PERKEMBANGAN IMPERIALISME
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampuh Dr. Suranto
M. Pd
Paper
Oleh:
NUR
MA’RIFA 120210302087
KELAS
B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1. Konsep
Dasar Imperialisme
Istilah Imperialisme diperkenalkan di Perancis pada tahun 1830-an oleh
Imperium Napoleon Bonaparte. Pada tahun 1830-an istilah ini diperkenalkan oleh
penulis Inggris untuk menerangkan dasar-dasar perluasan kekuasaan yang dilakukan
oleh Kerajaan Inggris. Orang Inggris menganggap merekalah yang paling berkuasa (Greater Britain) karena mereka telah
banyak menguasai dan menjajah di wilayah Asia dan Afrika. Mereka menganggap
bahwa penjajahan bertujuan untuk membangun masyarakat yang dijajah yang dinilai
masih terbelakang dan untuk kebaikan dunia.
Imperialisme merujuk pada sistem pemerintahan serta hubungan ekonomi dan politik
negara-negara kaya dan berkuasa, mengawal dan menguasai negara-negara lain yang
dianggap terbelakang dan miskin dengan tujuan mengeksploitasi sumber-sumber
yang ada di negara tersebut untuk menambah kekayaan dan kekuasaan negara
penjajahnya. Imperialisme menonjolkan sifat-sifat keunggulan (hegemoni) oleh satu bangsa atas bangsa
lain. Tujuan utama Imperialisme adalah menambah hasil ekonomi, negara Imperialis
ingin memperoleh keuntungan dari negeri yang mereka kuasai karena sumber
ekonomi negara mereka tidak mencukupi. Selain faktor ekonomi, terdapat satu
kepercayaan bahwa sebuah bangsa lebih mulia atau lebih baik dari bangsa lain
yang dikenal sebagai ethnosentrisme, contoh Bangsa Jerman (Arya) dan Italia. Faktor lain yang menyumbang pada dasar Imperialisme
adalah adanya perasaan ingin mencapai taraf sebagai bangsa yang besar dan
memerintah dunia, misalnya dasar Imperialisme Jepang.
Dasar Imperialisme awalnya bertujuan untuk menyebarkan ide-ide dan
kebuadayaan Barat ke seluruh dunia. Oleh karena itulah, Imperialisme bukan
hanya dilihat sebagai penindasan terhadap tanah jajahan tetapi sebaliknya dapat
menjadi faktor pendorong pembaharuan-pembaharuan yang dapat menyumbang kearah pembinaan
sebuah bangsa seperti pendidikan, kesehatan, perundangu-ndangan dan sistem pemerintahan.
Sarjana Barat membagi Imperialisme dalam dua kategori yaitu Imperialisme Kuno
dan Imperialisme Modern. Imperialisme Kuno adalah negara-negara yang berhasil menaklukan
atau menguasai negara-negara lain atau yang mempunyai suatu imperium seperti Imperium
Romawi, Turki Ustmani dan China, termasuk Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris
dan Perancis yang memperoleh jajahan di Asia, Amerika dan Afrika sebelum 1870,
tujuan Imperialisme Kuno adalah selain faktor ekonomi (menguasai daerah yang
kaya dengan sumber daya alam) juga termasuk didalamnya tercakup faktor agama
dan kajayaan. Sedangkan, Imperialisme Modern bermula setelah Revolusi Industri
di Inggris tahun 1870-an. Hal yang menjadi faktor pendorongnya adalah adanya kelebihan
modal dan barang di negara-negara Barat. Selepas tahun 1870-an, negara-negara
Eropa berlomba-lomba mencari daerah jajahan di wilayah Asia, Amerika dan
Afrika. Mereka mencari wilayah jajahan sebagai wilayah penyuplai bahan baku
dan juga sebagai daerah pemasaran hasil
industri mereka.
Dasar Imperialisme ini dilaksanakan demi agama, mereka menganggap bahwa menjadi
tugas suci agama untuk menyelamatkan manusia dari segala macam penindasan dan
ketidakadilan terutama di negara-negara yang dianggap terbelakang seperti para
misionaris Kristen yang menganggap misi penyelamat ini sebagai The White Man Burden.
a.
Sebab-Sebab
Imperialisme
Mula-mula yang
mempelopori adannya Imperialisme
adalah pandangan bahwa kekuatan
Eropa sebagai kekuatan yang paling kuat
dan berpengaruh bagi dunia. Yang menjadi penyebab dari Imperialisme adalah
1)
Keinginan
menjadi jaya atau menjadi
paling kuasa (ambition, eerzucht): Setiap bangsa pastinya sangat
menginginkan untuk menjadi bangsa yang merdeka dan dalam kehidupan
kenegaraannya tidak ingin dicampuri negara lain. Namun, apabila negara tersebut tidak bisa
mengendalikan keinginannya tidak bisa dihindari akan muncul suatu benih-benih Imperalis.
2)
Perasaan: Bangsa yang istimewa pasti mempunyai harga diri yang
tebal (Racial Superiority), dengan harga diri yang tebal itulah timbul kecongkakan yang
ujung-ujungnya ingin menguasai dan memimpin negara-negara lain.
3)
Hasrat
untuk menyebarkan ideologi:
Tujuanya paling utama yaitu menyebarkan ideologi dan agamanya, tetapi apabila misi
itu didukung oleh pemerintah biasanya tujuan paling utamanya menyebarkan agama
menjadi terlupakan, bukan tidak mungkin juga
menimbulkan Imperialisme.
4)
Letak
yang strategis: Yaitu posisi tempat dapat mempunyai fungsi sangat penting bagi
suatu negara untuk melakukan/menjalankan
politiknya.
5)
Sebab
ekonomi: Faktor
ekonomi inilah yang menjadi paling penting dalam imperialisme karena ingin
mendapatkan kekayaan lebih dari suatu negara, ikut dalam perdagangan dunia,
keinginan dalam menguasai perdagangan dan dapat menjamin suburnya industri.
b.
Macam-Macam
Imprelialisme
1)
Imperialisme
Kuno (Ancient Imperialism)
Inti dari Imperialisme Kuno adalah semboyan Gold, Gospel, and Glory (kekayaan, penyebaran agama dan
kejayaan). Suatu negara merebut negara lain
untuk menyebarkan agama, mendapatkan kekayaan dan menambah
kejayaannya. Imperialisme ini
berlangsung sebelum Revolusi
Industri dan dipelopori oleh Spanyol
dan Portugal.
Imperialisme Kuno adalah negara-negara yang berhasil menaklukan atau menguasai negara-negara lain atau
yang mempunyai suatu imperium
seperti Imperium
Romawi, Turki Usmani dan China, termasuk Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris dan
Perancis yang memperoleh jajahan di Asia, Amerika dan Afrika sebelum 1870, tujuan Imperialisme Kuno adalah selain faktor ekonomi (menguasai daerah yang kaya dengan
sumber daya alam) juga termasuk didalamnya tercakup faktor agama dan kajayaan.
2)
Imperialisme
Modern (Modern Imperialism)
Inti dari Imperialisme Modern ialah kemajuan ekonomi. Imperialisme modern timbul sesudah Revolusi
Industri. Industri besar-besaran (akibat
revolusi industri) membutuhkan bahan mentah yang banyak dan pasar yang luas.
Mereka mencari jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi
hasil-hasil industri, kemudian juga sebgai tempat penanaman modal bagi kapital
surplus. Pembagian
Imperialisme dalam Imperialisme Kuno dan Imperialisme Modern ini didasakan pada soal untuk
apa si imperialis merebut orang lain. Jika mendasarkan pendangan kita pada
sektor apa yang ingin direbut si imperialis, maka kita akan mendapatkan
pembagian macam imperialisme yang lain, yaitu:
Pertama, Imperialisme Politik. Si
imperialis hendak mengusai segala-galnya dari suatu negara lain. Negara yang
direbutnya itu merupakan jajahan dalam arti yang sesungguhnya. Bentuk Imperialisme politik ini tidak umum
ditemui di Zaman
Modern karena pada Zaman Modern Paham Nasionalisme sudah berkembang.
Imperialisme Politik
ini biasanya bersembunyi dalam bentuk protectorate dan mandate.
Kedua, Imperialisme Ekonomi. Si
imperialis hendak menguasai hanya ekonominya saja dari suatu negara lain. Jika
sesuatu negara tidak mungkin dapat dikuasai dengan jalan Imperialisme politik, maka negara itu
masih dapat dikuasai juga jika ekonomi negara itu dapat dikuasai si Imperialis. Imperialisme Ekonomi inilah yang sekarang sangat
disukai oleh negara-negara Imperialis untuk menggantikan Imperialisme Politik.
Ketiga, Imperialisme
Kebudayaan. Si Imperialis hendak menguasai jiwa (de
geest, the mind) dari suatu negara lain. Dalam kebudayaan terletak jiwa
dari suatu bangsa. Jika kebudayaannya dapat diubah, berubahlah jiwa dari bangsa itu. Si Imperialis hendak melenyapkan
kebudayaan dari suatu bangsa dan menggantikannya dengan kebudayaan si Imperialis, hingga jiwa bangsa
jajahan itu menjadi sama atau menjadi satu dengan jiwa si penjajah. Menguasai
jiwa suatu bangsa berarti mengusai segala-galanya dari bangsa itu. Imperialisme
kebudayaan ini adalah Imperialisme
yang sangat berbahaya, karena masuknya gampang, tidak terasa oleh yang akan
dijajah dan jika berhasil sukar sekali bangsa yang dijajah dapat membebaskan
diri kembali, bahkan mungkin tidak sanggup lagi membebaskan diri.
Keempat, Imperialisme
Militer (Military Imperialism). Si
Imperialis hendak menguasai kedudukan
militer dari suatu negara. Ini dijalankan untuk menjamin keselamatan si Imperialis untuk kepentingan agresif
atau ekonomi. Tidak perlu seluruh negara diduduki sebagai jajahan, cukup jika
tempat-tempat yang strategis dari suatu negara berarti menguasai pula seluruh
negara dengan ancaman militer.
2. Perkembangan Imperalisme
Dengan runtuhnya Granada 1494 M dari tangan umat Islam ke tangan Kristen, menurut Jane
I. Smith dalam Islam and Christendom, hilanglah
toleransi dalam beragama dan kedamaian dalam berniaga. Timbullah penindasan
diluar kemanusiaan. Umat
Islam dipaksa melakukan konversi atau
beralih ke Agama Kristen. Jika tidak mau
konversi maka harus meninggalkan Spanyol dan tidak diperbolehkan untuk membawa putra-putrinya.
Umumnya, mereka tidak sanggup meninggalkan putra-putrinya, dan memilih untuk
masuk Agama Kristen. Jika mereka masih kukuh tetap tidak
mau untuk melakukan konversi maka mereka di bakar hidup-hidup.
Saat dibuatnya Perjanjian Tordesilas, Kerajaan Katolik Portugis baru berlayar sampai ke Tajung Harapan Afrika Selatan, 1488 M.
Namun, belum mengetahui jalan ke India ataupun Nusantara Indonesia. Kerajaan Katolik Spanyol atau yang sering disebut pula
sebagai Hispania, pelayarannya baru sampai ke Kepulauan Karibia, 1492 M. Akibat
tidak mengetahui tentang India sebenarnya maka penduduk asli Kepulauan Karibia dan Benua Amerika disebutnya sebagai
Indian.
Paus Alexabder IV memebenarkan Imperialisme, dengan tujuan: Gold-Emas, dengan menjajah akan
memperoleh kekayaan yang dirampas dari tanah jajahan. Gospel-pengembangan agama, di tanah jajahan
akan dikembangkan Agama
Katolik. Glory dan Gospel, Paus juga mengajarkan bahwa
bangsa-bangsa diluar negara Gereja Vatikan, yang tidak beragama Katolik, dinilai sebagai bangsa
biadab. Negara atau wilayahnya dinilai sebagai Terra Nullius (wilayah kosong tanpa pemilik).
Kerajaan Katolik Portugis untuk samapai ke India diantar oleh seorang mu’alim, yaitu Ahmad bi Majid seorang navigator muslim. Pada saat itu, tidak seorangpun dari
barat yang pernah menyeberangi Samudera Persia dengan nama baru India. Di wilayah yang dilalui pelayaran Kerajaan Katolik Portugis terjadi bencana kemanusiaan
karena motivasi pelayarannya dengan tujuan utama penaklukkan terhadap Islam (Reqoncuita). Dari
Tanjung Harapan Afrika Selatan 1488 M, sembilan tahun kemudian sampailah ke Goa India 1497 M. sebagai
pusat niaga laut oleh Portugis
maka runtuhlah kekuasaan Politik Hindu dan Budha di India Selatan. Setelah Portugis sampai di India, mereka baru
menyadari bahwa sumber rempah-rempah berada di Nusanatara Indonesia bukan di India.
- Perlawanan Terhadap Imperialis Katolik Portugis
Setelah menguasai Goa pada tahun 1497 M, Albuquerque berhasil merebut Malaka tahun 1511 M. Sebagai pusat niaga Islam dari tangan kekuasaan Soeltan
Mahmoed. Pada awalnya, Malaka dibangun oleh Parameswara setelah memeluk Islam namanya menjadi Soeltan Megat Iskandar Sjah. Dengan keberhasilannya menguasai Malaka Imperialis Katolik Portugis mengharapkan hubungan niaga
rempah-rempah antara Nusantara dengan Kesultanan Turki terputus. Kesoeltanan Demak meluncurkan
perlawanan bersenjata demi merebut kembali. Kesoeltanan Acjeh juga berupaya membebaskan kembali Malaka tetapi tidak berhasil. Ketika
umat Islam belum berhasil melawan Imperialis Portugis, datanglah Imperialis Katolik Spanyol dibawah pimpinan Magelhaens
pelayarannya sampai Fhilipina
Selatan atau Kesoeltanan Soeloe tahun 1521 M. Mereka saling bersaing dan
melakukan pendekatan terhadap
Kesoeltanan Tidore dan Ternate yang
berada di belahan wilayah utara Indonesia.
Kerajaan Katolik Portugis juga hendak mengimbangi dengan mendirikan bentengnya
di Soenda Kelapa pada tahun 1522 M. Di sini,
Portugis tidak dapat bertahan lama
yaitu hanya sampai dengan tahun 1527 M. Kemudian pada 22 Juni 1527 atau 22
Ramadhan 933 H, Kelapa berhasil direbut kembali oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati bersama menantunya Fatahillah
atau Faletehan. Selain mendirikan benteng pertahanan di Sunda Kalapa, Portugis juga mencoba menjalin
hubungan diplomatik
dengan Kesultanan
Ternate dan Tidore. Sekitar lima puluh
tahun kemudian, dibawaah
Sultan Baad Oellah (1570-1583 M), Portugis diusir dari Kesultanan Ternate tahun 1575 M. Hal ini di karena tingkah laku imperialis Katolik Portugis semakin menindas.
Sebagai Imperialis mereka tidak mampu bekerjasama dengan Islam. Terutama praktik Kristenisasi yang mengundang
kemarahan masyarakat Ternate. Akibatnya, pecahlah gerakan perlawanan bersenjata
terhadap Imperialisme
Barat atau Gerakan Nasionalisme. Ternyata
dengan terusirnya Imperialis
Kerajaan Katolik Portugis dari Kalapa dan Kesultanan
Ternate tidak berakhir perlawanan bersenjata yang
dilakukan oleh umat Islam
terhadap Imperialis
Barat. Memasuki abad ke-17 M umat Islam Indonesia menghadapi tantangan
berat dari Imperialis
Katolik yang diprakarsai oleh Portugis dan Spanyol. Kemudian dilanjutkan menghadapi tantangan Imperialis Protestan Belanda dan Inggris.
b. Ordonasi Agama Pada Tahun 1651
Kedatangan Imperialis Katolik Portugis merupakan dampak awal dirusaknya sistem perekonomian umat Islam Indonesia. Dengan cara
menduduki pusat niaga atau pasar Malaka dan jalan laut niaga umat Islam oleh penjajah Katolik Inggris 1511 M. Motivasi yang sama untuk menguasai pasar atau pusat niaga, yakni Jayakarta dan jalan laut niaga oleh
penjajah Protestan
Belanda 1691 M. Dengan
adanya tantangan penjajah ini Umat Islam Indonesia bersama penganut Hindu dan Budha serta Kong Fu Tsu dihadapkan pada sistem pengembangan Agama Protestan dari Kerajaan Protestan Belanda yang tidak mengengal
toleransi.
GJ. Reyniers
mengeluarkan ordonasi 7 Maret dan 28 November 1651 M. Melarang aktivis ajaran
agama dari pribumi
Islam dan China Kong Fu Tsu atau Lao Tse di Nusantara Indonesia. Oleh karena itu Reyniers mencoba
melakukan sistem
kehidupan agama dan politk di Eropa bahwa dalam satu negara hanya ada satu agama dengan cara mengeluarkan ordonasi agama 1651
yang isinya melarang aktivitas seluruh Agama Non Protestan. Tantangan
Imperialis Protestan Belanda atau VOC menjadikan para sultan tidak dapat melepaskan
hubungannya dalam perjuangan perlawanan terhadap penjajah barat yang selalu
bersama dengan ulama santri. Demikian pula kalangan Cina dapat bersatu dengan pribumi Islam karena memiliki kesamaan sejarah
dan kesamaan musuh, yakni Imperialis Protestan Belanda.
- Jawaban Islam Terhadap Imperialisme Barat
Sebagai penengah calon pemimpin yang berkemampuan sebagai pembangkit
kesadaran cinta pada tanah air, bangsa, dan agama serta kemerdekaan. Kehadiran pesantren berfungsi sebagai
tempat pengkaderan pemimpin bangsa. Sejarah menuliskan setiap gerakan
perlawanan terhadap Imperialisme
disebut gerakan
nasionalisme. Penamaan nasionalisme di deskripsikan sebagai jawaban bangsa yang terjajah
terhadap penjajah barat yang berupaya menguasai tanah air, menindas dan
merendahkan martabat bangsa yang terjajah serta melaksanakan agamanya agar
bangsa yang terjajah melakukan konversi agama secara paksa.
Untuk kepentingan ini, penjajah Kerajaan Protestan Belanda dan pemerintah Kolonial Belanda melakukan upaya nista, yakni
mematahkan gerakan pendidikan yang sedang berupaya mencerdaskan anak bangsa
atau umat Islam
yang diusahakan oleh ulama. Dengan hilangnya kesadaran sebagai bangsa
yang miskin dan bodoh serta terjajah menjadi merasa tidak perlu untuk melakukan
perlawanan terhadap penajajah karena kebodohannya dijadikan sebagai penderitaannya dan mereka juga tidak menyadari
bahwa kemiskinan dan kebodohannya sebagai produk strategi penjajah.
Pemerintah Belanda hanya memberikan fasilitas pendidikan untuk kalangan
bangsawan, anak
raja dan Eropa.
Pesantren dijadikan target serangan dengan operasinya yang tidak kenal belas kasihan. Kyai serta ulamanya pada saat itu
digantung, bangunan
dan sarana pendidikan lainnya di bakar dan dirusakkan, santri-santrinya di tangkap dan di
buang jauh dari wilayah asalnya. Pesantren menjadi sentra pembangkit kesadaran
nasional dan ulama
sebagai pemimpinnya, mengajarkan kepada santri dan masyarakat pendukungnya tentang bagaimana pentingnya mempertahankan
tanah air, menyelamatkan bangsa dan merebut kembali kemerdekaan. Terutama
berjuang di dalam memperjuangkan agama dan hukum Islam
diseluruh Nusantara
Indonesia agar terbebas dari penindasan Kristenisasi, Imperialism Katolik atau Imperialism Prostetan yang akan menggantikan hukum Islam dengan hukum barat.
3.
Teori
Imperialisme Di Asia Tenggara
a.
Teori
Marxist dan Teori Liberal
Kemajuan ekonomi di negara Eropa disebabkan oleh revolusi industri pada akhir abad ke-18
telah memberi pengaruh yang kuat kepada Imperialisme Barat. Persaingan
dikalangan kuasa-kuasa barat bagi mencari kawasan untuk dijadikan koloni
terutamanya di Asia Tenggara yang pada ketika itu dikenali sebagai sebuah
kawasan yang kaya dengan sumber bahan mentah telah menyebabkan kuasa-kuasa
Barat melancarkan dasar Imperialisme di Asia Tenggara untuk
menguasai negara tersebut.
Imperialisme yang berlaku di Asia
Tenggara disebabkan oleh faktor ekonomi. Berikut
dengan berlakunya revolusi industri dan kemajuan teknologi di Eropa. Dengan
itu permintaan bahan mentah semakin meningkat dan mendorong golongan
berkepentingan mencari altenatif lain dengan menguasai kawasan-kawasan yang
kaya dengan sumber-sumber bahan mentah dan dapat menyediakan kawasan bagi
memasarkan barang daripada Eropa. Menurut Wan Abdul Rahman Latif, terdapat dua sebab utama
yang mendorong berlakunya imperialisme:
“pertama, uraian yang menunjukkan perkembangan Imperialisme
berpuncak daripada perkembangan keadaan di Eropa. Kedua, uraian
yang menunjukkan perkembangan keadaan di kawasan pinggir seperti Afrika dan
Asia menjadi puncak perluasan Imperialisme.”
Berdasarkan penyataan ini, beliau menerangkan bahwa keadaan di Eropa disebabkan
revolusi industri manakala keadaan di Afrika dan Asia adalah kekayaan sumber
ekonomi yang diperlukan oleh masyarakat Eropa. Oleh itu, teori Liberal dan
teori Marxist amat relevan bagi menerangkan Imperialisme
yang berlaku di negara-negara Asia karena kedua teori ini menekankan kepentingan ekonomi sebagai pencetus
dan pendorong utama Imperialisme. Keuntungan ekonomi dikatakan menjadi daya
tarikan utama Imperialisme dan istilah Imperialisme
disamaartikan dengan eksploitasi.
Menurut teori Liberal yang
dikemukakan oleh seorang tokoh sosialis yaitu
J. Hobson yang terkenal dengan bukunya Imperialisme: A Study pada tahun
1903, mendakwa bahwa Imperialisme Britain adalah sesuatu yang dirancang atau dimastermind oleh para industrialis
Inggris demi kepentingan mereka sendiri. Menurut beliau
setelah peringkat awal industrialisasi dilalui, para kapitalis di Britain
mendapati produk mereka di pasaran dalam negara telah melebihi paras permintaan. Para
kapitalis mencari altenatif lain dengan mencari pasaran baru di luar
Eropa untuk memperdagangkan hasil keluaran barangan mereka, mereka
berharap kerajaan akan menangung kos untuk merealisasikan rancangan tersebut.
Walaupun teori ini menekankan golongan kapitalis sebagai pendorong utama
berlakunya Imperialisme, tetapi perkara utama dalam teori ini adalah
tertumpu kepada ekonomi. Disebabkan kemajuan ekonomi maka Imperialisme
mula bertapak, teori J. Hobson jelas digambarkan pada peristiwa yang menimpa
negara Vietnam. Penguasaan Perancis di Vietnam amat jelas sekali
memperlihatkan watak dari golongan kapitalis. Golongan berkepentingan di Vietnam
telah memainkan isu agama
untuk membolehkan Perancis menguasai
hampir keseluruhan wilayah Vietnam dan Indochina.
Perancis juga ingin mendapatkan kawasan baru dan berusaha bagi menguasai
perdagangan di wilayah Asia Tenggara dan kawasan yang menjadi tumpuan adalah Indochina. Sebelumnya
Perancis telah menyimpan hasrat memonopoli perdagangan di wilayah Asia
dan merealisasikan hasrat tersebut bertumpuan kepada negara China. Perancis mencoba menjalinkan
hubungan baik dengan Negara China dan demi menjaga kepentingan perdagagangan di
China Perancis perlu mencari satu kawasan yang sesuai untuk
memelihara kepentingan tersebut.
Hanya atas alasan ingin membela nasib penganut agama Kristian
di Vietnam, Perancis dapat campur tangan di wilayah tersebut. Pada masa yang
sama, mubaligh Kristian telah datang berdakwah di Vietnam sejak abad
ke-17 dan menyebabkan ramai penduduk Vietnam memeluk Agama Kristian.
Mereka yang memeluk Agama Kristian telah meninggalkan adat tradisi mereka dan ini
telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Vietnam. Sebagai tindak balas, Kerajaan
Vietnam menghalau keluar Mubaligh Kristian dan menindas penduduk Vietnam yang beragama Kristian.
Pada peringkat awal
penguasaan Perancis di Indochina pihak tentara laut memainkan
peranan utama dalam pentadbiran kawasan itu. Kemudiannya, dengan kemunculan
sekumpulan ahli parlemen Perancis yang dikenali sebagai persatuan Kolonial,
urusan pentadbiran tanah jajahan mula dipindahkan kepada pihak awam. Walaupun
penguasaan Perancis keatas Vietnam pada mulanya dilindungi dengan alasan bagi
membela nasib para penganut Agama Kristian, namun hasrat utama Perancis jelas terlihat
apabila penguasaan terhadap ekonomi Vietnam dilakukan oleh Perancis. Selain itu
juga, tanah jajahan yang diperoleh di Indochina adalah demi kepentingan saudagar
dan para pengusaha. Jelas kelihatan apabila para pengusaha Perancis telah
bergiat mengeksploit sumber alam dan tenaga manusia di Indochina
dengan pembukaan ladang secara besar-besaran. Selain teori
Liberal yang dikemukakan oleh J. Hobson, teori Maxist yang didukung oleh Lenin juga dapat
menerangkan keadaan sebenarnya Imperialisme di Asia Tenggara:
“Imperialisme adalah kapitalis di tahap perkembangan bilamana dominasi
monopoli dan modal kewangan (finance capital) telah mula bertapak
kukuh;bilamana kepentingan pengeksportan modal telah menjadi begitu ketara;
bilamana pembahagian dunia
dikalangan kumpulan pemodal antarabangsa telah bermula; bilamana
pembahagian daerah-daerah didunia di kalangan kuasa-kuasa kapitalis sudah di
sempurnakan.”
Lenin mencoba menerangkan Imperialisme merupakan suatu fenomena yang
tidak seimbang antara Eropa yang maju dengan negara-negara yang mundur dalam
bidang permodalan, sains dan teknologi. Fenomena ini wujud disebabkan suatu
proses pengumpulan modal berlaku lebih awal di Eropa dan di Amerika Syarikat
akibat revolusi perindustrian.
Negara-negara Eropa lebih maju
dari segi teknologi, lebihan modal, malah ditambahkan lagi dengan berlakunya
revolusi industri akibat berkembangnya sektor perusahaan telah mendorong
kuasa-kuasa Barat mencari kawasan-kawasan baru yang kaya dengan sumber bahan
mentah. Disamping keperluan barang mentah kawasan-kawasan tersebut juga adalah
berkepentingan didalam memasarkan barangan kilang yang dihasilkan.
Pergolakan politik serta keadaan
anarki yang berlaku di negara-negara Asia Tenggara terkenal
sebagai wilayah kaya dengan sumber bahan mentah telah memberi peluang kuasa
Eropa menyempurnakan kesemua keperluan tersebut. Bagi kuasa-kuasa Eropa negara-negara
Asia adalah negara-negara yang mundur terutama dari segi teknologi. Hal ini
jelas melalui aktiviti perlombongan di jalankan dinegara-negara Asia, walaupun
kegiatan melombong Bijih Timah telahpun mula dijalankan namun kegiatan tersebut
hanya dijalankan secara kecil-kecilan dengan menggunakan peralatan tradisional
saja dan hanya dikalangan golongan pembesar saja. Setelah
kedatangan kuasa-kuasa Barat pengunaan tentara mula
diperkenalkan dan ekspolitasi bahan mentah dilakukan secara besar-besaran.
Disebabkan kekayaan sumber ekonomi ini menambahkan lagi minat kuasa-kuasa
barat bagi menguasai sumber ekonomi tersebut dan mengaut keuntungan unutknya.
Dalam keadaan negara-negara yang kucar-kacir akibat pergolakan politik dalam
negeri, kuasa-kuasa Barat mengambil peluang tersebut untuk campur tangan dalam
pentadbiran negara-negara Asia Tenggara dan peluang tersebut tentunya digunakan
sebaik mungkin bagi memonopoli kesemua sumber ekonomi yang ada.
Campur tangan Belanda di Indonesia amat jelas mengambarkan keinginan untuk
menguasai ekonomi yang terdapat dinegara tersebut. Indonesia yang memang
terkenal sebagai kepulauan rempah telah menarik kuasa Eropa sejak dahulu.
Indonesia diiktiraf sebagai negara kelima terkaya di dunia terutamanya dari
segi sumber alamnya. Indonesia juga kaya denagn sumber asli seperti timah,
bauksit, arang batu, emas, perak, berlian, serta sumber tanaman lain seperti
tembakau, kayu-kayan dan rempah-ratus. Kekayaan dari segi sumber rempah-ratus
seperti di Aceh dan kepulauan Maluku mendorong Belanda untuk campur tangan
dalam penmtadbiran Indonesia bagi menguasai perdagangan tersebut.
Selain Imperialisme Belanda di Indonesia, Imperialisme Sepanyol
di Filipina dan Imperialisme British di India juga memperlihatkan dasar Imperialisme
yang disokong oleh faktor ekonomi. Kekayaan negara-negara Asia tersebut
mendorong kuasa Barat tersebut beruasah bagi menguasai negara-negara tersebut.
Penguasaan British di India awalnya
untuk mendapatkan sumber bekal kapas bagi
perusahan tekstil di Eropa karena pada waktu itu bekal kapas dari Amerika Utara tidak
mudah diperolehi. Kuasa Eropa ini beralih ke India untuk mendapatkan
bekalan kapas yang hanya diperolehi melalui penguasaan kawasan tanaman
kapas sedia ada ataupun mewajibkan penanaman kapas di kawasan baru yang di kuasai. Namun Imperialisme
British merebak keseluruh wilayah India apabila mendapati kawasan tersebut
mempunyai potensi dari segi ekonomi dan
persaingan kuasa-kuasa Eropa yang lain bagi mencari tanah
jajahan di Asia menggalakkan lagi British untuk menguasai keseluruhan India dan
seterusnya campur tangan dalam pentadbiran negara tersebut.
Imperialisme yang berlaku di
Filipina juga memperlihatkan persaingan dua kuasa besar di kawasan tersebut yaitu Spanyol dan
Amerika Serikat. Amerika Serikat yang sebelum ini terkenal
sebagai sebuah negara yang menentang Imperialisme tetapi telah
terlibat dengan dasar Imperialisme di Filipina. Spanyol yang menguasai Filipina
sejak abad ke-16 juga menguasai kepentingan ekonomi telah disingkirkan oleh
Amerika Serikat. Kepentingan ekonomi yang terdapat di negara
tersebut telah menyebabkan berlakunya persaingan dikalangan kuasa-kuasa Barat karena wujudnya
lebih banyak golongan kapitalis yang sentiasa ingin mengaut keuntungan dan misi
utama pada waktu itu juga adalah lebih kepada mencari kekayaan.
Terdapat berbagai faktor lain
yang menyebabkan berlakunya Imperialisme di Asia Tenggara, namun yang jelas
penguasaan kuasa-kuasa didorong oleh faktor ekonomi. Revolusi industri yang
berlaku dinegara Eropa dan kemajuan teknologi serta lebihan modal telah
memajukan ekonomi di negara-negara Eropa, membangkitkan lagi semangat Imperialisme
dikalangan kuasa-kuasa Barat. Oleh itu, teori Maxist yang dikemukakan oleh Lenin dan
teori Liberal yang dikemukakan oleh J. Hobson amat releven didalam
memperjelaskan Imperialisme yang berlaku di Asia Tenggara. Kekayaan dari
sumber bahan mentah menjadi pendorong utama kuasa barat menguasai Asia
Tenggara. Keinginan menguasai Asia Tenggara telah wujud sejak kepulauan
Moluccas ditemui lagi, yang mana kepulauan tersebut kaya dengan sumber rempah.
Kuasa-kuasa Eropa hanya menunggu masa yang sesuai bagi menguasai negara
tersebut. Disebabkan berlakunya pergolakan politk dalam negeri dan perpecahan
dikalangan masyarakat tempatan, kuasa-kuasa Barat mula mengambil peluang
tersebut untuk campur tangan dan seterusnya menguasai negara tersebut. Malahan
pelbagai cara dilakukan oleh pihak Barat bagi mengaut keuntungan di negara
Asia.
Salah satu contoh permainan politik kotor Imperialisme
ialah ‘Perang Candu’ menentang China. Great Britain mula menyeludup
masuk dadah candu yang ditanam di India ke China sejak suku pertama abad ke-19.
Penyeludupan candu ini telah dipertingkatkan dari masa ke semasa untuk
mndapatkan defisit yang baik di dalam dagangan luar. Lambakan dadah ini ke
negara ini telah memberi kesan yang melemahkan autoriti Negara China terhadap
jajahannya sendiri. Keruntuhan masyarakat akhirnya mencapai ke satu dimensi
yang serius. Pengharaman candu yang terpaksa dilakukan oleh Kerajaan China
setelah sekian lama merasa ragu, telah membawa kepada Perang Candu yang pertama
(1838-1842).
China terpaksa menundukkan kepalanya kerana penyusutan angkatan tenteranya
di dalam setiap konfrontasi dengan kuasa luar dan menerima permintaan mereka
yang sentiasa meningkat. Barat pula telah mula menduduki kawasan jajahan China
sedikit demi sedikit pada tahun 1842. Mereka telah mengambil pelabuhan konsesi
dari tangan China, menyewa ladang-ladang mereka dan memaksa negara tersebut
membuka kepada negara luar dengan cara yang memberikan keuntungan yang melipat
ganda kepada mereka. Hasilnya
adalah kemiskinan di dalam negara,
kelemahan kerajaan dan hilangnya kawasan jajahan China secara perlahan-perlahan, telah
membawa banyak pemberontakan. Ternyata apapun alasan kuasa Barat
melancarkan dasar imperialisme di Asia didorong oleh faktor ekonomi dan berkaitan
dengan teori Marxis dan teori Liberal yang dikemukakan untuk menekankan
faktor ekonomi ditambah keingginan golongan kapitalis mengaut keuntungan
sebagai puncak utama Imperialisme.
b. Teori Imperialisme Konservatif
Selain teori Marxist dan Teori Liberal terdapat lagi berbagai
teori yang menerangkan Imperialisme yang berlaku di Asia Tenggara. Salah satunya
teori yang dikemukakan oleh Disraeli, Rhodes dan Rudyard adalah
teori imperialisme Konservatif. Mereka menyatakan bahwa Imperialisme
dilakukan karena “tanggung jawab kuasa Barat”. Orang barat bangga dengan kebudayaan
dan peradabaan yang tinggi,
kemajuan dalam bidang sains dan teknologi. Namun
teori ini tidaklah jelas menggambarkan keadaan sebenar Imperialisme
yang berlaku di Asia karena pada waktu itu negara-negara Asia telah mempunyai sistem
pentadbiran yang tersendiri dan teratur. Namun disebabkan berlakunya pergolakan
politik dalam negeri dan berlakunya anarki telah membuka peluang kuasa Barat
campur tangan di negara-negara Asia.
Salah satu contoh yang jelas adalah Imperialisme Perancis di Vietnam. Berkaitan
dengan teori konservetif yang dikemukakan, persengketaan awal Vietnam dan
Perancis adalah agama. Setelah pemerintahan Minh Mang ataupun Trien Tri menyekat
penyebaran Kristian dikalangan rakyat melalui pemerintahan, penganiayaan, dan
pembunuhan. Pada tahun 1855 Raja Napoleon III menimbang permintaan Mubaligh Kristian untuk
campur tangan selepas kematian Bishop Spanyol laksana tuntutan mubaligh. Perancis
percaya, rakyat Vietnam menyambut
kedatangan mereka sebagai pembebasan dari kerajaan asli. Ternyata
Imperialisme
Perancis ke Vietnam didorong keinginan menguasai perdagangan dan ekonomi di
Vietnam dan giat mengeksploitasi sumber ekonomi di Vietnam.
c. Teori Politik
Fieldhouse dan Robinshon adalah yang mengutarakan perkiraan politik,
strategi atau militer dan persaingan kuasa dikalangan kuasa-kuasa Eropa sebagai faktor
utama atau kritikal Imperialisme kuasa-kuasa Barat. Teori politik Imperialisme
merupakan satu manifesto keseimbangan kuasa dan satu proses yang mana dua
bangsa mencoba mencapai satu keuntungan atau faedah dalam pengekalan
status quo. Perlombaan mendapatkan tanah jajahan telah menjadi satu kemestian
bagi negara-negara Eropa karena kawasan-kawasan jajahan adalah lambang kekuatan dan
kekuasaan. Pemilikan tanah jajahan pada masa itu telah dilihat sebagai petanda
atau pengiktirafan yang kuasa itu telah menjadi kuasa penting tidakpun tidak
kuasa besar. Sebuah negara dianggap perlu mempunyai tanah jajahan di seberang
laut yang menjadi simbol dan prestij sebuah negara tersebut.
Namun Teori Politik dapat disangkal apabila imperialisme yang berlaku
di Asia Tenggara adalah lebih didorong oleh faktor ekonomi. Biarpun Imperialisme
negara itu telah didorong oleh faktor militer, tetapi faktor militer itu
sendiri dipengaruhi oleh perhitungan ekonomi. Faktor persaingan kuasa juga
boleh dilihat didalam konteks yang sama. Malah telah dihujahkan bahwa
penaklukan atas tanah jajahan yang ketandusan sumber mempunyai
agenda ekonomi. Oleh itu, faktor ekonomi adalah pendorong utama Imperialisme di
Asia Tenggara, terdapat faktor lain yang mendorong tercetusnya Imperialisme di
Asia Tenggara sesuai dengan apa
yang ditunjukkan teori
Marxist disokong oleh Lenin dan teori Liberal yang dikemukakan oleh J. Hobson adalah
relevan didalam menerangkan imperialisme yang berlaku di Asia Tenggara.
4. Dampak
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Praktek Imperialisme di Indonesia mempunyai
dampak yang sangat besar bagi bangsa
Indonesia. Bukan hanya mengakibatkan terjadinya penderitaan dan kesengsaraan
fisik, tetapi juga psikhis, bahkan akibatnya terasa hingga saat ini. Selain mengakibatkan
penderitaan dan kesengsaraan,
Imperialisme barat juga meninggalkan
kosakata, budaya, marga, sarana jalan danbeberapa pabrik gula, dan aturan
perundangan. Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa colonial sangat dipengaruhi oleh sistem kolonial
yang diterapkan oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Setelah sistem tanam
paksa dihapuskan pada tahun 1870 pemerintah kolonial menerapkan sistem ekonomi baru yang lebih liberal.
Sistem tersebut ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870.
Menurut undang-undang tersebut penduduk pribumi diberi hak untuk memiliki tanah dan menyewakannya kepada
perusahaan swasta. Tanah pribadi yang dikuasai rakyat secara adat dapat disewakan selama 5
tahun. Sedangkan tanah pribadi dapat disewakan selama 20 tahun. Para pengusaha dapat menyewa
tanah dari guberneman dalam jangka 75 tahun. Dalam jangka panjang, akibat sistem sewa tersebut
tanah yang disewakan cenderung menjadi milik penyewa. Apabila pada masa sistem tanam paksa
perekonomian dikelola oleh negara maka sejak Undang-undang Agraria 1870 kegiatan ekonomi lebih banyak
dijalankan oleh swasta. Nilai-nilai
kapitalisme mulai masik ke dalam struktur masyarakat Indonesia. Komersialisasi
telah menggantikan sistem ekonomi tradisional.
Nilai uang telah menggantikan satuan ekonomi tradisional yang selama ini dijalankan oleh
masyarakat pedesaan.
Masalah sistem
perburuhan dikeluarkan aturan yang
ketat. Tahun 1872 dikeluarkan Peraturan Hukumam Polisi bagi buruh yang
meninggalkan kontrak kerja.
Pada tahun 1880 ditetapkan Koeli Ordonanntie yang mengatur hubungan kerja
antara koeli (buruh) dengan
majikan, terutama di daerah perkebunan di luar
Jawa. Walaupun wajib kerja dihapuskan sesuai
dengan semangat liberalisme, pemerintah kolonial menetapkan pajak kepala pada
tahun 1882. Pajak dipungut
dari semua warga desa yang kena wajib kerja. Pajak tersebut dirasakan oleh
rakyat lebih berat
dibandingkan dengan wajib
kerja. Di bidang ekonomi, penetrasi kapitalisme
sampai pada tingkat individu, baik di pedesaan maupun
di perkotaan.
Tanah milik petani
menjadi objek dari kapitalisme. Tanah tersebut menjadi objek komersialisasi, satu hal yang tidak dikenal sebelumnya dalam masyarakat
tradisional di pedesaan. Dengan
demikian, terjadi perubahan dalam masyarakat pedesaan terutama dalam melihat
aset tanah yang
dimilikinya. Apabila sebelum adanya UU Agraria tahun 1870 tanah yang dimiliki
tidak memiliki arti ekonomi
yang penting kecuali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka setelah
dikeluarkannya undang-undang
tersebut terjadi komersialisasi aset
petani. Penetrasi tersebut sering kali mengabaikan hak-hak rakyat menurut hukum adat.
Nilai ekonomi uang
telah menggantikan nilai ekonomi menurut cara-cara
ekonomi tradisional seperti sistem barter dan lain-lain. Sistem ekonomi yang dijalankan oleh
pemerintah kolonial Belanda adalah sistem tanam paksaan sistem kapitalisme
menurut Undang- Undang Agraria tahun 1870. Melalui kedua sistem tersebu.
5. Perubahan-Perubahan Politik, Ekonomi,
Sosial, dan Budaya Akibat Perluasan Imperialisme di Indonesia
Proses interaksi
kekuasaan antara negara-negara tradisional (kerajaan) milik pribumi dan
kekuasaan Belanda dalam abad ke-19, menunjukkan dua perkembangan yang sangat
berbeda. Di satu pihak tampak makin meluasnya kekuasaan kolonial dan Imperialiasme Belanda; sedangkan di lain
pihak terlihat makin merosotnya kekuasaan tradisional milik pribumi. Meluasnya Ikolonialisme dan imperialisme Belanda di
Indonesia membawa akibat terhadap perubahan dalam berbagai segi kehidupan,
seperti, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Dalam bidang politik,
pengaruh kekuasaan Belanda makin kuat karena intervensi yang intensif dalam
masalah-masalah istana, seperti pergantian takhta, pengangkatan pejabat-pejabat
keraton atau pun partisipasinya dalam menentukan kebijaksanaan pemerintahan kerajaan.
Dengan demikian dalam bidang politik penguasa-penguasa pribumi makin tergantung
pada kekuasaan asing, sehingga kebebasan dalam menentukan kebijaksaan
pemerintahan istana makin menipis. Di samping itu aneksasi wilayah yang
dilakukan oleh penguasa asing mengakibatkan makin menyempitnya wilayah
kekuasaan pribumi.
Penghasilan yang berupa
lungguh, upeti atau hasil bumi; makin berkurang dan bahkan hilang, sebab
kedudukannya telah berganti sebagai alat pemerintah Belanda. Dalam bidang
ekonomi, penghasilan penguasa pribumi makin berkurang. Sudah pasti keadaan ini
akan menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan para penguasa pribumi. Di pihak
rakyat, khususnya para petani dibebani kewajiban untuk mengolah sebagian
tanahnya untuk ditanami dengan tanamantanaman eskpor dan masih harus
menyumbangkan tenaganya secara paksa kepada pemerintah kolonial. Hal inilah
yang mengakibatkan runtuhnya perekonomian rakyat.
Dalam bidang sosial,
perluasan kolonialisme dan imperialisme berakibat makin melemahnya kedudukan
dan perekonomian penguasa pribumi. Penguasa pribumi lebih banyak ditugaskan
untuk menggali kekayaan bumi Indonesia, seperti memungut pajak, mengurusi
tanaman milik pemerintah dan mengerahkan tenaga kerja untuk kepentingan
pemerintah Belanda.Turunnya kedudukan penguasa pribumi mengakibatkan turunnya
derajat dan kehormatan sebagai penguasa pribumi.
Di bidang kebudayaan,
makin meluasnya pengaruh kehidupan Barat dalam lingkungan kehidupan
tradisional. Kehidupan Barat seperti cara bergaul, gaya hidup, cara berpakaian
dan pendidikan mulai dikenal di kalangan atas atau istana. Sementara itu
beberapa tradisi di lingkungan istana mulai luntur. Tradisi keagamaan rakyat
pun mulai terancam pula. Di kalangan penguasa timbul kekhawatiran bahwa
pengaruh kehidupan Barat mulai merusak nilai-nilai kehidupan tradisional.
Tantangan yang kuat terutama dari kalangan pim-pinan agama, yang memandang
kehidupan Barat bertentangan dengan norma-norma ajaran agama Islam. Orientasi
keagamaan seperi ini, terdapat juga di kalangan para bangsawan dan pejabat-pejabat
istana yang patuh kepada agama. Dalam suasana kritis, pandangan keagamaan ini
dijadikan dasar ajakan untuk melakukan perlawanan. Perubahan dalam berbagai segi kehidupan
sebagai akibat makin meluasnya imperialisme di Indonesia menimbulkan kegelisahan,
kekecewaan, dan kebencian yang meluas di kalangan rakyat Indonesia. Itulah
sebabnya, pada abad ke-19 muncul perlawanan-perlawanan besar di seluruh wilayah
Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2012. Imperialisme Klasik. [serial online]
http://spi2010b.wordpress.com/2012/12/06/imperialisme-klasik/.[diakses pada tanggal 17
Oktober 2014]
Anonim. 2012. Perkembangan Imperialisme. [serial
online]
http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com/2012/11/perkembangan- imperialisme-dan.html.[diakses pada tanggal 17 Oktober 2014]
Anonim. Bagaimana Dampak Kolonialisme Dan
Imperialisme Di Indonesia. [serial
online]
http://www.answers.com/Q/Bagaimana_dampak_kolonialisme_dan_imper ialisme_di_Indonesia.[diakses pada tanggal 17 Oktober 2014]
Anonim. 2013. Iimperialisme, Kolonialisme. [serial
online]
http://adam-jebat.blogspot.com/2013/08/imperialisme-kolonialisme- dan.html.[diakses pada tanggal 17 Oktober 2014]
Hurgronje, Snouck. 1989. Islam di
Hindia Belanda. Jakarta: Bhatara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar