonim. 2013. Iimperialisme, Kolonialisme. [serial online]
Hurgronje, Snouck. 1989. Islam di Hindia Belanda. Jakarta: Bhatara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar